Gridhot.ID - Kasus dugaan gratifikasi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe masih bergulir.
Sudah 2 kali pemanggilan, Lukas Enembe tak juga memenuhi pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
MengutipKompas.com, istri Lukas Enembe, Yulce Wenda, beserta sang anak, Astract Bona Timoramo juga menolak untuk memberikan keterangan sebagai saksi kepada KPK.
Demikian disampaikan Petrus Bala Pattyona selaku ketua tim hukum Lukas Enembe kepada wartawan di Kota Jayapura, Papua, Rabu (5/10/2022) malam.
"Keduanya dipanggil sebagai saksi hari ini, tapi istri dan anak gubernur memilih tidak hadir dan memberikan keterangan, sebab memiliki hubungan keluarga inti dengan Lukas Enembe," ujar Petrus.
Menurut dia, penolakan itu merupakan salah satu hak masyarakat sesuai dengan KUHP Pasal 168 dan Pasal 35 UU Tipikor yang menjelaskan, orang yang mempunyai hubungan perkawinan suami, istri, anak atau terikat pekerjaan selaku atasan, bawahan mempunyai hak menolak pemeriksaan untuk didengar keterangan sebagai saksi.
Namun Petrus mengaku sudah menanyakan langsung kepada Yulce dan Bona terkait tuduhan gratifikasi Lukas Enembe senilai Rp 1 miliar.
"Ketika kami bertanya apakah istri dan anak gubernur tahu soal transferan Rp 1 miliar, beliau gubernur mengaku tidak mengerti apa-apa, sebab pada 1 Mei 2020 Bona sedang berada di Australia," kata dia.
Selain itu, Petrus juga menyatakan, baik Yulce maupun Bona, merasa terganggu dengan pemblokiran sejumlah rekening yang dilakukan PPATK terhadap sejumlah rekening yang diduga berhubungan dengan Lukas.
Sebab, menurut Petrus, salah satu rekening yang diblokir adalah milik Yulce.
"Mungkin akibat inilah istri dan anak gubernur enggan memberikan keterangan, apalagi soal transfer Rp 1 miliar sama sekali tidak diketahui," tutur Petrus.
Sebagai informasi, Lukas Enembe sejak 5 September 2022 telah ditetapkan sebagai tersangka kasus gratifikasi senilai Rp 1 miliar.
Selain dilarang bepergian ke luar negeri, beberapa rekening sebesar Rp 71 miliar yang diduga terkait dengan Lukas telah diblokir oleh PPATK.
KPK telah memanggil Lukas sebagai tersangka pada 12 September lalu, namun ia tidak hadir karena sakit.
Kemudian KPK telah mengirim surat panggilan kedua kepada Lukas agar yang bersangkutan hadir untuk diperiksa di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada 25 September 2022 dan ia kembali tidak hadir karena alasan kesehatan.
Pihak Lukas juga sudah mengajukan permohonan agar KPK memberikan izin kepada yang bersangkutan untuk berobat ke Singapura.
Bahkan dalam suatu kesempatan, Lukas mengatakan dirinya tidak akan bertolak ke Jakarta untuk memenuhi panggilan KPK.
Dia malah meminta tim KPK untuk melakukan pemeriksaan di kediamannya di Jayapura, Papua.
Terkini Lukas telah membentuktim hukum dan pengacara sebagai upaya menghadapi kasus dugaan korupsi yang menjeratnya.
Melansir Tribunnews.com, kuasa hukum Lukas, Roy Rening menjelaskan, tim pengacara yang berjumlah 40 orang itu sudah terbentuk secara nasional di Jakarta.
Nantinya, 40 advokat tersebut akan memberikan pembelaan dan perlindungan hukum kepada Lukas .
"40 pengacara itu untuk membela hak-hak dan memberikan perlindungan hukum terhadap hak-hak Gubernur Lukas Enembe," kata Roy kepada wartawan di Kota Jayapura, Papua, Rabu (5/10/2022) malam.
Sebab menurut Roy, penetapan Lukas sebagai tersangka kasus dugaan gratifikasi oleh KPK dianggap tidak wajar.
"Kita melihat bahwa ada hal-hal yang tidak wajar ketika ditetapkan sebagai tersangka," ungkapnya.
Roy menuturkan, tim hukum dan advokasi orang nomor satu di Papua itu nantinya akan dipimpin oleh Petrus Bala Pattyona.
Ia mengungkapkan, Petrus juga telah bertemu Lukas untuk melihat secara langsung kondisi kesehatan Gubernur Papua 2 periode itu.
"Tadi sudah bertemu dengan pak Gubernur, dia menyaksikan sendiri kondisi dan keadaan hari ini," imbuh Roy.
Sementara itu, Petrus mengakui kondisi kesehatan Lukas yang saat ini kurang baik dan masih sulit berbicara.
Kendati demikian, Petrus menuturkan, Lukas bersedia menjalani pemeriksaan KPK ketika sudah sehat nanti.
"Beliau bersikap, kalau sudah sehat, maka akan menjalani pemeriksaan dan pemeriksaannya hanya di Jayapura," ujarnya.
(*)