Gridhot.ID - Nasib para mahasiswa 'jalur suap' dipertanyakan setelah Rektor Universitas Lampung (Unila) Karomani ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penerimaan calon mahasiswa baru.
Diberitakan sebelumnya, Karomani diduga menerima suap mencapai Rp 5 miliar saat seleksi mandiri masuk Unila (Simanila) tahun akademik 2022 digelar.
Karomani mematok tarif Rp 100 juta hingga Rp 350 juta untuk meluluskan calon mahasiswa baru yang mengikuti seleksi mandiri masuk Unila.
Tarif Rp 100 juta merupakan jumlah minimal untuk meluluskan calon mahasiswa tersebut.
Sebagai rektor, Karomani memiliki kewenangan mengatur mekanisme seleksi dan memilih mahasiswa yang lulus dalam seleksi tersebut.
Buntut kasus dugaan suap yang menjerat Rektor Unila, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbud Ristek) akan mengevaluasi program seleksi penerimaan mahasiswa baru jalur mandiri di semua perguruan tinggi negeri di Indonesia.
"Langkah konkret kita akan evaluasi, apakah sistem penerimaan mahasiswa baru ini terutama yang mandiri (sudah sesuai). Tadi sudah disampaikan pak Ghufron (wakil ketua KPK), sebenarnya mandiri ini tujuannya baik pak. Hanya itu tadi, ada celah-celah yang bisa dimanfaatkan," kata Inspektur Investigasi Inspektorat Kemendikbud, Lindung Saut Maruli Sirait, dalam konferensi pers di KPK, Minggu (21/8/2022).
Lindung memberikan contoh celah yang terjadi dalam proses seleksi mahasiswa baru via jalur mandiri. Celah itu yakni interval antara waktu pelaksanaan ujian hingga pengumuman yang panjang.
Interval panjang ini berpotensi digunakan untuk praktik transaksional.
"Interval ujian dengan pengumuman itu ada sangat panjang, itu memberikan peluang terjadinya transaksional. Mungkin akan dievaluasi. Contoh, ujian langsung keluar hasilnya, sehingga kemungkinan transaksional itu dapat dimonitor," kata Lindung.
Dia mengatakan evaluasi itu akan dilakukan sesegera mungkin, termasuk soal parameter dan standar yang digunakan dalam seleksi mandiri mahasiswa baru agar transparan.
"Ini akan dievaluasi yang sangat harus dilakukan segera. Kemudian, model penerimaan mandiri ini parameternya tadi dikatakan Pak Ghufron, apa parameternya apa pengukurannya sehingga orang bisa lihat. Di sini lah perlu transparansi dan akuntabilitasnya," kata Lindung.
"Apa parameternya sehingga orang dikatakan lulus, tidak lulus, atau cadangan. Dan itu harus segera diumumkan dengan segera sehingga tidak ada interval waktu yang jadi celah terjadinya transaksional," sambung dia.
Terkait posisi Karomani sebagai rektor, hal itu juga akan diputuskan segera. Apakah nantinya Kemendikbud menunjuk pelaksana tugas atau lainnya.
"Terkait pimpinan Unila, bagaimana? Apakah status pimpinannya? Dengan adanya kasus ini mau tidak mau pimpinan di kementerian harus mengambil (keputusan). Karena tidak boleh ada kekosongan pimpinan. Mungkin akan diisi Plt, itu kebijakan pimpinan dan Mas Menteri nanti," ungkapnya.
Begitu pula nasib mahasiswa yang masuk jalur suap, Lindung mengatakan itu akan diputuskan segera.
Rektor Unila Karomani mengenakan rompi oranye seusai ditetapkan sebagai tersangka kasus suap di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Minggu (21/8/2022)
"Saya belum dapat mengambil putusan saat ini, mungkin akan kami rapatkan di kementerian bagaimana status mahasiswa ini," kata Lindung.
Ia mengatakan status mahasiswa Unila yang masuk jalur orang dalam itu perlu dikaji dan dievaluasi. Pasalnya, mereka masuk dengan cara curang.
"Karena ini juga menyangkut pertama adanya pelanggaran hukum, namun, mahasiswanya bagaimana ini?" ujar Lindung.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan penerimaan mahasiswa melalui jalur suap seharusnya dinyatakan cacat secara yuridis.
Menurutnya, harus ada konsekuensi dari tindakan curang dalam penerimaan mahasiswa baru itu.
"Status mahasiswanya ini kan urusan administrasi, jadi rekrutmen mahasiswa baru sampai kelulusan itu adalah administrasi akademik. Kalau ada cacat yuridis di dalamnya, tentu kemudian di masing-masing perguruan tinggi itu ada aturan masing-masing," tutur Ghufron.
Namun, KPK enggan ikut campur dalam pengambilan keputusan terhadap para mahasiswa Unila yang masuk melalui jalur suap.
Ranah KPK cuma memproses hukum Karomani karena menerima suap.
"Kami, KPK menghormati, yang jelas KPK hanya akan melakukan kewenangannya dalam proses penegakan hukum korupsinya, persoalan administrasi konsekuensinya bagi mahasiswanya itu kami menghormati peraturan administrasi akademik perguruan tinggi masing-masing," tutur Ghufron.
Ghufron sendiri menilai kasus dugaan suap penerimaan mahasiswa baru di Unila adalah sebuah ironi karena terjadi di dunia pendidikan, di mana kita berharap dunia pendidikan mampu mencetak ilmu dan kader-kader bangsa yang diharapkan bisa memberantas dan juga mencegah korupsi.
Manipulasi yang dilakukan pada tahap penerimaan, kata dia, menjadi pintu awal manipulasi-manipulasi berikutnya.
Kader-kader bangsa yang diharapkan dapat dididik di lembaga pendidikan yang harapannya ke depan menjadi bangsa pemberantasan korupsi kemudian menjadi tidak memiliki harapan.
KPK, kata dia, melalui penindakan telah menangani berbagai modus perkara di sektor pendidikan baik melalui strategi pencegahan telah mendorong perbaikan sistem dan tata kelola penyelenggaraan pendidikan mulai dari rekrutmen mahasiswa baru.
Selain itu, kata dia, KPK telah melakukan kajian dan menilai bahwa penerimaan mahasiswa baru melalui jalur mandiri kurang terukur, kurang transparan dan kurang berkepastian.
Namun demikian, kata Ghufron, KPK memahami jalur mandiri adalah jalur afirmasi untuk mahasiwa atau calon mahasiswa baru dengan kebutuhan khusus misalnya daerah tertinggal, mahasiswa yang tidak mampu, dan lain-lain bertujuan mulia.
"Namun, karena jalur mandiri ini ukurannya sangat lokal, tidak transparan, dan tidak terukur, maka kemudian menjadi tidak akuntabel. Karena tidak akuntabel maka kemudian menjadi celah tindak pidana korupsi," kata Ghufron.
Oleh karena itu, kata dia, KPK berharap ke depan proses rekrutmen baik jalur mandiri atau jalur afirmasi yang lain harus diperbaiki agar lebih terukur, akuntabel, dan partisipatif supaya masyarakat bisa turut mengawasi.
"Mudah-mudahan kejadian ini untuk dunia pendidikan tinggi mudah-mudahan kejadian terakhir dan kami tidak berharap untuk adanya tidak pidana korupsi lebih lanjut di dunia pendidikan tinggi," ujarnya.
Untuk diketahui, Karomani bukan menjadi satu-satunya tersangka dugaan suap penerimaan calon mahasiswa baru di Unila.
KPK juga menetapkan 3 nama lain menjadi tersangka. Dua di antaranya pejabat di Unila, sementara satu orang dari pihak swasta.
Mereka adalah Wakil Rektor I Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), Ketua Senat Unila Muhammad Basri (MB), dan pihak swasta pemberi suap Andi Desfiandi (AD).
KPK mengatakan, penetapan status tersangka ini dilakukan usai ditemukannya bukti yang cukup kuat saat penyelidikan.
Mengutip Kompas.com, KPK menemukan aliran uang dari Kepala Biro Perencanaan dan Hubungan Masyarakat Budi Sutomo dan Muhammad Basri selaku Ketua Senat Unila.
Ghufron mengatakan uang itu diduga bersumber dari keluarga calon mahasiswa yang lulus Simanila berkat keputusan Karomani.
"Uang tersebut telah dialih bentuk menjadi tabungan deposito, emas batangan dan juga masih tersimpan dalam bentuk uang tunai dengan total seluruhnya sekitar Rp 4,4 Miliar," kata Ghufron.
Adapun Karomani memerintahkan Heryandi dan Budi Sutomo untuk menyeleksi calon mahasiswa baru yang lulus secara personal. Muhammad Basri juga terlibat dalam proses ini.
Dalam seleksi itu, terdapat kesanggupan orang tua calon mahasiswa untuk membayar sejumlah uang agar anak mereka lulus dan masuk ke Unila.
Karomani juga memerintahkan seorang dosen bernama Mualimin untuk ikut mengumpulkan uang dari orang tua calon mahasiswa. Totalnya sebesar Rp 603 juta.
Adapun uang yang diberikan adalah uang di luar pembayaran resmi yang telah ditentukan pihak kampus.
Pembayaran dilakukan setelah calon mahasiswa baru tersebut dinyatakan lulus berkat bantuan Karomani.
"Uang yang dikumpulkan Karomani melalui Mualimin yang berasal dari orang tua calon mahasiswa yang diluluskan Karomani berjumlah Rp 603 juta dan telah digunakan untuk keperluan pribadi Karomani sekitar Rp 575 juta," ujar Ghufron.
(*)