Find Us On Social Media :

Pernah Terancam Bangkrut Seperti Sri Lanka, Malaysia Kini Makin Ketar-ketir Usai Ahli Waris Kesultanan Sulu Bakal Sita Seluruh Aset Negeri Jiran di 169 Negara, Petronas Langsung Kocar-kacir

Tower Petronas

Gridhot.ID - Aset-aset Malaysia kini sedang terancam.

Dikutip Gridhot dari Serambinews, dikabarkan beberapa aset milik negara tersebut di sekitar 16 negara terancam akan disita oleh hak warisnya.

Malaysia memang sudah beberapa kali menghadapi krisis perekonomian.

Dikutip Gridhot dari Intisari, pada tahun 2018 lalu, Malaysia hampir saja bangkrut karena utangnya kala itu sudah mencapai Rp3.500 triliun.

Yang membuat Malaysia hampir bangkrut bukan karena nominal utangnya, namun rasionya lebih dari 60 persen PDB sehingga pembayaran tiap tahunnya lebih berat bahkan dari Indonesia.

Baru saja sedikit bernapas lega dari krisis tersebut, kini Malaysia kembali digegerkan karena aset-asetnya terancam hilang.

Sejumlah aset milik Malaysia di 169 negara terancam disita oleh ahli waris Kesultanan Sulu.

Laporan Reuters menyebut, para ahli waris Kesultanan Sulu berusaha menyita aset pemerintah Malaysia di seluruh dunia.

Itu sebagai upaya ahli waris Kesultanan Sulu untuk menegakkan putusan arbitrase senilai USD 14,9 miliar (Rp 223 triliun) yang mereka menangkan terhadap Malaysia.

Baca Juga: Penyidik Sudah Terbitkan Surat Perintah Penjemputan Paksa, Kuasa Hukum Nindy Ayunda Justru Ungkap Fakta Mengejutkan Soal Kliennya

Meskipun kasusnya masih berlanjut, tetapi itu diserahkan oleh pengadilan Prancis.

Paul Cohen, penasihat ahli waris, mengatakan bahwa masa tinggal hanya berlaku untuk Prancis dan bukan negara lain yang menandatangani konvensi New York tentang arbitrase.

Para pengacara mengklaim bahwa putusan arbitrase yang dijatuhkan pada Februari di Prancis berlaku di semua negara penandatangan.

Namun, pihak berwenang Malaysia mengatakan putusan arbitrase tersebut dianggap tidak sah dan tidak dapat dilaksanakan karena melanggar kedaulatan negara.

Ahli waris Sulu berusaha untuk menegakkan penghargaan sebesar USD 14,9 miliar sebagai kompensasi untuk menyerahkan Sabah, yang sekarang bagian dari Malaysia.

Pekan lalu, surat perintah penyitaan dikeluarkan terhadap dua unit Petronas yang berbasis di Luksemburg, yang menggambarkan penyitaan itu sebagai "tidak berdasar" dan bahwa perusahaan telah mendivestasikan aset mereka.

Pengacara ahli waris Sulu mengatakan perusahaan-perusahaan itu sekarang berada di bawah kendali petugas pengadilan di Luksemburg, sambil menunggu banding apa pun oleh Petronas.

Anggota Parlemen Malaysia Ribut dalam Sidang

Anggota Parlemen Malaysia bergejolak selama lebih dari setengah jam.

Baca Juga: Jadi Ibu untuk Cucunya Setelah Olivia Nathania Dipenjara, Nia Daniaty Dituding Nikmati Uang Haram Hasil Penipuan Putrinya, Mantan Istri Farhat Abbas: Urusan Saya Ya Saya

Hal itu terjadi setelah anggota parlemen oposisi tidak puas dengan mosi klaim pewaris Sultan Sulu atas Sabah yang ditolak tiga kali oleh Ketua Parlemen, Tan Sri Azhar Azizan Harun.

Kericuhan bermula ketika Isnaraissah Munirah (WARISAN-Kota Belud) mengangkat Peraturan Rapat 18 (1) setelah sesi Tanya Jawab Lisan berakhir.

Ia menyatakan kekecewaan atas penolakan mosi yang ketiga kalinya.

Isnaraissah mengatakan mosi itu menyangkut kedaulatan negara dan bukan hal sepele yang bisa dikesampingkan.

“Saya ingin bertanya kepada pemerintah, sejauh mana pembahasan ini diperbolehkan di Parlemen? Apakah Anda tidak peduli dengan Sabah, karena Sulu hanya menuntut Sabah, bukan negara bagian lain,”

"Saya meminta semua anggota parlemen Sabah dan anggota parlemen lainnya untuk berdiri, meminta agar mosi ini dibahas di dewan ini," katanya, dikutip dari Berita Harian, Senin (18/7/2022).

Sementara itu, dalam jumpa persnya, Isnaraissah mengatakan, pihaknya akan mengajukan usul ahli waris Sultan Sulu atas Sabah untuk keempat kalinya kepada Ketua parelemen.

Dia mengatakan, tindakan itu diambil setelah ketua parlemen memberi kesan mosi tersebut bisa diperdebatkan di Dewan Rakyat setelah tiga kali sebelumnya ditolak.

"Kami ingin melihat tekad pemerintah untuk membahas proposal ini untuk menjaga kedaulatan negara.kami akan menyelesaikan masalah ini untuk selamanya," katanya. Perusahaan minyak dan gas Malaysia, Petronas mengakui telah menerima pemberitahuan terkait penyitaan dua aset anak perusahaanya.

Baca Juga: Cucunya Suka Banggakan Mami Papi di Depan Tamu yang Datang ke Rumah, Haji Faisal Tersayat Saat Gala Sky Tunjukkan Gelagat Ini: Masih Mengharapkan

Dua Aset Petronas Disita

Perusahaan minyak dan gas Malaysia, Petronas mengakui telah menerima pemberitahuan terkait penyitaan dua aset anak perusahaanya.

Dua anak tersebut yakni, Petronas Azerbaijan (Shah Deniz) dan Petronas South Caucasus disita.

Pemberitahuan itu keluar menyusul laporan media bahwa aset kedua perusahaan tersebut disita oleh ahli waris Kesultanan Sulu.

"Kami mengkonfirmasi bahwa dua anak perusahaan dalam laporan telah menerima pemberitahuan 'Saisi-arret' pada 11 Juli 2022," tulis pernyataan Petronas pada Selasa (12/7/2022) malam, dikutip dari Astro Awani

Pemberitahuan 'Saisie-arret' berarti pemberitahuan penyitaan.

Bagaimanapun, Petronas menegaskan bahwa dua anak perusahaan Petronas yang terlibat telah menjual semua aset di Azerbaijan, sebelumnya.

Petronas ingin mengklarifikasi bahwa kedua anak perusahaan, Petronas Azerbaijan (Shah Deniz) S.à rl dan Petronas South Caucasus S.à rl telah melepaskan semua aset di Republik Azerbaijan.

Dari hasil dari pelepasan aset (mendivestasikan) tersebut telah dipulangkan dengan sesuai.

Baca Juga: 1 Tahun Berseteru Hingga Saling Gugat, Putra Siregar Ternyata Pernah Dimintai Uang Damai Rp 60 Miliar oleh MS Glow, Gagal Mediasi dengan Juragan 99 Karena Hal Ini

"Petronas menganggap tindakan yang diambil terhadapnya tidak berdasar dan akan terus membela posisi hukum Petronas dalam hal ini," katanya.

Sebelumnya, Financial Times pada Selasa (12/7/2022) melaporkan bahwa, seorang pejabat pengadilan di Luksemburg telah menyita dua anak perusahaan Petronas Malaysia atas nama kliennya.

Kedua anak usaha Petronas itu mengelola gas milik negara Malaysia di Azerbaijan, yang dilaporkan bernilai lebih dari USD 2 miliar (Rp 29,7 miliar).

Langkah itu, yang pertama kali dilaporkan, merupakan bagian dari gugatan yang diluncurkan pada 2017 oleh ahli waris Kesultanan Sulu.

Ini bertujuan untuk mendapatkan kompensasi atas klaim tanah di Sabah yang disewakan oleh nenek moyang mereka ke perusahaan perdagangan Inggris pada tahun 1878.

Itu terjadi sebelum penemuan sumber daya alam di daerah itu secara luas.

Pada bulan Maret, arbiter di Prancis memutuskan bahwa Malaysia, yang mewarisi kewajiban perjanjian sewa setelah memperoleh kemerdekaan dari Inggris, harus membayar USD 14,9 miliar (Rp 223,1 triliun) kepada ahli waris Sultan Sulu.

Ini telah membuat marah Malaysia karena menolak untuk tunduk pada putusan tersebut.

Kini, Petronas juga terlibat perselisihan karena perusahaan diharapkan memanfaatkan kenaikan harga minyak untuk mendongkrak perekonomian Malaysia pascapandemi Covid-19.

Baca Juga: Korban Tewas Bertebaran Dimana-mana, Video Viral Kecelakaan Maut Truk Tangki Pertamina di Cibubur Bikin Merinding, Polisi: Belum Ada Bekas Rem

Colin Ong, seorang pengacara arbitrase terkemuka yang tidak terlibat dalam kasus ini, mengatakan bahwa hal itu tampaknya tidak memiliki preseden dalam sejarah Konvensi New York 1958 tentang arbitrase internasional, di mana Malaysia adalah negara penandatangan.

“Ini sangat tidak biasa.. [Ini melibatkan] kesepakatan sebelum pembentukan suatu negara, ”kata Ong.

“Kasus ini adalah sejarah kolonialisme,” kata Elisabeth Mason, seorang pengacara yang berbasis di London dan penasihat utama untuk delapan penggugat, yang berbasis di Filipina.

“Tidak seperti begitu banyak yang dirampas, klien kami memiliki kontrak yang berkelanjutan sejak 1878 dan, dengan demikian, memiliki jalan menuju keadilan di mana banyak orang lain tidak,” kata dia.

Penyitaan itu terjadi pada saat politik Malaysia yang tidak baik-baik saja, di mana empat perdana menteri mereka telah berganti sejak 2015.

Petronas dilaporkan telah ditempatkan di pusat upaya pemerintah untuk mengendalikan meningkatnya utang.

Setelah perang di Ukraina yang membuat harga minyak dunia melambung, menteri keuangan Malaysia mengatakan kepada Financial Times bahwa kenaikan itu dapat membantu negara itu memperbaiki neraca keuangannya.

Tapi selama Kuala Lumpur terus mengabaikan putusan itu, uang yang terutang kepada ahli waris Sulu akan bertambah.

Arbiter di Prancis memutuskan bahwa untuk setiap tahun tidak dibayar, kewajiban Malaysia yang belum dibayar kepada ahli waris akan meningkat 10 persen.

Baca Juga: Jadi Pemilik Wahyu Paku Bumi, Weton-weton Ini Kebal Ilmu Santet, Sangat Jarang Sakit!

Pada bulan Februari 2022, perusahaan induk Luksemburg Petronas melikuidasi 15,5 persen saham di ladang gas lepas pantai Shah Deniz Azerbaijan, yang sebelumnya bernilai USD 2,3 miliar (Rp 34 miliar).

Tidak jelas apakah uang ini sekarang dipegang oleh anak perusahaan atau oleh Petronas di Malaysia.

Pengacara penggugat mengindikasikan mereka akan mengejar lebih banyak aset negara jika resolusi tidak tercapai.

“Hukum internasional tidak membiarkan Anda memilih dan memilih. Entah Malaysia menghormati kewajiban internasionalnya atau menjadi 'Rusia penuh',” kata Paul Cohen, penasihat utama lainnya untuk penggugat.

“Kami berharap Malaysia akan melihat biaya menjadi negara paria yang legal dan berdamai,” ungkapnya.

(*)