GridHot.ID - Tiga pelaku tabrak lari di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat menjalani persidangan.
Diberitakan Kompas.com, korban adalah Handi Harisaputra (18) dan Salsabila (14). Usai kecelakaan, Handi dan Salsabila sempat hilang.
Mereka berdua kemudian ditemukan tewas di Sungai Serayu. Dari hasil pemeriksaan, diduga Handi dibuang ke sungai dalam keadaan hidup.
Tiga oknum anggota TNI AD yang terlibat dalam kasus tersebut salah Kolonel Infanteri P, Kopral Dua DA, dan Kopral Dua Ahmad.
Kolonel Infanteri P berdinas di Korem Gorontalo, Kodam Merdeka.
Sementara Kopral dua DA berdinas di Kodim Gunung Kidul dan Kopral Dua Ahmad berdinas di Kodim Demak, Kodam Diponegoro, Semarang.
Dilansir dari Tribunnewsbogor.com, selain membuang sejoli di Nagreg, Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Kolonel Inf Priyanto rupanya pernah melakukan perbuatan sadis lainnya.
Hal itu terungkap dalam persidangan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Kolonel Inf Priyanto adalah terdakwa pembunuhan sejoli Handi Saputra (17) dan Salsabila (14) di Nagreg, Kabupaten Bandung.
Rupanya, saat Koptu Ahmad Soleh dan Kopda Andreas Dwi Atmoko menolak untuk membuang jasad sejoli itu, Kolonel Inf Priyanto menguak perbuatan sadis yang pernah dilakukannya.
Oditur Militer Tinggi II Jakarta Kolonel Sus Wirdel Boy mengatakan Priyanto mengaku pernah melakukan pengeboman satu rumah tanpa ketahuan.
Mulanya Andreas yang saat kejadian berperan sebagai sopir Isuzu Panther menyarankan agar Priyanto tidak nekat membuang jasad kedua korban yang sudah dia tabrak.
Tapi oknum anggota TNI AD berpangkat perwira menegah itu tetap ngotot ingin menutupi perbuatan dan memerintahkan Andreas dan Ahmad diam mengikuti perintahnya.
"Kita balik saja pak. Kemudian dijawab terdakwa 'Ikuti perintah saya, kita lanjut saja'," kata Wilder menirukan percakapan pada berkas dakwaan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Selasa (8/3/2022).
Berulang kali Andreas meminta agar Priyanto tidak membuang jasad korban, tapi Priyanto yang secara pangkat lebih tinggi terus menolak dan kembali meminta Andreas diam.
Di sinilah Priyanto yang kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya menyatakan dirinya pernah melakukan pengeboman, seolah bangga dia pernah melakukan perbuatan lebih buruk sebagai prajurit.
"Dijawab terdakwa dengan berkata 'saya itu dulu pernah mengebom satu rumah, enggak ketahuan'," ujar Wilder menirukan pernyataan Priyanto.
Setelah terjadi adu argumen tersebut Andreas terpaksa memacu kendaraannya hingga masuk ke wilayah Jawa Tengah, sementara Ahmad yang duduk di kursi penumpang hanya bisa diam.
Kala itu, Priyanto yang duduk di kursi depan di sebelah kiri Andreas menggunakan handphonenya untuk mencari aliran sungai hingga menemukan Sungai Serayu.
"Ketika memasuki wilayah Jawa Tengah terdakwa menggunakan handphonenya membuka aplikasi Google Maps untuk mencari sungai terdekat," tuturnya.
Di aliran Sungai Serayu lah ketiga oknum anggota TNI AD tersebut membuang kedua korban dari atas jembatan, ironisnya Handi dibuang dalam keadaan masih hidup dan sempat merintih kesakitan.
Akibat dibuang ke aliran Sungai Serayu tersebut Handi meninggal dunia, ini yang membuat Priyanto sejak penyidikan sudah disangkakan pasal 340 KUHP tentang Pembunuhan Berencana.
Wirdel menuturkan kondisi Handi yang masih hidup saat dibuang ke Sungai Serayu juga diperkuat bukti medis berupa hasil autopsi tim dokter forensik pada laporan Visum et Repertum.
"Pemeriksaan terhadap jenazah Handi Saputra ditemukan fakta-fakta sebagai berikut. Pada bagian tenggorokan ditemukan pasir halus menempel di dinding rongga tenggorokan," lanjut Wirdel.
Selama jalannya sidang ini Priyanto yang dihadirkan di ruang sidang utama Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dengan mengenakan pakaian dinas TNI tampak mendengarkan pembacaan dakwaan.
Priyanto yang kini ditahan di Rutan Pomdam Jaya dihadirkan ke ruang sidang Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta dengan pengawalan ketat sejumlah personel Polisi Militer. (*)