Find Us On Social Media :

Bikin Geger Satu Indonesia, Potret Penjara Pribadi Milik Bupati Langkat Buat Hati Teriris, Para Tawanan yang Diperbudak Ditemukan dalam Kondisi Memilukan

foto-foto memilukan penjara pribadi milik Bupati Langkat

Gridhot.ID - Satu Indonesia geger akibat kasus yang menjerat Bupati Langkat.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com sebelumnya, Bupati Langkat diketahui terjerat kasus korupsi hingga ditangkap tangan oleh KPK.

Namun selain tindak pidana korupsi, ada kejahatan lain yang lebih mengerikan tersimpan rapat selama ini di balik kehidupan Bupati Langkat.

Dikutip Gridhot dari Tribun Jabar, Bupati Langkat nonaktif yang terjaring operasi tangkap tangan (OTT) KPK atau Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Terbit Rencana Perangin-angin diduga melakukan kejahatan lain berupa Perbudakan terhadap puluhan manusia.

Dugaan itu diungkap oleh Perhimpunan Indonesia untuk Buruh Migran Berdaulat, Migrant Care, yang menerima laporan adanya kerangkeng manusia serupa penjara (dengan besi dan gembok) di dalam rumah bupati tersebut.

Migrant Care mengadukan temuan tersebut ke Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (24/1/2022).

Dalam kesempatan tersebut, ditunjukkan pula sejumlah foto dan video kondisi para korban yang masih berada dalam kerangkeng.

Dalam foto yang ditunjukkan tampak wajah seorang korban di dalam kerangkeng mengalami lebam di sekitar mata dan wajah.

Dalam video, ketika direkam korban tersebut tampak ketakutan dengan mata yang berkaca-kaca.

Baca Juga: Cicit Soeharto Ini Dikenal Jenius, Raih Gelar Master di Usia 18 Tahun, Kini Duduki Kursi Chairman dan Sudah Menikah, Istrinya Blasteran Amerika

Jeruji kerangkeng menyerupai penjara tersebut tampak terbuat dari besi kokoh dengan dua gembok terpasang di bagian pintunya.

Di bagian dalamnya, terdapat semacam dipan berukurang sekira setengah meter.

Di bagian bawah dipan tersebut tampak tikar dan sejumlah korban yang duduk di atasnya.

Di dinding belakang bagian dalam kerangkeng tersebut tampak tali jemuran tempat para korban menggantung pakaiannya.

Tampak pula sejumlah tikar, botol air mineral, sapu dan semacam lemari kecil di dalam kerangkeng tersebut.

Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant Care Anis Hidayah mengatakan berdasarkan laporan sementara dari masyarakat Langkat sejak kemarin terdapat 40 orang korban dari praktik keji tersebut.

Para korban tersebut merupakan pekerja perkebunan sawit yang diduga dipekerjakan oleh Terbit.

Belum diketahui, berapa lama mereka telah menjadi korban dari praktik tersebut.

Hal tersebut disampaikannya usai membuat pengaduan terkait dugaan praktik perbudakan dan penyiksaan di sana ke Komnas HAM RI.

Baca Juga: Tak Ada Seleksi CPNS 2022, Pemerintah Hanya Rekrut PPPK untuk 3 Formasi Ini, Berikut Gajinya dari Golongan I Hingga XVII

"Laporan sementara ada 40 orang. Berapa lamanya nanti Komnas HAM yang akan melakukan penyelidikan lebih lanjut," kata Anis di kantor Komnas HAM RI Jakarta pada Senin (24/1/2022).

Anis mengatakan selain itu, pihaknya juga mengadukan dugaan penyiksaan yang terjadi di sana.

Berdasarkan foto yang ditunjukkan oleh Komisioner Komnas HAM RI M Choirul Anam, tampak seorang lelaki yang mengalami lebam di mata dan bagian wajah lainnya.

Ia mengatakan, saat ini belum melaporkan hal tersebut ke pihak Kepolisian.

"Belum. Ini kita koordinasi pertama dengan Komnas HAM," kata Anis.

Anis mengatakan ada tujuh perlakuan kejam dan tidak manusiawi yang diduga merupakan praktik perbudakan modern dan perdagangan manusia yang dipraktikan di sana.

Pertama, kata dia, Terbit diduga membangun semacam penjara atau kerangkeng di rumahnya.

Kedua, kerangkeng tersebut dipakai untuk menampung para pekerja setelah mereka bekerja.

Ketiga, kata Anis, para pekerja tersebut mereka tidak punya akses kemana-mana.

Baca Juga: Sampai Ditelepon Humas KUA, Vicky Prasetyo Bersumpah Tak Menikah 24 Kali, Nama Raffi Ahmad Ikut Dibawa-bawa Karena Ini: Demi Allah

Keempat, mereka mengalami penyiksaan, dipukul, lebam, dan luka.

Kelima, lanjut dia, mereka diberi makan tidak layak yakni hanya dua kali sehari.

Keenam, kata Anis, mereka tidak digaji selama bekerja.

Ketujuh, mereka tidak punya akses komunikasi dengan pihak luar.

(*)