Gridhot.ID - Komnas HAM mengatakan rekam jejak komunikasi digital di tiga grup WhatsApp ajudan Ferdy Sambo dihapus.
Mengutip TribunJakarta.com, fakta ini diungkap Komnas HAM saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III DPR RI pada Senin (22/8/2022).
"Rekam jejak digital itu tidak hanya HP yang hilang, tapi percakapan rekam jejak digitalnya juga enggak ada," kata Komisioner Komnas HAM Choirul Anam.
"Ada beberapa grup WA, dalam catatan kami ada tiga grup WA. Itu dulunya pernah ada, terus enggak ada karena HP ganti. Terus ada, tapi yang 10 (Juli) ke bawah itu enggak ada lagi komunikasi," tambahnya.
Lebih lanjut, Anam mengatakan ada percakapan di grup WA yang dihapus sesaat sebelum dan sesudah penembakan Brigadir J.
"Beberapa komunikasi di WhatsApp grup terputus, baru muncul kembali misalnya sejak tanggal 10 malam atau 11 dini hari itu baru muncul."
"(Tanggal) 10 ke bawah itu nggak terekam jejak digitalnya karena memang dihapus," kata Anam dalam konferensi pers, dikutip Kompas.com dari YouTube Komnas HAM, Jumat (2/9/2022).
Anam mengungkapkan, perusakan barang bukti pembunuhan Brigadir J tidak hanya berupa penghapusan percakapan di ponsel, tapi juga pembersihan riwayat panggilan telepon dan data kontak.
Dilakukan pula upaya penghilangan ponsel sebelum diserahkan ke penyidik.
Kemudian, terdapat beberapa foto dari ponsel yang dihapus, salah satunya yang menggambarkan jasad Brigadir J sesaat setelah ditembak.
Anam mengatakan, foto itu berhasil ditemukan Komnas HAM dari recycle bin atau "tempat sampah" ponsel.
Namun, tak disebutkan dari ponsel siapa foto itu diperoleh.
Dalam foto tersebut, tampak tubuh Brigadir J tertelungkup di lantai di samping tangga lantai satu rumah dinas Ferdy Sambo.
Menurut Anam, foto itu diambil sekitar satu jam setelah penembakan.
"Jadi beberapa foto yang kami temukan khususnya di tanggal 8 itu kami temukan di recycle bin, di tempat sampah di mekanisme tersebut," ujar Anam.
"Jadi bukan diambil dari barang yang nggak dihapus, tapi itu kita ambil dari barang yang dihapus," tuturnya.
Selain itu, dilakukan perusakan dan penghilangan CCTV atau dekoder CCTV di TKP.
Lalu, pemotongan atau penghilangan video CCTV yang menggambarkan serangkaian peristiwa secara utuh sebelum, saat, dan setelah penembakan.
"Kemudian, adanya perintah untuk membersihkan TKP ini juga ada. Misalnya darah dibersihkan, ini dibersihkan dan dikonsolidasikan semua apa yang ada dalam situ," kata Anam.
Adapun pihak kepolisian sebelumnya telah menyatakan bahwa tak ada insiden baku tembak antara Bharada E dengan Brigadir J di rumah dinas Ferdy Sambo sebagaimana narasi yang beredar di awal.
Peristiwa sebenarnya, Ferdy Sambo memerintahkan Bharada E untuk menembak Brigadir J di rumah dinasnya di Duren Tiga, Jakarta Selatan, Jumat (8/7/2022).
Setelahnya, dia menembakkan pistol milik Brigadir J ke dinding-dinding rumah supaya seolah terjadi tembak-menembak.
"Untuk membuat seolah-olah telah terjadi tembak-menembak, Saudara FS (Ferdy Sambo) melakukan penembakan dengan senjata milik senjata J (Yosua) ke dinding berkali-kali untuk membuat kesan seolah telah terjadi tembak-menembak," kata Kapolri Listyo Sigit, Selasa (9/8/2022).
Sejauh ini, telah ditetapkan lima tersangka kasus dugaan pembunuhan berencana Brigadir J yakni Ferdy Sambo, Bharada E, Bripka RR atau Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Putri Candrawathi.
Kelima tersangka disangkakan perbuatan pembunuhan berencana dan dijerat Pasal 340 subsider Pasal 338 juncto Pasal 55 dan Pasal 56 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).
Ancaman pidananya maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.
Terbaru, polisi menetapkan tujuh tersangka kasus obstruction of justice kematian Brigadir J.
Seluruhnya diduga menghalang-halangi penyidikan terhadap kasus kematian Yosua.
Ketujuhnya yakni Ferdy Sambo, Brigjen Hendra Kurniawan, Kombes Agus Nurpatria, AKBP Arif Rachman Arifin, Kompol Baiquni Wibowo, Kompol Chuck Putranto, dan AKP Irfan Widyanto.
(*)