Gridhot.ID -Layanan pinjaman online (pinjol) memang kini semakin naik penggunanya.
Pinjaman online merupakan salah satu solusi bagi masyarakat yang membutuhkan bantuan dana secara cepat.
Mudahnya pencairan dana dengan aturan yang tak rumit membuat masyarakat lebih memilih pinjaman online ketimbang bank konvensional.
Namun, dengan kemudahan yang ditawarkan oleh pinjaman online, terdapat beberapa kekurangan terkait pinjaman dana ini.
Salah satunya adalah mengeliminasi pertemuan fisik untuk memverifikasi legal atau tidaknya sebuahpinjol.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) memberikan 5 poin yang perlu masyarakat perhatikan untuk menghindari modus palsu atau modus jahat yang memanfaatkan pinjamanonline.
Melansir Kompas TV, Dirjen Aplikasi Informatika Kominfo Semuel Abrijani Pengarepan juga mengimbau masyarakat untuk membiasakan diri melindungi data pribadi agar tak disalahgunakan pihak tak bertanggung jawab.
"Kominfo meminta masyarakat untuk mewaspadai ragam modus penipuan pinjamanonlineyang biasanya terjadi di ruang digital, sepertiphising, pharming, sniffing, money mule, dansocial engineering," jelasnya,Kamis (19/8/2021).
Berikut 5 poin modus jahat yang digunakan penipu dan memanfaatkan pinjaman online menurut Kominfo.
Phising
Modus penipuan berkedokpinjamanonlineberupa phising atau pengelabuandilakukan oleh orang yang mengaku-aku dari lembaga resmi.
Modus yang digunakan orang tersebut memanfaatkan telepon, surel, hingga pesan teks.
Phraming handphone
Semuel mengatakan, modus ini memanfaatkan situs palsu yang menjadi target penipu kepada para korbannya.
Ketika korban mengklik situs ini, nantinya entri data akan masuk dan tersimpan dalam bentuk cache.
Sniffing
Modus ini digunakan penipu untuk meretas dan mengumpulkan informasi yang ada pada perangkat korban.
Biasanya penipu memanfaatkan aplikasi ilegal dalam modus ini.
Money mule
Semuel menjelaskan,modus keempat yang digunakan penipu adalahmoney mule.
Dengan metode ini, korban akan menerima kiriman uang ke rekeningnya dari penipu.
Penipu akan mengontak korban untuk menyerahkan uang tersebut ke orang lain.
Social engineering
Modus terakhir adalah social engineering yang memanfaatkan psikologi korban.
Pelaku akan menyaru sebagai seseorang dari sebuah perusahaan resmi dan meminta korban memberikan datanya.
Semuel mengatakan, pelaku bisa mengambil kodeone time password(OTP) ataupasswordkarena sudah memahami kebiasaantargetnya.
Aktivitas ini sering membuat masyarakat tidak sadar telah membagikan data-data yang seharusnya perlu dijaga.
Ciri-ciri Pinjol Ilegal
Sementara itu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengimbau masyarakat untuk selalu memanfaatkan layanan pinjol legal jika membutuhkan dana.
Mengutip Kompas.com, Ketua Umum Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) sekaligus Co-Founder & CEO Investree, Adrian Gunadi menjelaskan, dalam kodnisi ekonomi yang sulit, masyarakat mudah tergiur untuk mengambil tawaran yang sebetulnya direkayasa secara sengaja menjadi produk atau layanan yang menarik oleh para oknum penipuan.
"Saya imbau masyarakat untuk berhati-hati dalam menerima tawaran dari perusahaan fintech lending karena sudah banyak dari kita yang yang menjadi korban penipuan mengatasnamakan fintech lending," ujar Adrian dalam keterangannya, Kamis (7/1/2021).
Seiring dengan semakin maraknya aktivitas fintech lending yang tidak terdaftar maupun berizin di OJK, masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan supaya tidak terjebak dan berurusan dengan layanan pinjol ilegal.
Adrian pun membagikan tips untuk masyarakat bisa membedakan antara pinjol ilegal dan legal, sehingga diharapkan bisa waspada dan tidak terjebak dengan penipuan fintech lending ilegal.
Berikut adalah ciri-ciri pinjol ilegal yang harus dihindari oleh masyarakat umum dan pelaku bisnis:
- Perusahaan tidak memiliki izin dari OJK
- Perusahaan tidak terdaftar sebagai anggota AFPI, yang merupakan asosiasi resmi menaungi industri fintech lending
- Perusahaan fintech memberikan biaya dan denda yang sangat besar dan tidak transparan
- Perusahaan fintech tidak tunduk pada Peraturan OJK (POJK) dan berpotensi tidak tunduk pada peraturan dan undang-undang lain yang berlaku
- Perusahaan fintech belum memiliki pengalaman dalam menyelenggarakan operasi fintech
- Perusahaan fintech tidak mengikuti tata cara penagihan yang beretika dan sesuai aturan
- Sering terjadi penagihan dengan cara-cara kasar, cenderung mengancam, tidak manusiawi, dan bertentangan dengan hukum
(*)