GridHot.ID - Ada temuan mengejutkan dari kasus penjara milik bupati di rumah Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Perangin-angin.
Melansir tribunjabar.id, penyelidikan polisi menemukan ada korban meninggal dalam kasus kerangkeng manusia tersebut.
Para penghuni penjara milik Terbit Rencana itu ditengarai juga jadi korban penganiayaan di mana dua orang di antaranya meninggal dunia.
Hal ini diperkuat pengakuan salah satu keluarga korban yang menyebut ada luka lebam di jenazah diduga kuat karena penganiayaan.
Korban meninggal ini sebelumnya baru sebulan berada di penjara milik Terbit Rencana tersebut.
Rangkuman temuan ini berdasarkan investigasi yang dilakukan oleh Komnas HAM dan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Menurut Komnas HAM, terdapat temuan adanya penggunaan alat dalam tindak kekerasan yang terjadi dalam kerangkeng manusia milik Terbit.
Hal ini dikatakan oleh Komisioner Komnas HAM, Choirul Anam.
Ia mengungkapkan adanya pola kekerasan, pelaku, serta cara yang digunakan.
Dilansir dari tribunsolo.com, fakta baru seputar penjara manusia milik Bupati Langkat nonaktif, Terbit Rencana Peranginangin diungkapkan Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM).
Mereka melaporkan adanya pratik kekerasan di kerangkeng milik Terbit Rencana Peranginangin.
Bahkan, kekerasan itu sampai mengakibatkan korban nyawa.
Temuan itu disampaikan Anggota Komnas HAM Choirul Anam lewat pernyataan video yang diterima KOMPAS TV, Minggu (30/1/2022).
"Jadi firm kekerasan terjadi di sana. Korbannya banyak. Termasuk di dalamnya kekerasan yang menyebabkan hilangnya nyawa dan hilangnya nyawa ini lebih dari satu korbannya," tutur Choirul.
Menurut Choirul, keterangan saksi soal adanya kekerasan yang menghilangkan nyawa itu merupakan informasi yang solid.
Tak hanya dari satu sumber, namun juga dari beberapa pihak yang dikonfirmasi oleh Komnas HAM.
"Kami sudah mendalami. Informasi kami dalami dari berbagai pihak yang itu mengatakan bahwa memang kematian tersebut disebabkan tindak kekerasan," tuturnya.
Kode-kode Khusus
Selain itu, Komnas HAM bahkan juga mendapatkan informasi dari saksi mengenai bagaimana kondisi para korban.
Mengenai siapa pelaku kekerasan, dan bagaimana kekerasan dilakukan.
"Kami temukan pola dari kekerasan itu berlangsung. Siapa pelakunya, bagaimana caranya, menggunakan alat atau tidak, itu juga kami temukan," tuturnya.
Bahkan, sambung Choirul, terdapat istilah-istilah yang digunakan di dalam lingkungan kerangkeng manusia itu saat kekerasan dilakukan.
Salah satunya, "Dua Setengah Kancing".
"Istilah-istilah yang digunakan ketika kekerasan berlangsung, seperti mos dan das, atau 'dua setengah kancing'. Ada istilah begitu yang digunakan dalam konteks penggunaan kekerasan," paparnya.
Lalu, apa arti dari kode "dua setengah kancing" itu?
Arti "Dua Setengah Kancing"
Dikutip dari Tribunpekanbaru.com, istilah "dua setengah kancing" sangat identik dengan kekerasan yang kerap terjadi pada perploncoan yang dilakukan senior terhadap junior.
Tidak jelas siapa yang mempopulerkan istilah atau kata "Dua Setengah Kancing", namun dipastikan istilah tersebut sudah menjadi tradisi dalam aksi perploncoan.
Meski terlihat sangat primitif, namun tradisi itu tetap lestari hingga saat ini.
"Dua Setengah Kancing" berarti sasaran pukulan pada titik tubuh seseorang. Jika orang yang dijadikan sasaran mengenakan kemeja, "Dua Setengah Kancing" berarti menunjukan titik ulu hati.
Junior akan mendapatkan pukulan dengan tangan dan kaki di arah ulu hati saat diplonco oleh seniornya.
Pukulan ke ulu hati bisa menyebabkan seseorang pingsan bahkan tewas.
Jamak diketahui, banyak kasus kematian junior akibat diploco seniornya.
Tindak Lanjut Komnas HAM
Saat ini, Komnas HAM sudah menyampaikan temuan itu ke Polda Samatera Utara.
Menurut Choirul, pihak Polda pun ternyata sudah menemukan dan sedang mendalami hal yang sama yaitu penggunaan kekerasan yang mengakibatkan kematian di kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat.
"Kami sudah menyampaikan ini ke pihak Polda. Ternyata pihak Polda mendalami hal yang sama soal kekerasan sama, soal hilangnya nyawa sama," tegas Choirul, dilansir dari artikel Kompas.tv.
Karena itu, Komnas HAM menyatakan kasus tersebut nantinya akan ditangani langsung atau dibawa ke proses hukum oleh Polda Sumatera Utara. (*)