Find Us On Social Media :

Kagum dengan Obat Generik di Indonesia, Dokter Ternama Asal Jepang Sampai Tiru Cara Promosinya Agar Masyarakatnya Tak Gengsi dengan Obat Murah: Saya Sangat Berterima Kasih!

Profersor Masaki Muto

Gridhot.ID - Obat Generik memang sudah sangat familiar di Indonesia.

Dikutip Gridhot dari laman Wikipedianya, Obat generik adalah obat yang telah habis masa patennya, sehingga dapat diproduksi oleh semua perusahaan farmasi tanpa perlu membayar royalti.

Ada dua jenis obat generik, yaitu obat generik bermerek dagang dan obat generik berlogo yang dipasarkan dengan merek kandungan zat aktifnya.

Obat generik di Indonesia sendiri nyatanya buat kagum masyarakat luar negeri.

Baca Juga: Terkaget-kaget Lihat Perlakuan Sang Kakak ke Adik Sambungnya, El Rumi Sampai Beri Teguran Keras ke Al Ghazali: Nggak Bener Nih!

Dikutip Gridhot dari Surya, Dokter senior dan tersohor di Jepang, Profesor Masaki Muto (72) menyatakan salut dengan obat-obatan generik yang dikembangkan Indonesia.

Tak hanya itu, Masaki Muto pun menyatakan rasa terima kasihnya kepada Indonesia karena bisa banyak belajar mengenai obat generik di Indonesia di masa lampau.

"Saya sangat berterima kasih kepada Indonesia karena banyak belajar mengenai obat generik, papar Profesor Masaki Muto (72), Rumah Sakit Kinugasa Area Yokosuka Dia adalah direktur Pusat Promosi Perawatan Komprehensif, dan Anggota Spesialis Kelompok Kerja Perawatan Medis Kantor Kabinet PM Jepang sejak 2019., khusus kepada Tribunnews.com sore ini (16/6/2021).

Profesor Muto mengaku telah tiga kali ke Jakarta sejak 1998 dalam program JICA (Japan International Cooperation Agency) dan melihat sendiri gudang stok kementerian kesehatan Indonesia yang ternyata di sana banyak obat generik.

Baca Juga: Anak Sulung Celine Evangelista Alami Kecelakaan Serius Hingga Dilarikan ke UGD, Kehadiran Stefan William Dipertanyakan, Mantan Dirly: Sibuk Kali

"Kaget juga saya saat itu," tekannya lagi.

Mengapa? Karena di Jepang sedikit sekali penggunaan obat generik saat itu.

"Selain itu juga citra yang buruk, obat murah kualitas juga jelek. Citra buruk itu di Jepang yang membuat orang enggan memakai obat generik. Tetapi kini setelah saya kampanyekan obat generik, setelah terbuka mata saya melihat Indonesia, akhirnya tingkat penggunaan obat generik di Jepang saat ini mencapai sekitar 80%."

Kementerian kesehatan Jepang juga akhirnya ikut mempromosikan penggunaan obat generik di Jepang.

Baca Juga: Resmi Menjanda, Larissa Chou Semringah: Harus Lebih Kerja Keras

"Namun karena tahun ini ada dua kasus di mana sebuah obat generik tercampur dengan materi lain yang salah, membuat kasus cukup besar dan kekagetan di masyarakat muncul lagi, citra obat generik tertahan lagi," jelasnya lagi.

Profesor Muto selama dua tahun (1986-1988) juga pernah bekerja di Brooklyn New York Amerika Serikat, mempelajari mengenai dokter keluarga yang belum terkenal di Jepang saat itu.

"Dalam masa ini Jepang yang sudah menjadi negara tua, banyak sekali lansia, menurut saya sangat butuh dokter keluarga yang bisa menaungi, merawat para lansia dengan baik. Kementerian kesehatan pun mendukung hal tersebut."

Meskipun demikian sistim dokter keluarga tidak populer saat ini di kalangan anak muda Jepang.

Baca Juga: Kasus Covid-19 di Negara Lain Masih Terus Melonjak Tinggi, Wuhan Pamer Gelar Wisuda Massal Tanpa Jarak Sosial dan Masker, Intip Potret Bahagia Para Lulusan

Dalam setahun mungkin tidak lebih dari 100 dokter muda Jepang yang melakukan spesialisasi mengenai dokter keluarga, tambahnya.

Mengapa demikian?

"Karena memang berat menjadi dokter keluarga, sekaligus merawat pasien lansia yang mungkin akan minta bantuan sana sini di luar soal kesehatannya. Perawatan yang berat sehingga banyak dokter muda males mendalami spesialisasi dokter keluarga. Di samping itu juga mungkin dianggap tak menguntungkan. Kerja lebih berat tapi uang jasa yang diterimanya sama, makanya tak terkenal di kalangan dokter muda."

Profesor Mutro masih ingat dengan nasi goreng, sate serta berbagai makanan Indonesia yang sangat disukainya. Ayahnya juga dulu sebagai tentara dalam perang dunia kedua.

"Dia sempat 6 bulan berada di Indonesia, dan karena begitu baik orang Indonesia dan tanah yang subur indah dia males kembali ke Jepang sebenarnya," lanjutnya sambil tertawa.

Baca Juga: Kelewat Perhatian ke Laki Orang Sampai Dilabrak Istri Sah, Ririn Dwi Ariyanti Tak Ciut Nyali Pamer Kemesraan dengan Jonathan Frizzy, Ijonk: Banyak yang Jodohin

Saat ke Jakarta 1998 Profesor Muto juga menemukan kebenaran yang diceritakan ayahnya.

"Ternyata benar. Orang Indonesia sangat baik, sangat kerjasama dengan baik, saling membantu sehingga semua pekerjaan saya di Jakarta saat itu berjalan dengan lancar."

Sang profesor juga mengakui pernah ke Bali saat Sabtu Minggu berada di Jakarta dan menemukan pulau Bali yang sangat indah sekali, tekannya lagi.

Dokter yang sangat baik dan top di Jepang ini kelahiran Kawasaki 8 Maret 1949 dan lulusan universitas kedokteran Niigata pada tahun 1974 dan menyelesaikan Graduate School of Medicine di Niigata University pada tahun 1978, bekerja sebagai ahli bedah di National Yokohama Hospital. Saat mendaftar di rumah sakit, belajar di luar negeri di Departemen Kedokteran Keluarga, Universitas Negeri New York dari 1986 hingga 1988.

Dia juga Presiden Masyarakat Jepang untuk Manajemen Medis, Direktur Perwakilan Masyarakat Obat Generik dan Biosimilar Jepang.

Di pemerintahan Jepang sebagai anggota Kelompok Kajian Informasi Mutu Obat Generik (Kementerian Kesehatan, Tenaga Kerja dan Kesejahteraan 2008-) , Anggota Dewan Tindakan Regional Metropolitan Tokyo (Tokyo 2008-2017), Ketua Subkomite Survei dan Evaluasi Perawatan Medis Rawat Inap (Chuikyo 2012-2018), Anggota Spesialis Kelompok Kerja Perawatan Medis Kantor Kabinet Jepang sejak 2019.

Baca Juga: Akting Putrinya Berhasil Bawa Emosi Penonton hingga Gregetan, Henny Manopo Curhat Kerap Menangis Jika Lihat Ikatan Cinta, Amanda: Berarti Aku Berhasil Ya Ma

Penerbitan publikasi medisnya mungkin sudag ratusan banyaknya. Hobinya tenis, renang, ski serta memiliki 3 anak saat ini.

Profesor Muto juga menasehatkan agar setelah di vaksinasi anti corona dua kali saat ini, kalau bisa dilanjut kan setiap tahun selama 3 tahun mendatang.

"Apabila jumlah yang divaksinasi sudah 80% penduduk Jepang, maka tingkat penularan corona mungkin akan mengalami penurunan dan situasi akan kembali normal kembali."

(*)