Gridhot.ID - Peperangan antaran Rusia dan Ukraina hingga detik ini masih terus memanas.
Dikutip Gridhot dari Tribun WOW, peperangan tersebut melebar ke mana-mana hingga membuat dunia mengalami krisis.
Selain krisis pangan, dunia kini juga mengalami krisis energi akibat peperangan ini.
Jokowi pun sudah mendapat bocoran dari PBB kalau beberapa tahun ke depan kondisi dunia akan penuh ketidak stabilan.
Namun siapa sangka, ternyata ada ancaman lain selain perang Rusia Ukraina.
Belum selesai dengan perang di Ukraina, yang tak ada habisnya, sebuah kabar terbaru menyebutkan ada wacana perang bakal terjadi di Asia.
Dikutip Gridhot dari Intisari, hal ini bahkan dibocorkan langsung oleh agen mata-mata CIA.
Wakil Direktur CIA David Cohen mengatakan bahwa Presiden China Xi Jinping ingin militernya mampu merebut Taiwan pada tahun 2027, menurut seorang koresponden CNN.
Namun, Cohen dilaporkan telah mengatakan bahwa badan tersebut masih percaya China menginginkan reunifikasi damai dengan pulau itu.
Pernyataan Cohen dilaporkan oleh jurnalis CNN Katie Bo Lillis, yang mengatakan bahwa Xi tidak mempersiapkan invasi tertentu ke Taiwan.
Melainkan menginginkan kemampuan untuk mengambil kendali Taiwan dengan paksa.
"Dia belum membuat keputusan untuk melakukan itu, tetapi dia telah meminta militernya untuk menempatkan dia pada posisi di mana jika itu yang dia ingin lakukan, dia akan bisa," kata Cohen mengutip Lillis.
"Masih penilaian (Komunitas Intelijen) secara keseluruhan bahwa kepentingan Xi di Taiwan adalah untuk mendapatkan kendali melalui cara-cara nonmiliter," katanya.
Beijing telah secara terbuka menyatakan bahwa mereka bermaksud untuk menyatukan kembali Taiwan dengan daratan China dengan cara damai.
Dalam sebuah buku putih yang diterbitkan pada bulan Agustus.
Pemerintah China menegaskan komitmen ini untuk cara-cara non-militer, tetapi mencadangkan opsi untuk mengambil semua tindakan yang diperlukan.
Taiwan menolak pendekatan "satu negara, dua sistem" yang ditetapkan dalam buku putih itu.
Dengan Taipei menyatakan bahwa hanya rakyat Taiwan yang akan memutuskan masa depan mereka.
Taiwan telah memerintah sendiri sejak pasukan nasionalis yang dipimpin oleh Chiang Kai-shek melarikan diri ke pulau itu pada tahun 1949, setelah mereka kalah perang saudara dari Komunis.
Pemerintah AS telah secara resmi mengakui, tetapi tidak mendukung, kedaulatan China atas Taiwan sejak tahun 1970-an.
Ketegangan di Selat Taiwan mencapai titik didih bulan lalu, menyusul kunjungan Ketua DPR AS Nancy Pelosi ke Taipei.
Dengan Pelosi menjadi anggota partai politik Presiden AS Joe Biden dan berada di urutan kedua dalam garis suksesi presiden, China menganggap kunjungan itu sebagai dukungan diam-diam atas kemerdekaan Taiwan, dan menanggapinya dengan meluncurkan latihan militer skala besar di sekitar Taiwan.
Kapal perang AS menjawab latihan ini dengan berlayar melalui selat, sementara Taiwan mengadakan latihan militernya sendiri.
(*)