GridHot.ID - Kasus pembunuhan Brigadir J hingga kini memang masih menyita perhatian.
Satu per satu kepingan misteri dari kematian ajudan Ferdy Sambo itu mulai terungkap.
Diketahui jika Bharada E menjadi salah satu dari lima tersangka kasus pembunuhan tersebut.
Dikutip dari fotokita.net, ternyata Bharada Richard Eliezer atau Bharada E gagal lulus dalam tes kunci yang digelar Tim Khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo ini. Gagal lulus tes kunci, Bharada E langsung dibikin terpojok. Timsus Polri akhirnya ungkap foto dalang kematian tragis Brigadir Yosua atau Brigadir J ke media massa.
Bharada E membuat pengakuan penting dalam perjalanan pengusutan kasus kematian Brigadir J. Sebelum mengaku kejadian sebenarnya, Bharada E sengaja diminta menjalani tes kunci ini oleh penyidik Timsus bentukan Kapolri.
Gagal lulus tes kunci, Bharada E dibikin terpojok oleh penyidik. Timsus yang dikomandani Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono akhirnya mengungkap foto dalang kematian tragis Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo.
Bharada E adalah sopir Irjen Ferdy Sambo yang ditetapkan sebagai tersangka pertama dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J. Setelah Bharada E, Bripka Ricky Rizal diumumkan sebagai tersangka kedua. Namun, keduanya dikenai pasal yang berbeda.
Bharada E disangkakan dengan Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Sementara Bripka Ricky dikenai Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 KUHP. Bharada E dan Bripka Ricky sama-sama dikenai pasal penyertaan, yakni Pasal 55 dan 56 KUHP.
Bharada E dijerat dengan Pasal 338 KUHP tentang Pembunuhan dengan Sengaja. Pasal itu bukan merupakan pasal pembunuhan berencana. Berikut ini isi dari Pasal 338 KUHP tersebut: Barang siapa dengan sengaja merampas nyawa orang lain, diancam karena pembunuhan dengan pidana penjara paling lama lima belas tahun.
Sementara itu, Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik mengungkap pengakuan bersalah Irjen Ferdy Sambo dalam kasus pembunuhan Birgadir J. Taufan mengatakan Sambo mengakui kesalahannya saat pemeriksaan oleh Komnas HAM.
"Bahasanya waktu itu saya (Sambo) akan tanggung jawab. Saya kan juga ngomonglah ya, nyentuh dia gitu ya, karena kalau di awal kalian tahu saya, salah satu concern saya bukan bela orang yang melakukan kesalahan ya, tapi saya tidak mau ada orang yang kesan saya ini orang sebetulnya hanya diikut-ikutkan gitu jadi tumbal," terang Taufan kepada awak media yang melakukan wawancara pada Selasa (23/8/2022).
Taufan menyebutkan, Ferdy Sambo mengakui kesalahannya karena memerintahkan Bharada E menembak Brigadir J. Taufan juga mengatakan, Ferdy Sambo akan bertanggung jawab karena melibatkan banyak orang.
"Makanya waktu itu saya tanya sama dia (Ferdy Sambo), setelah pertanyaan pokok dan sampingannya kalau saya tanya, 'kamu merasa nggak kalau kamu sudah menjadikan anak buahmu yang masih muda jadi terikut masalah inilah', 'iya pak saya salah, nanti saya tanggung jawab semuanya', 'benar ya?' Saya bilang. 'Kasihan ini anak muda', begitu. Itu sebetulnya pertanyaan pokoknya kan bukan di situ, 'Apa yang kamu lakukan?' Kan begitu," papar Taufan panjang lebar.
Taufan mengungkapkan Ferdy Sambo ingin membebaskan Bharada E dari jerat hukum. Menurutnya, itu akan ditentukan pada saat di pengadilan.
"Dia bilang begitu (ingin bebaskan Bharada E). Makanya kita lihat saja nanti. Tapi yang paling pokok saya kira tugas pengacaranya Richard untuk harus memperjuangkan itu (kebebasan), Saudara Ronny supaya dia bisa membela hak-hak, bahwa dia sudah mengaku kan kita tidak bisa bilang dia tidak melakukan tindak pidana. Tapi kan dengan pembelaan-pembelaan hak-hak dia sebagai terdakwa nanti, mudah-mudahan, hakimlah yang memutuskan," terang Taufan lagi.
Sebelum foto dalang kematian tragis Brigadir J disebarkan ke media massa, Timsus Polri lebih dulu memberikan Bharada E tes kunci. Pada akhir Juli 2022, penyidik Timsus Polri membawa Bharada E ke suatu tempat. Di depan Bharada E, berjejer papan sasaran tembak.
Merujuk pada koordinasi Timsus Polri dengan Komnas HAM, Bharada E lantas diminta latihan menembak dengan Glock-17, pistol yang awalnya disebut ia pakai dalam baku tembak dengan Brigadir J di rumah dinas Irjen Ferdy Sambo di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan.
“(Bharada E) dibawa (penyidik), dicoba suruh menembak,” sebut Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik seperti dilansir dari kumparanplus, Selasa (16/8/2022).
Dari hasil tes menembak, Richard ternyata tidak mahir-mahir amat. Nilainya tak jauh beda dengan hasil latihan menembaknya saat menjalani pendidikan di Pusat Pendidikan Korps Brimob Watukosek, Jawa Timur.
“Dicek datanya, ternyata dia seorang murid sekolah yang dulu pelajaran menembaknya jelek. Disuruh (latihan) menembak, (hasil) tembakannya ngawur semua,” kata Taufan.
Tujuan Timsus Polri mengetes kemampuan menembak Bharada E adalah untuk mematahkan rekaan Ferdy Sambo dan kawan-kawannya. Pasalnya, keterangan awal Richard yang merupakan arahan Sambo menyebutkan bahwa Brigadir J tewas karena 5 tembakan Richard. Sebaliknya, 7 tembakan Yosua dari pistol HS-9 yang diarahkan ke Richard, seluruhnya meleset.
“(Penyidik Timsus lalu berkata])‘Nyatanya kamu enggak bisa menembak dengan baik. Kok berani-beraninya mengaku kamu yang menembak (Brigadir J),’” sebut Taufan menceritakan proses pemeriksaan Richard oleh Timsus.
Bharada E pun terpojok mendengar ucapan itu. Skor menembaknya yang buruk adalah fakta tak terbantahkan. Sejak itu, ia perlahan mau membuka peristiwa yang sebenarnya. Apalagi, ia diberi tahu risiko ancaman penjara yang lama jika tak mau jujur. Ia juga dipertemukan dengan orang tuanya.
Usai mengalami pergolakan batin selama hampir sebulan, Richard akhirnya menceritakan kematian tragis Brigadir J di Duren Tiga secara terang-benderang dalam pemeriksaan tanggal 5 dan 6 Agustus.
Keterbukaan Richard itulah yang mengubah sepenuhnya jalan cerita kasus kematian Brigadir J, dari semula baku tembak menjadi pembunuhan berencana. Ferdy Sambo yang diperiksa Komnas HAM seminggu kemudian, 12 Agustus, pun secara terbuka mengakui sebagai dalang kematian tragis Brigadir J.
“Saya salah, saya khilaf. Emosi saya tidak bisa dikendalikan. Tidak sepantasnya saya, seorang jenderal, tidak mampu menjaga emosi. Jadi saya salah. Saya siap diberi hukuman yang setimpal,” demikian pengakuan jenderal bintang dua itu kepada tim pemeriksa Komnas HAM di Mako Brimob Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat.
Ketika itu, Tim Komnas HAM memeriksa Sambo terdiri dari, sang ketua, Ahmad Taufan Damanik; dua komisioner, Choirul Anam dan Beka Ulung Hapsara; serta tiga staf.
Saat diperiksa Komnas HAM selama sekitar satu jam, Sambo terus mengutarakan kekhilafannya telah membunuh Yosua. Ia sesekali menangis ketika disinggung soal keputusannya mengorbankan ajudannya yang paling junior, Bharada Richard Eliezer.
“Dia nangis, (bilang) ‘Saya salah, Pak. Saya akan berusaha memberikan kesaksian yang membuat Richard bisa bebas, atau kalau dihukum, (hukumannya) ringan,” kata Taufan menirukan ucapan Sambo.
Pengakuan Ferdy Sambo bersama tiga orang lain yang menjadi tersangka—Bharada Richard, Bripka Ricky Rizal, dan Kuat Ma’ruf—sedianya sudah membuktikan bahwa baku tembak di Duren Tiga hanya rekaan semata.
Namun, semua pengakuan tersebut sebatas di tingkat penyidikan. Padahal, inti pembuktian kasus berada di ranah peradilan.
Majelis hakimlah yang akan menentukan apakah Sambo terbukti merencanakan pembunuhan terhadap Yosua. Majelis hakim pula yang bakal menjatuhkan hukuman kepadanya.
Itu sebabnya, Komnas HAM mewanti-wanti Polri untuk mengantisipasi “tikungan tajam” atau pembelokan kasus Sambo.
Sebab, proses hukum hingga vonis hakim masih panjang. Jika kasus berbelok di tengah jalan, Sambo dikhawatirkan lepas dari hukuman atau hanya dihukum ringan.
“Kami ingatkan mereka (timsus Polri) supaya antisipasi segala kemungkinan. Jangan merasa sudah aman, selesai, (padahal) belum tentu. (Kalau) belok lagi, bubar semua. (Sambo) pasti menghadirkan pengacara hebat. Duitnya banyak,” tegas Taufan.
Sementara itu, mengutip Kompas TV, Bekas Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo berjanji akan bertanggung jawab karena telah menyeret anak buahnya Bharada Richard Eliezier Pudihang Lumiu atau Bharada E dalam kasus pembunuhan terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Demikian janji Irjen Ferdy Sambo itu disampaikan oleh Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik.
Taufan menuturkan, janji Ferdy Sambo itu disampaikan di hadapannya ketika ia meminta keterangan tersangka kasus pembunuhan berencana itu di Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, Jawa Barat, pada 12 Agustus 2022 lalu.
Dalam pertemuan itu, Taufan mengatakan, Ferdy Sambo mengaku merasa bersalah atas perbuatannya lantaran telah merusak masa depan Bharada E yang tergolong masih muda dan belum lama menjadi anggota polisi.
"Iya Pak, saya salah, nanti saya tanggung jawab semuanya," kata Taufan menirukan ucapan Ferdy Sambo di kantor Komnas HAM, Jakarta, Selasa (23/8/2022).
Selanjutnya, Taufan menyampaikan tentang nasib Bharada E yang terancam dipecat dari Kepolisian setelah ditetapkan sebagai tersangka kasus pembunuhan.
Menurut Taufan, masa depan Bharada E yang semestinya menikmati masa muda dan meniti kariernya sebagai polisi, hancur karena terlibat tindak pidana pembunuhan.
"Kamu merasa enggak kalau kamu udah menjadikan anak buahmu yang masih muda jadi terikut masalah ini (kasus pembunuhan)," ucap Taufan.
Mendengar pernyataan Taufan tersebut, Sambo lantas berjanji akan memberikan kesaksian yang dapat meringankan agar Bharada E bisa bebas dari jerat pidana kasus pembunuhan Brigadir J.
"Dia (Sambo) bilang begitu (akan membebaskan Bharada E), makanya kita lihat saja nanti (di pengadilan)," tutur Taufan.(*)