Find Us On Social Media :

Mayatnya Ditemukan Terdampar di Pantai, Anak Tokoh Penting KKB Papua Filep Karma: Saya Ditelepon, dan Saat Tiba Menemukan Bapa Meninggal Dunia

TPNPB-OPM atau KKB Papua menduga Filep Karma tewas dieksekusi intelijen yang menyamar sebagai penyelam.

Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 1 November 2022, Filep Karma lahir di Biak pada 14 Agustus 1959. Dia berasal dari keluarga terpandang di daerah bergolak, Papua.

Ayahnya, Andreas Karma menjadi Wakil Bupati Jayapura pada 1968 hingga 1971, dan menjabat Bupati Wamena pada 1970-an serta Bupati Serui pada 1980-an.

Filep Karma menamatkan sekolah menengah di Jayapura pada 1979 dan kemudian melanjutkan kuliah ilmu politik di Universitas Sebelas Maret di Surakarta, Jawa Tengah.

Dia lulus pada 1987 dan bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Departemen Pendidikan dan Pelatihan Jayapura.

Baca Juga: Primbon Jawa Mengungkap Arti Kedutan di Area Tangan, Ada Pertanda Kurang Bagus

Pada 1997, Filep Karma mendapatkan beasiswa untuk kuliah selama setahun di Asian Institute of Management, Manila, Filipina.

Memori tentang kekejaman militer Indonesia di tanah kelahirannya, ditambah pendidikan yang didapatkan, membuat Filep tergerak untuk menyuarakan kemerdekaan Papua sepulang dari Manila pada 1998.

Dalam perjuangannya menyuarakan kemerdekaan Papua, Filep Karma memilih menggunakan cara-cara damai dan tanpa kekerasan.

Dalam buku Seakan Kitorang Setengah Binatang (2014), Filep Karma menulis bahwa Manila telah mengubah konsep perjuangannya.

Awalnya Filep berpikir harus bergabung dalam Organisasi Papua Merdeka (OPM) untuk memperjuangkan cita-citanya, atau masuk ke hutan dan memanggul senjata.

"Tapi ternyata tidak harus demikian. Gerakan bersenjata memang salah satu sisi perjuangan tapi ada sisi lain juga berjuang dengan damai, tidak harus membunuh, tidak harus menembak orang," tulis Filep Karma.

Filep Karma meyakini kemerdekaan Papua dapat diperjuangkan dengan damai di tengah-tengah komunitas tanpa perlu bersembunyi di dalam hutan.

Baginya, menuntut hak harus dilakukan tanpa menindas hak orang lain.

"Kitorang menuntut hak tanpa menindas hak orang lain, tapi kitorang punya kebebasan untuk menyampaikan kitorang punya pendapat dan sepantasnya itu didengar oleh pihak lain," tuturnya.

(*)