Jadi Saksi Hidup 'Battle of Timor', Pria 90 Tahun Ini Ceritakan Perjuangannya Bertahan Hidup Saat Jepang Berondong Kapal Australia, 8 Hari Mengapung di Lautan

Rabu, 01 Desember 2021 | 20:25
Fairfax via The Sydney Morning Herald

Ray Leonard, korban selamat dari tenggelamnya HMAS Armidale dalam 'Battle of Timor'

Gridhot.ID- Timor Leste merupakan salah satu wilayah pecahan Indonesia yang tak terlepas dari konflik.

Bahkan, konflik Timor Leste ini sudah berlangsung sejak jaman penjajahan di Indonesia.

Dilansir dari Intisari-Online,'Battle of Timor', pertempuran antara pasukan Jepang dan sekutu di Pulau Timor dalam Perang Dunia II dimenangkan Jepang.

Pasukan Sekutu dipukul mundur, tetapi sebelum benar-benar habis oleh Jepang, para tentara sekutu berhasil dievakuasi dari Pulau Timor.

Baca Juga: Doa Jelek Kaesang Pangarep Tak Diijabah, Harapannya Lihat PSIM Yogyakarta Kalah dari Persijap Jepara Tak Terwujud, Ini Sindiran Seto untuk Bos Persis Solo

Kapal Belanda Hr. Ms. Tjerk Hiddes dikenal sebagai kapal yang sukses menjalankan misi penyelamatan tersebut.

Ia merupakan kapal yang dikirim dari Australia untuk melakukan evakuasi pasukan sekutu di Timor Leste.

Kesuksesan evakuasi oleh Hr. Ms. Tjerk Hiddes pun sangat dipuji oleh semua sekutu.

Itu adalah misi berbahaya, di mana kapal tersebut melakukan 3 kali perjalanan Australia-Timor Leste untuk ribuan orang, termasuk pribumi dan pasukan Portugis yang telah berperang di pihak sekutu.

Baca Juga: Postingan PNS Digantikan Robot Bikin Geger Sosmed, BKN Sebut Pandemi Covid-19 Buat Tranformasi Digital Dipercepat, Kerjaan-kerjaan Ini Bakal Dihapus dan Diganti

Tetapi di balik kesuksesan evakuasi tersebut, ada yang harus dikorbankan.

Sebelum Hr. Ms. Tjerk Hiddes berlabuh dari port Darwin, terlebih dahulu dilakukan uji coba dengan mengirim sejumlah korvet atau kapal perang kecil Australia.

Sekitar 100 nyawa hilang pada 1 Desember 1942 di Laut Timor, ketika korvet HMAS Armidale berhasil ditenggelamkan oleh Jepang.

Korvet yang dikirim untuk misi itu diberondong serangan udara oleh pesawat Jepang.

Baca Juga: Wajah Tampan Raffi Ahmad Turun ke Anak Keduanya, Suami Nagita Slavina Akhirnya Bongkar Nama Adik Rafathar Sampai Jelaskan Artinya, Doa Mulia Ini Tertanam

Salah satu korban selamat dari serangan itu menuturkan kisah menegangkan ketika ia terombang-ambing di laut, menunggu bantuan yang tak pasti datangnya.

Dalam misi tersebut, HMAS Armidale tak sendirian, ia dikirim bersama dua korvet lainnya, yaitu HMAS Kuru dan Castlemaine.

Melansir smh.com.au (1/7/2021), Ray Leonard (1923-2021) adalah orang terakhir yang selamat dari korvet HMAS Armidale.

Ia adalah salah satu dari 49 orang dari awak 149 yang berhasil bertahan hidup di laut selama delapan hari sebelum diselamatkan.

Baca Juga: Nekat Lepas dari Indonesia hingga Sesumbar Punyai Ladang Minyak Melimpah, Timor Leste Kepergok Selundupkan BBM dari Tanah Air, Ini Barang Bukti yang Berhasil Disita TNI

Leonard sendiri bergabung dengan Angkatan Laut Kerajaan Australia pada tahun 1941 saat usianya 18 tahun.

Setelah ditugaskan di Sydney pada 11 Juni 1942, kemudian pada bulan November HMAS Armidale diperintahkan bersama dengan HMAS Kuru dan Castlemaine, untuk memasok dan mengevakuasi pasukan dan warga sipil dari Teluk Betano, Timor.

Kapal-kapal itu terlihat oleh pesawat pengintai Jepang saat mereka meninggalkan Darwin.

Dikisahkan, awalnya Armidale dan Castlemaine selamat dari serangan udara berulang pesawat Jepang, tetapi terlambat mencapai Betano untuk bertemu dengan Kuru yang telah mengambil pengungsi Portugis dan menuju perairan terbuka.

Baca Juga: Dibisiki Raffi Ahmad, Rafathar Akhirnya Beberkan Nama Adik Kesayangannya, Terungkap Arti Nama Putra Kedua Nagita Slavina

Ketika kedua korvet tersebut menemukan Kuru, 110 kilometer dari Timor, para pengungsi dipindahkan ke Castlemaine, yang kembali ke Darwin.

Sementara itu, Kuru dan Armidale diperintahkan untuk melanjutkan operasi di siang hari, tetapi keduanya mendapatkans serangan lanjutan.

Dalam serangan itulah Armidale berhasil ditenggelamkan oleh pasukan Jepang.

Sebagai korban terakhir, Leonard mampu menggambarkan jam-jam terakhir kapal secara akurat dan jelas.

Baca Juga: Sinopsis Ikatan CInta 1 Desember 2021, Nino Bahagia Bisa Operasi Transplantasi Mata, Elsa Malah Akan Dikirim ke Lapas

Dia baru-baru ini menceritakan bagaimana mereka terlihat oleh pesawat pengintai sehari sebelum serangan dan bagaimana perasaan ketakutan di antara para kru.

“Pesawat-pesawat tempur menembakkan senapan mesin dan pembom torpedo berbaris. Kemudian, yang tak terhindarkan, saat kapal terangkat sedikit keluar dari air," kata Leonard yang berusia 90-an.

Tanpa tanda-tanda penyelamatan, para penyintas membangun rakit untuk berpegangan dan selama beberapa hari berikutnya menggunakannya sebagai dermaga untuk memperbaiki perahu yang penuh peluru dan setengah tenggelam.

Leonard adalah salah satu dari 29 pria yang dipilih untuk mendayung kapal berjuluk 'pemburu paus' itu menuju Darwin, sementara yang lain tetap berada di rakit.

Baca Juga: Tak Kehabisan Akal, Timor Leste Sadar Diri Ladang Minyaknya Sudah Seret dan Kering Kerontang 2 Tahun Lagi, Bekas Tambangnya Malah Berencana Disuntik Gas Mematikan Ini Demi Raup Cuan

Dia menceritakan kesunyian yang luar biasa dan kesedihan mendalam dari perpisahan mereka.

Hanya ada sedikit makanan dan air yang berbahaya bagi 'pemburu paus'. Setiap hari berlalu, orang-orang yang bertahan pun semakin menderita kelaparan dan kehausan, juga mulai menunjukkan tanda-tanda kelelahan fisik dan mental.

Korban selamat yang tersisa berpegangan pada rakit dan menunggu penyelamatan.

Akhirnya pada hari ketujuh, sebuah pesawat RAAF Catalina menemukan rombongan yang mendayung kapal.

Baca Juga: Pertanda Akan Bertemu Kawan Lama, Inilah Beberapa Arti Kedutan di Bawah Mata Kiri Menurut Primbon Jawa

Pada hari kedelapan, Leonard dan yang lainnya akhirnya diselamatkan oleh HMAS Kalgoorlie dan dibawa ke Darwin.

Tetapi, orang-orang yang berada di rakit tak seberuntung Leonard. Meskipun dilakukan pencarian udara dan laut ekstensif, mereka tidak pernah terlihat lagi.

Setelah perang berakhir, Leonard kembali ke studinya di Universitas Melbourne dan memenangkan beasiswa untuk belajar psikologi di Universitas Queens di Kingston, Kanada.

Ia memperoleh gelar PhD di bidang psikologi sebagai dux of his year.

Baca Juga: Masih Belia Sudah Terjebak ke Dunia Kelam, 3 Siswi SMP ini Nekat Open BO Layani Orderan Pria Hidung Belang Tiap Hari, Begini Nasibnya Usai Diciduk

Sekembalinya ke Melbourne ia mengepalai dua departemen di universitas sebagai psikolog terkemuka.

Dalam praktik pribadi, ia membantu korban cedera mobil, kecanduan, dan perilaku disfungsional lainnya.

Ray Leonard meninggal pada Juli 2021 lalu meninggalkan istrinya Beryl, anak-anaknya Carol, Paul dan Mark serta empat cucu.(*)

Baca Juga: Awal Penyebarannya Dipandang Sebelah Mata, WHO Kini Mulai Beri Peringatan Bahaya Soal Varian Omicron, Sebut Efek Serius Ini Bisa Terjadi

Tag

Editor : Nicolaus

Sumber intisari-online, smh.com.au