GridHot.ID - Kemerdekaan Timor Leste disebut sebagai kemerdekaan yang dihargai mahal.
Pasalnya, melansir Intisari-online.com, kemerdekaan Timor Leste ditempuh melalui jalur berdarah.
Sekitar 22 tahun lalu, sebuah kontingen pengamat internasional yang dipimpin oleh Australia mendarat di Timor Timur.
Tujuannya untuk mengawasi referendum yang didukung PBB yang akan mengakhiri lebih dari dua dekade pendudukan Indonesia dan menentukan nasib bekas jajahan Portugis.
Tetapi hasil langsungnya sangat menghancurkan.
Rakyat Timor Leste memberikan suara sangat mendukung kemerdekaan, membuat marah para loyalis Indonesia yang mengamuk berdarah segera setelah pemungutan suara 30 Agustus.
Sekitar setengah juta orang mengungsi, setengah melarikan diri dari negara itu, antara 1400 dan 2000 orang tewas.
Kemudian 70 bangunan hancur saat Misi PBB di Timor Timur (UNAMET), 1300 staf lokal, jurnalis dan pekerja LSM dievakuasi ke Darwin.
klan dan suku bersatu di belakang pemimpin perlawanan karismatik Xanana Gusmao dan perang gerilya tingkat rendah berlangsung sampai Suharto digulingkan dari kekuasaan.
Di tengah krisis keuangan dan pemerintahan baru yang disebut pemungutan suara cepat untuk penentuan nasib sendiri untuk 30 Agustus 1999.
Lebih dari 78 persen memilih kemerdekaan, jauh lebih besar daripada yang berani dibayangkan oleh para loyalis pro-Jakarta dan itu membuat marah pemimpin milisi Eurico Guterres yang menyerukan pembantaian siapa pun yang mendukung Gusmao dan separatisnya.
Pria, wanita dan anak-anak ditembak, dibantai dengan pedang, diperkosa dan disiksa.
Sementara itu, dilansir dari Serambinews.com, Kilang-kilang minyak di wilayah Timor Leste kini dikabarkan mengering hingga berimbas besar bagi negara tetangga Indonesia tersebut.
Negara tersebut diketahui hanya bergantung pada tambang minyak yang mereka miliki untuk menjalankan roda pemerintahan.
Ambang kebangkrutan pun disebut tengah mengintai negara tentanggan yang berbatasan langsung dengan Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT) tersebut.
Sebagai informasi setidaknya ada tiga sumur eksplorasi di darat Timor Leste akan dibor dalam waktu dekat ini oleh salah satu Perusahaan Australia bernama Timor Resources.
Oleh karena itu, hasil dari kilang minyak tak seluruhnya bakal diterima oleh pemerintah Timor Leste, tetapi dibagi dua.
Ternyata sumur-sumur yang akan dibor tersebut sebagai bagian dari kampanye back-to-back yang dimulai akhir Oktober.
Timor Resources sebenarnya pernah membuka tambang minyak di salah satu daratan di Timor Leste lebih dari 50 tahun lalu.
Tetapi ternyata perkembangan tambang minyak di Timor Leste memang diketahui tak begitu mulus lantaran ada berbagai kendala.
“Masalah geopolitik dan kerusuhan sipil telah menghalangi kegiatan eksplorasi sampai sekarang,” Suellen Osborne, kepala eksekutif Timor Resources, bagian dari perusahaan manufaktur dan rekayasa terdiversifikasi Nepean Group, mengatakan kepada Energy Voice.
Menurut Osborne, sumber pertama bernama Karau (pemerintah Timor Leste menyebutnya Feto Kmaus) dan disemprotkan pada 27 Oktober 2021.
Melansir dari Intisari-Online, total kedalaman yang direncanakan adalah 1050 meter, dengan pengeboran memakan waktu 17 hari, yang hasilnya akan diketahui dengan cepat.
Tak sampai di situ saja, Timor Resources menerima kontrak bagi hasil (production sharing contract/PSC) oleh regulator Timor Lorosa’e ANPM pada Juni 2017.
Tambang ini dioperasikan oleh mitra usaha patungan TimorGap yang merupakan perusahaan minyak nasional bersama Timor Resources yang mengoperasikan PSC.
Survei seismik di seluruh areal tersebut telah dilakukan dua kali dan selesaikan pada tahun 2018 dan 2019.
“Pengeboran adalah waktu yang sangat menyenangkan bagi bangsa karena ada harapan tinggi bahwa ini akan menjadi kampanye yang sukses,” jelas Osborne.
“Prospektifikasi daratan Timor Leste telah lama dibahas tetapi masih belum tergali. Sumur terakhir dibor di tanah itu pada tahun 1972, dan itulah penemuan di areal ini,” kata Osborne.
Secara historis, empat sumur telah dibor di wilayah kontrak perusahaan TL-OT-17-08.
“Tahun 1969 sampai 1972 ada penemuan minyak tapi diboar tanpa seismik. Mereka dibor berdasarkan rembesan minyak di permukaan dan bukan pada strukturnya,” tambah Osborne.
Meski nekat dilakukan eksplorasi oleh perusahaan minyak, menurut Timur Resources sumur eksplorasi Karau memiliki peluang keberhasilan geologis sebesar 26%.
Pengeboran kala itu dilakukan setelah kampanye seismik 2D yang selesai pada tahun 2019 dilanjutkan oleh sumur kedua dan ketiga yang akan dibor sebagai bagian dari kampanye back-to-back.
Sumur kedua dimulai pada 21 November dan sumur ketiga akan dibor pada minggu pertama pada minggu pertama Februari 2022, jelas Osborne.
Kepada Energy Voice, Osborne menuturkan bahwa bakal berhasil atau gagal di dua sumur pertama, Timor Resources tetap berkomitmen untuk menyelesaikan ketiga sumur tersebut.
Dibalik kerjasama tersebut, TimorGap diwajibkan untuk memberikan kontribusi modal untuk semua bagian lain dari program eksplorasi.
Walaupun belum diketahui akan berhasil atau tidak tapi kerjasama ini disebut bakal menguntungkan Timor Leste.
Namun semuanya sangat bergantung pada pendapatan dari minyak dan gas.
Ternyata Timor Leste diketahui pernah mengajukan Australia ke pengadilan beberapa waktu lalu tepatnya pada (20/01) terkait sengketa kesepakatan pembagian hasil minyak dan gas antara kedua negara.
Kala itu, Timor Leste menuntut agar Mahkamah Internasional di Den Haag memaksa Australia menyerahkan dokumen-dokumen pengadilan yang dikatakan dirampas oleh agen-agen pemerintah Australia.
Melansir dari laporan wartawan BBC di Den Haag, Anna Holligan, dokumen-dokumen tersebut dirampas dari tangan seorang pengacara dan mantan mata-mata yang berubah menjadi pembocor rahasia.
Ia semula dijadwalkan akan menyampaikan kesaksian dalam kasus lebih besar terkait kasus dugaan penggunaan mata-mata dan penyadapan yang dilakukan Australia selama perundingan pembagian hasil minyak dan gas.
Seorang menteri kabinet Timor Leste, Agio Pereira, mengatakan agen-agen rahasia Australia juga menyita paspor pengacara itu sehingga ia tidak bisa bepergian keluar negeri.
Perundingan tersebut akhirnya menyepakati bahwa Timor Leste dan Australia mendapat jatah sama dari hasil gas dan minyak.
Timor Leste menuntut agar kesepakatan dibatalkan karena adanya dugaan pelanggaran.
Namun Australia menyatakan tidak melakukan kesalahan apa pun. (*)