Gridhot.ID - Mantan Menteri KKP Edhy Prabowo didakwa menerima suap sebesar Rp 25,7 miliar terkait izin ekspor benur.
MengutipKompas.com, suap tersebut terkait izin ekspor benih bening lobster (BBL) di KKP pada 2020.
Suap itu diterima Edhy dari para eksportir benur melalui para stafnya bernama Amiril Mukminin, Safri, Ainul Faqih, Andreu Misanta Pribadi dan Siswadhi Pranoto Loe.
Namun, Edhy tetap bersikukuh mengaku tidak bersalah setelah didakwa menerima suap Rp 25,7 miliar.
Edhy merasa tuntutan hukuman 5 tahun penjara dari jaksa KPK yang diberikan kepadanya sangat berat.
Ia berdalih soal usianya yang sudah menginjak 49 tahun dan memiliki3 orang anak yang masih butuh pengasuhan.
"Saya sampaikan bahwa pada saat ini saya sudah berusia 49 tahun, usia dimana manusia sudah banyak berkurang kekuatannya untuk menanggung beban yang sangat berat," ucap Edhy saat membacakan pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (9/7/2021) dikutip dari Tribunnews.com.
"Ditambah lagi saat ini saya masih memiliki seorang istri yang sholeha dan tiga orang anak yang masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah," tambahnya.
Diketahui, jaksa KPK menuntut Edhy dihukum penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp 400.000.000 subsidair 6 bulan kurungan.
Ia juga dituntut membayar uang pengganti sebesar Rp 9.648.447.219 dan sebesar 77.000 dolar AS subsidair 2 tahun penjara.
"Sangat berat," ucap Edhy.
Apalagi menurutnya, tuntutan tersebut didasarkan atas dakwaan yang sama sekali tidak benar dan fakta-fakta yang sangat lemah.
"Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, pada kesempatan kali ini saya menyampaikan pembelaan saya atas dakwaan dan tuntutan yang disampaikan penuntut umum," kata Edhy.
Indonesia Corruption Watch (ICW) sebelumnya menilai tuntutan hukum kepada Edhy sebagai penghinaan terhadap rasa keadilan masyarakat. ICW menilai tuntutan hukuman itu kelewat rendah.
"Benar-benar telah menghina rasa keadilan," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana, Rabu (30/6/2021).
Kurnia menyamakan tuntutan itu dengan tuntutan seorang kepala desa di Kabupaten Rokan Hilir Riau yang terbukti melakukan korupsi sebesar Rp 399 juta pada akhir 2017.
Padahal menurut Kurnia, KPK bisa menuntut Edhy dengan hukuman maksimal hingga seumur hidup penjara.
Ia menimbang banyaknyauang yang diduga dikorupsi Edhy. Terlebih, kasus itu dilakukan saat pandemi Covid-19.
"Majelis hakim sebaiknya mengabaikan tuntutan jaksa, lalu menjatuhkan vonis maksimal," kata Kurnia.
(*)