Timor Leste Bak Ketiban Durian Runtuh, Hampir Putus Asa Saat Ladang Minyaknya Disebut Mulai Kering Kerontang, Tiba-tiba Temukan Pabrik Uang Istimewa Ini di Tanahnya

Rabu, 10 November 2021 | 20:13
via Tribunnews

Bendera Timor Leste

Gridhot.ID - Timor Leste memang sudah lepas lama dari Indonesia.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Timor Leste resmi berdiri sebagai sebuah negara usai lepas dari Indonesia di tahun 2002.

Kini Timor Leste sedang berjuang membangun negaranya.

Ladang minyak dan gas menjadi sumber ekonomi terbesar bagi Timor Leste.

Namun dikutip Gridhot dari Intisari, ada informasi bahwa ladang minyak dan gas di Timor Leste mulai mengering.

Baca Juga: Lowongan Kerja BUMN Bank BNI untuk Lulusan S1 dan S2, Berikut Syarat dan Link Pendaftarannya

Dan itu membuat khawatir satu negara.

Akan tetapi kini sepertinya pemerintah Timor Leste bisa bernapas lega.

Dilansir dari energyvoice.com pada Sabtu (6/11/2021), Timor Leste bisa mengantongi lebih dari 600 juta Dollas AS jika sumur eksplorasi Buffalo-10, yang akan dibor akhir Oktober, berhasil.

Operator, Carnarvon Petroleum Australia, serta mitra Inggris, Advance Energy, mengatakan kemarin bahwa mereka telah mengamankan rig pengeboran jack-up untuk penyelidikan di ladang bersejarah Buffalo di lepas pantai Timor Leste.

Carnarvon and Advance mengatakan mereka telah memilih rig pengeboran jack-up untuk sumur eksplorasi Buffalo-10 dan kontak formal sekarang sedang diselesaikan.

Hingga kini, semua baik-baik saja.

Baca Juga: Mati-matian Cari Duit Hingga Jadi Sultan, Sosok Miliader Arab Ini Justru Pilih, Bagi-bagikan Hartanya Rp 99 Triliun untuk Masyarakat, Ternyata Ini Alasannya

Oleh karenanya, pengeboran akan dimulai akhir Oktober ini dan hasil penyelidikan akan tersedia pada awal Desember.

Carnarvon Petroleum yang terdaftar di Australia dan Advance Energy yang terdaftar di Inggris, berharap untuk mengembangkan lebih dari 30 juta barel minyak yang tampaknya ditinggalkan oleh operator sebelumnya.

Ini termasuk BHP dan Nexen Petroleum, di lepas pantai Timor Timur, yang juga dikenal sebagai Timor Leste.

Ladang minyak Buffalo awalnya ditemukan pada tahun 1996 oleh BHP dan menghasilkan 20,5 juta barel minyak ringan antara tahun 1999 dan 2004.

BHP kemudian mengoperasikan lapangan tersebut selama dua tahun sebelum dijual ke Nexen.

Baca Juga: Konfirmasi Isu Gulung Tikarnya PT Garuda Indonesia, Wamen BUMN Kartika Wirjoatmodjo Beberkan Kondisi Keuangan Garuda: Secara Teknis Sudah Bangkrut

Kedua operator gagal membuka kunci minyak yang ada di puncak geologis lapangan, yang dikenal sebagai loteng.

Sumur eksplorasi Buffalo-10 akan menguji keberadaan akumulasi minyak loteng yang berpotensi signifikan.

Meskipun beberapa pengamat industri skeptis bahwa operator sebelumnya dapat melewatkan volume minyak yang begitu besar, kepala eksekutif Advance, Leslie Peterkin, menjelaskan alasannya di balik taruhan bullish pada Buffalo.

Jika pengeboran terbukti berhasil dan mereka menemukan sekitar 30 juta barel minyak, maka Timor Leste dapat mengantongi sekitar 450 juta Dollar AS (Rp6,4 trilun) selama masa proyek lima tahun.

Baca Juga: Kata-kata yang Keluar dari Mulut Orangtua Ayu Ting Ting Bikin Anaknya Trauma, Kartika Damayanti Buat Laporan ke KPAI, Kuasa Hukum Jelaskan Hal Ini

Hal itu menurut Peter Strachan, seorang analis energi independen yang berbasis di Perth.

Ini didasarkan pada harga minyak 75 Dollar AS per barel dengan biaya pengembangan dipatok 450 juta Dollar AS dan biaya operasi 1.050 juta Dollar AS.

Jika biaya pembangunan kurang dari 450 juta Dollar AS (15 Dollar AS/barel) maka pemerintah Timor Leste akan menerima lebih banyak.

“Keuntungan bagi pemerintah bisa melihatnya mengantongi 610 juta Dollar AS selama masa proyek lima tahun,” kata Strachan kepada Energy Voice.

Baca Juga: Sering Dapat Uang Jajan dari Vanessa Angel, Sosok Ini Disebut Ingin Buka Peti Jenazah Istri Bibi Ardiansyah, Namun Doddy Sudrajat Tak Mengizinkan

Kepala eksekutif Carnarvon Adrian Cook mengatakan bahwa “ladang Buffalo memberikan peluang bagus untuk dengan cepat memberikan pengembangan minyak berbiaya rendah.

"Ini akan siap memanfaatkan pasar minyak yang menguat dan memperkirakan kekurangan pasokan," tutupnya.

(*)

Tag

Editor : Angriawan Cahyo Pawenang

Sumber Kompas.com, intisari