Vaksin Moderna tidak menggunakan virus yang dimatikan atau dilemahkan, tetapi menggunakan suatu komponen materi genetik yang membuat sistem kekebalan tubuh memproduksi spike protein.
Spike protein akan memicu sistem imun dan menghasilkan antibodi untuk melawan virus.
“Moderna COVID-19 Vaccine memerlukan teknologi penyimpanan berbeda dari jenis vaksin inactivated virus yang sebelumnya telah memperoleh EUA. Vaksin ini perlu sarana penyimpanan pada suhu -200 C. Karena kebutuhan teknologi khusus tersebut, vaksin ini akan diserahkan ke Indonesia bersamaan dengan teknologi penyimpanan dan distribusinya,” jelas Kepala Badan POM RI, Penny K. Lukito, dalam konferensi pers yang dilaksanakan secara daring pada hari Jumat (02/07), seperti ditulis pom.go.id.
Pemberian vaksin ini dilakukan dua kali dengan waktu interval 28 hari setelah dosis pertama.
Jika dosis kedua tidak sengaja diberikan kurang dari 28 hari, maka dosis tidak perlu diulang.
Respon antibodi penatralisir sederhana akan terjadi setelah dosis pertama dan akan meningkat secara substansial setelah dosis kedua.
Vaksin ini masih belum pasti apakah ada peningkatan risiko anafilaksis (reaksi alergi berat), maka perlu dilakukan pengamatan 30 menit setelah vaksinasi agar anafilaksis dapat segera diobati.
Selain itu, untuk reaksi alergi non-anafilaksis akan terjadi tanda seperti ruam kulit, pembengkakan, atau gejala pernapasan tanpa gejala lain (batuk, mengi, stridor).
Hal tersebut mungkin akan terjadi 4 jam setelah pemberian dosis vaksin.
Ketika persediaan vaksin sangat terbatas, WHO kemudian merekomendasikan prioritas Vaksin Moderna diberikan kepada petugas kesehatan yang berisiko tinggi dan orang-orang rentan (orang tua dengan dan tanpa penyakit penyerta.
WHO juga menghimbau masyarakat untuk tetap menjaga diri dengan penggunaan masker, jaga jarak, cuci tangan, dan tindakan lain berdasarkan epidemiologi SARS-COV-2.
(*)