Gridhot.ID - Rusia dan Ukraina hingga kini masih saling menyerang.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Rusia seakan tak peduli dengan sanksi internasional dan tetap terus berusaha menginvasi Ukraina.
Menilik sejarahnya, Rusia dan Ukraina sempat adem ayem di tengah gejolak konflik dunia masa lalu.
Namunkondisi tersebut malah dimanfaatkan China untuk bisa memperkuat militernya.
Kisahnya bermula dari ambisi China yang luar biasa besar di dunia militer.
Dikutip Gridhot dari artikel sebelumnya, berambisi menjadi negara Agressor, China harus memantapkan konsep Blue Water Navy agar tak kalah dengan AL Amerika Serikat.
Memiliki kapal induk ialah syarat mutlak bagi China untuk menyaingi Armada US Navy di lautan yang terkenal tangguh dan kuat.
Namun ambisi itu tak semudah membalik telapak tangan, perlu waktu, uang, dan sumber daya manusia yang mahal untuk China menyaingi hegemoni Amerika di lautan.
Namun para insinyur negeri Tirai Bambu bingung bukan kepalang karena mereka belum bisa membuat kapal induk untuk People Liberation Army Navy (PLAN/AL China).
Maka pada tahun 1998 dimulailah usaha PLAN untuk bagaimana caranya memiliki sekaligus mempunyai teknologi membuat kapal induk.
Grasak-grusuk sana-sini, PLAN kemudian mengetahui jika pada tahun 1992, Uni Soviet melalui galangan kapal mereka Nikolayev South Shipyard membuat sebuah kapal induk yang dinamai Varyag.
Namun program Varyag dihentikan karena kekurangan dana serta ambruknya Uni Soviet.
Kemudian otoritas dan kepengurusan Varyag diberikan kepada Ukraina.
Padahal saat itu Varyag sudah 70 persen selesai pengerjaannya tapi karena programnya dihentikan maka kapal induk itu tak ubahnya hanya besi rongsok terapung dimakan karat.
Ukraina lantas berusaha menjual Varyag.
Naun ada syarat bagi siapapun yang akan membeli tidak boleh membuat kapal induk itu operasional dan digunakan secara militer.
Mengetahui adanya kapal induk baru namun terbengkalai maka PLAN mulai mencari cara untuk memboyong Varyag ke China.
Tapi semuanya menjadi dilema lantaran pihak Ukraina tidak mau menjual Varyag ke China karena ambisi negara itu memiliki kapal induk untuk tujuan memperkuat militernya.
Maka pihak PLAN kemudian melancarkan tipu muslihat demi mendapatkan kapal induk tersebut.
Seorang mantan tentara PLAN bernama Xu Zenping yang menjadi pengusaha sukses Hong Kong ditunjuk untuk 'mengkibuli' para petinggi militer Ukraina agar menjual Varyag kepadanya bukan ke pemerintah China.
Xu lantas membuat sebuah perusahaan fiktif yang berbasis di Macau bernama Agencia Turistica e Diversoes Chong Lot.
Agensi itu dikatakan Xu sebagai biro perjalanan wisata, hiburan serta lain sebagainya.
Xu berbohong kepada para petinggi militer Ukraina bahwa ingin menjadikan Varyag sebagai sebuah kasino terapung tempat berjudi terbesar di dunia.
Namun tetap saja butuh waktu lama bagi Xu untuk melobi para petinggi militer Ukraina agar menjual Varyag kepadanya.
Bahkan ia sampai mengirimkan berbotol-botol minuman keras khas China, Erguotou dan mabuk-mabukan bersama para petinggi militer Ukraina demi memuluskan rencananya.
Lobi Xu berhasil, pihak Ukarina setuju menjual Varyag lengkap beserta Blue Print teknologi pembuatan kapal induk kepada China seharga 20 Juta US Dollar (Rp 268 miliar), jumlah yang sangat kecil bagi negeri Tirai Bambu.
Xu bahkan harus menyewa truk kontainer untuk mengangkut kertas Blue Print yang amat banyak.
Kemudian pada tahun 2000, Varyag diderek dengan menggunakan kapal menuju China.
Butuh waktu dua tahun untuk membawa Varyag ke rumah barunya lantaran harus mendapatkan izin ketika melintasi wilayah laut negara lain.
Tanggal 3 Maret 2002 kapal itu sampai ke galangan kapal Dalian, China.
Mulai saat itu diopreklah Varyag untuk mengembalikan fungsi sejatinya sebagai kapal induk tempur.
Kini setelah 16 tahun Varyag sudah resmi berganti nama menjadi Liaoning yang memperkuat angkatan laut China dan negara itu kini mempunyai kemampuan membuat kapal induk sendiri.
(*)