Gridhot.ID -Konflik Rusia vs Ukraina pecah saat Presiden Rusia Vladimir Putin melakukan invasi di wilayah Ukraina, Kamis (24/2/2022).
Perang berlanjut di Kiev dan kedua kubu bertarung secara sengit untuk memperebutkan ibu kota Ukranina.
Sejauh ini, dampak Rusia invasi Ukraina membuat lebih dari 50.000 orang mengungsi hanya dalam 48 jam, sehingga memicu kekhawatiran akan Perang Dingin baru di Eropa.
Diberitakan TribunWow.com, suasana haru dan sedih terjadi saat siaran langsung di kantor berita BBC.
Seorang jurnalis BBC Ukraina bernama Olga Malchevska terdiam ketika melihat rumahnya di Kiev, Ukraina hancur terkena dampak invasi Rusia yang terjadi sejak Kamis (24/2/2022).
Kejadian ini terjadi saat Olga melakukan siaran langsung bersama Jurnalis BBC Karin Giannone, Jumat (25/2/2022).
Awalnya Karin membahas bagaimana invasi Rusia sudah mulai memasuki kawasan Kiev, ibu kota Ukraina.
Olga lalu menjelaskan bahwa dirinya memang sempat mendapat foto tentang rumahnya di Kiev yang hancur karena invasi Rusia.
Suara Olga terdengar bergetar saat menceritakan rumahnya di Ukraina hancur dalam serangan tersebut.
Namun, Olga juga mengaku lega sebab ibunya ternyata berhasil selamat.
"Dia sedang berlindung di sebuah shelter, dia sedang bersembunyi di basement," kata Olga.
Olga menceritakan bahwa rekaman yang beredar di media massa yang menampilkan sebuah gedung bangunan apartemen hancur adalah rumahnya.
"Terima kasih Tuhan keluargaku selamat," kata Olga.
"Bangunan ini memang benar rumahku," ucap Olga sembari mendeskripsikan rekaman video yang ditayangkan oleh BBC.
Olga kemudian tampak membisu sembari melihat tayangan video rumahnya hancur parah.
Rekan jurnalis Olga yakni Karin kemudian meminta agar Olga tak perlu meneruskan bercerita agar tidak trauma.
"Olga saya tidak mau kamu dipaksa untuk berbicara. Bagi kita semua ini hal yang tak bisa dibayangkan," ucap Karin.
Tujuan Putin Serang Ukraina
Sebelumnya diberitakan, Putin menerima banyak kecaman dari berbagai pemimpin dunia setelah melakukan invasi ke Ukraina pada Kamis (24/2/2022).
Putin sendiri berdalih, agresi yang ia lakukan ke Ukraina dilakukan bukan untuk menduduki negara tersebut melainkan bertujuan melakukan demiliterisasi.
Lantas apa yang sebenarnya diinginkan Putin dalam agresi yang ia lakukan ke Ukraina?
Dikutip dari BBC.com, pada tahun 2014 silam, Putin sempat melakukan invasi ke Ukraina dan menganeksasi Crimea.
Agresi Putin ke Ukraina diketahui dipicu dari sikap Putin dan Rusia yang menolak langkah Ukraina bergabung dengan Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau biasa dikenal dengan nama NATO.
Putin menginginkan Ukraina tetap menjadi negara yang netral tidak bergabung dengan kubu barat.
Keberadaan tentara NATO di sekitar Ukraina dianggap oleh Putin sebagai ancaman terhadap Rusia.
Secara garis besar ada tiga hal yang diinginkan oleh Putin dalam agresinya ke Ukraina.
Pertama adalah ingin agar NATO tidak melakukan ekspansi lebih jauh.
Seperti yang diketahui Ukraina adalah negara yang berbatasan langsung dengan Rusia.
Deputi Menteri Luar Negeri Rusia, Sergei Ryabkov menyatakan bahwa Ukraina mutlak tidak boleh menjadi bagian dari NATO.
"Bagi kami, adalah mutlak untuk memastikan Ukraina tidak akan menjadi bagian dari NATO," ujarnya.
Kemudian pada tahun 1994 dulu, Rusia telah menandatangani perjanjian untuk menghormati kedaulatan Ukraina sebagai negara merdeka.
Namun belum lama ini, Putin menjelaskan bahwa Rusia dan Ukraina adalah satu kesatuan.
Ia mengklaim bagaimana Ukraina saat ini adalah hasil pecahan dari Uni Soviet.
Putin juga khawatir apabila Ukraina bergabung dengan NATO, akan ada kemungkinan para anggota NATO bersama Ukraina mencoba kembali merebut Crimea dari Rusia.
Sebagai informasi, NATO dibentuk untuk melindungi anggotanya melalui cara politik dan militer.
Total ada 30 negara yang tergabung di NATO yakni 12 negara pendiri yang terdiri dari Belgia, Kanada, Denmark, Prancis, Islandia, Italia, Luksemburg, Belanda, Norwegia, Portugal, Inggris, dan Amerika Serikat.
Kemudian 18 negara lain non pendiri adalah Yunani, Turki, Jerman, Spanyol, Republik Ceko, Hungaria, Polandia, Bulgaria, Estonia, Slovenia, Latvia, Lituania, Rumania, Slovakia, Albania, Kroasia, Montenegro, dan Makedonia Utara.
(*)