GridHot.ID - Satu per satu fakta baru terkait kasus tewasnya Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J mulai terungkap.
Belakangan ini, Bripka RR alias Ricky Rizal mulai membongkar fakta setelah sebelumnya ia mengikuti skenario Ferdy Sambo.
Diketahui jika Bripka RR merupakan salah satu tersangka pembunuhan Brigadir J.
Dilansir dari tribunjakarta.com, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR menyinggung tindakan mantan atasannya Irjen Ferdy Sambo yang diduga mengumpulkan anggota Provos setelah Brigadir J tewas.
Ferdy Sambo diduga mengumpulkan anak bahnya untuk mengatur skenario kasus Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat alias Brigadir J yang tewas di rumah dinas eks Kadiv Propam Polri di Kompleks Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan.
Pertemuan itu diungkapkan pengacara Bripka RR, Erman Ummar berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) anak buah Ferdy Sambo itu kepada penyidik Polri.
Namun, Erman mengaku tidak membaca lengkap BAP Bripka RR. Sebab, BAP kliennya tebal.
"Itu kalau tidak salah mungkin di Provos, itu mungkin Sambo yang berperan disitu, saya tidak ingat betul karena saya tidak baca lengkap ya, karena tebal juga, jadi baru sepintas saya lihat dia pernah sebelum BAP itu dikumpulkan," ujar Erman Ummar di Mabes Polri, Jakarta Selatan, Selasa (13/9/2022).
Erman tidak menjelaskan secara mendetil anggota kepolisian yang hadir dalam pertemuan tersebut.
Tetapi, ia mengakui kliennya juga ikut dalam pertemuan tersebut.
"Ya karena mana bisa ngarang, pasti ada yang membantu, ya itu lah mungkin obstruction of justice," imbuh Erman.
Selain itu, Erman mengatakan tak ada iming-iming uang serta ancaman dari Ferdy Sambo bila membongkar insiden kematian Brigadir J.
Dalam pertemuan itu, kata Erman, Ferdy Sambo hanya berdiplomasi.
"Dan Sambo juga kayak diplomasi saja, dia gerakin gitu. Mungkin kalau bisa juga di mata batinnya RR dan teman-teman yang lain, bahwa Sambo merasa penyesalan bahwa kami menjadi korban. Jadi kan butuh biaya, mungkin gitu kali. Tapi bukan niat dan bukan apa apa," kata Erman.
Rapat Singkat di Saguling
Fakta adanya pertemuan terkait pembunuhan Brigadir J pernah disinggung eks anak buah Ferdy Sambo lainnya yakni Bharada Richard Eliezer atau Bharada E.
Melalui kuasa hukumnya, Ronny Talapessy, Bharada E mengungkapkan adanya rapat singkat yang diikuti seluruh tersangka di rumah pribadi Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi di Jalan Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022 lalu.
Rapat yang berlangsung sekira 20 menit itu digelar sebelum eksekusi Brigadir J.
Mereka yang hadir dalam rapat singkat itu yakni Ferdy Sambo dan istrinya Putri Candrawathi.
Lalu Brigadir RR, Kuat Maruf dan Bharada E yang menjadi eksekutor pembunuhan.
Dari Saguling, seluruh tersangka menuju rumah dinas Jenderal Bintang Dua itu di Komplek Polri Duren Tiga, Jakarta Selatan yang berjarak sekitar setengah kilo meter.
Di rumah tersebut, Brigadir J dieksekusi dengan ditembak mati oleh Bharada E atas perintah Ferdy Sambo.
"Jadi perlu kita sampaikan bahwa dengan ditingkatkannya status tersangka saudari PC ini, akan membantu klien kami di proses persidangan nantinya. Karena ini merupakan satu rangkaian peristiwa hukum yang memang saling berkaitan dan tidak bisa sepotong-sepotong saja ya. Jadi memang ini satu rangkaian hukum peristiwa," kata pengacara Bharada E, Ronny Talapessy di akun YouTube TVonenews, Jumat (19/8/2022) malam.
Sebelum eksekusi terhadap Brigadir J dilakukan, Ronny mengatakan kliennya sempat dipanggil ke ruang rapat di rumah pribadi Irjen Ferdy Sambo di Jalan Saguling di lantai 3.
"Kemudian yang diketahui oleh klien saya adalah bahwa saudari PC ini memang ada di rumah di Saguling dan juga ada di TKP," kata Ronny.
Saat di rumah pribadi di Jalan Saguling kata dia ada rapat singkat membahas soal Brigadir J.
"Ya, jadi memang bahwa ada proses waktu di lantai 3, ketika klien saya dipanggil ke dalam suatu ruangan meeting, ruangan rapat. Bahwa ternyata memang sudah ada Ibu PC ini di sana, bersma FS dan RR, membicarakan mengenai almarhum Yosua," katanya.
"Nah di situlah, waktunya memang sangat pendek, karena klien saya ini di sana menerima perintah itu, kemudian sampai ke TKP kurang dari 20 menit," katanya.
Menurut Ronny dari keterangan Bharada E bahwa memang di TKP atau di rumah sebelumnya di Saguling ada Putri Candrawathi di sana.
"Perlu saya sampaikan bahwa saudara Bharada E ini tidak mengetahui motif. Karena setelah kejadian di Magelang, sampai di Jakarta dia tidak mengetahui apa-apa. Itu nanti kita kita akan buktikan di Pengadilan. Bahwa memang dia hanya mendapatkan perintah itu last minute," ujarnya.
"Jadi perlu kita sampaikan kepada teman-teman, kepada publik, bahwa kami melihat jangan sampai nanti Bharada E ini yang menjadi korban malahan, ibaratnya menjadi kambing hitam. Karena dia pangkat paling rendah. Kemudian dalam kasus ini kepentingan kita adalah membawa Bharada E mendapatkan keadilan," kata Ronny.
Sehingga katanya Bharada E tidak dalam posisi untuk niat melakukan perencanaan pembunuhan.
"Jadi perlu saya sampaikan, klien saya tidak berbicara, tetapi klien saya melihat bahwa ibu PC itu ada di ruangan di lantai 3. Jadi ertemuannya itu, Ibu PC, pak FS kemudian saudara RR kemudian, dan yang terakhir Bharada E yang datang dipanggil saudara RR," katanya.
"Sewaktu masuk ruangan dia tidak melihat ibu PC, tetapi ketika duduk di sofa melihat ibu PC ada di dalam ternyata," ujar Ronny.
Menurutnya proses rapat di Saguling terlalu cepat hingga sampai di TKP.
Saat ditanya bagaimana kondisi dan keadaan Putri Candrawathi saat rapat di rumah di Saguling sebelum eksekusi, menurut Ronny, dari keterangan Bharada E, Putri Candrawathi menangis.
"Klien saya menyampaikan bahwa waktu kejadian sebelum ekseksi itu, Ibu PC dalam keadaan yang menangis. Kemudian Bapak FS ini dalam keadaan marah. Nanti detailnya ini kan menjadi nota pembelaan di pengadilan," katanya.
Sementara itu, mengutip Kompas.com, kondisi Bripka Ricky Rizal (RR) yang menjadi salah satu tersangka kasus dugaan pembunuhan Brigadir J atau Nofriansyah Yosua Hutabarat dilaporkan merasa lebih lega setelah mengubah keterangannya kepada penyidik.
"Dia (Bripka RR) sudah plong saja," kata kuasa hukum Bripka RR, Erman Umar, dalam wawancara dengan News Update Kompas.com, Selasa (13/9/2022).
Erman mengatakan, RR memang sempat berniat untuk mengajukan permohonan perlindungan dan menjadi justice collaborator kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
Akan tetapi, kata Erman, saat ini permohonan perlindungan ke LPSK bukan menjadi prioritas RR.
"Setelah terakhir-terakhir dia bertemu keluarga, setelah dia menyampaikan mungkin menurut faktanya sudah dia sampaikan, dan juga dia belum merasa tertekan atau diancam," ucap Erman.
Menurut Erman, Bripka RR secara inisiatif mengubah keterangan dalam pemeriksaan sebelum ditemui istri dan adiknya di tahanan.
"Jadi berarti sudah ada kemauan sendiri dari RR, mungkin juga melihat dukungan publik, institusi Polri, mungkin internal penyidik mengimbau juga," ucap Erman.
Erman sebelumnya mengakui kliennya mengubah keterangan dalam berita acara pemeriksaan (BAP).
Penyebabnya adalah keterangan Bripka RR yang sebelumnya mendukung skenario peristiwa penembakan terhadap Yosua yang dirancang oleh Irjen Ferdy Sambo.
Menurut Erman, Bripka RR kemudian memutuskan membuat keterangan yang sesuai fakta peristiwa berdarah itu.
Dalam keterangan terkini, kata Erman, Bripka RR mengaku sempat diminta oleh Ferdy Sambo untuk menembak Yosua.
Alasannya adalah karena saat itu Sambo menyatakan istrinya, Putri Candrawathi, dilecehkan oleh Yosua.
Akan tetapi, kata Erman, kliennya saat itu menolak menembak Yosua dengan alasan tidak siap mental.
Bripka RR, kata Erman, juga tidak melihat apakah Sambo turut menembak Yosua. Namun, kata Erman, kliennya mengaku melihat Sambo menembak ke arah dinding rumah setelah penembakan Yosua terjadi.
Selain itu, kata Erman, kliennya juga sempat dijanjikan akan diberi uang oleh Sambo sebesar Rp 500 juta setelah kejadian itu.
Dalam pemeriksaan tambahan pada Selasa (13/9/2022), kata Erman, Bripka RR kembali ditanyai oleh penyidik tentang kronologi yang menyebabkan Yosua dibunuh.
Dia mengatakan, Bripka RR kembali menceritakan runutan peristiwa mulai dari peristiwa perselisihan antara mendiang Yosua dengan Kuat Ma'ruf, yang juga menjadi tersangka, di rumah pribadi Sambo di Magelang, Jawa Tengah.
Setelah itu, kata Erman, Bripka RR juga menceritakan perjalanan pulang mengantarkan istri Sambo, Putri Candrawathi, dari Magelang hingga kembali ke rumah pribadi mereka di Jalan Saguling III, Duren Tiga, Jakarta, hingga kejadian penembakan terhadap Yosua di rumah dinas Sambo di Kompleks Polri Duren Tiga pada 8 Juli 2022.
"Jadi masalah yang dibahas atau ditanyakan adalah hal-hal yang sudah dia ubah, tapi mungkin pendalaman dan menguji konsistensi. Mungkin itu yang dimaksud Kejaksaan itu supaya pertanyaan itu kembali diperkuat dengan jawaban," ucap Erman.(*)