Bharada E Disebut Tak Bisa Dipidana, Pakar Hukum Minta Hakim dan Jaksa Berani Bebaskan Richard Eliezer dari Dakwaan: Di KUHP Jelas

Selasa, 27 Desember 2022 | 18:25
KompasTV

Sosok Bharada E yang ikut terseret skenario pembunuhan Brigadir J oleh Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi.

GridHot.ID - Bharada E alias Richard Eliezer kembali menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Senin (26/12/2022) lalu.

Terkait kasus ini, Richard Eliezer didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal dan Kuat Ma'ruf.

Richard diberikan kesempatan menghadirkan saksi atau ahli yang meringankan setelah saksi dan ahli yang dihadirkan jaksa penuntut umum (JPU) telah selesai.

Mengutip Kompas TV, Jaksa penuntut umum (JPU) mempertanyakan moral terdakwa Richard Eliezer atau Bharada E dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana terhadap Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin (26/12/2022).

Sebab, kata jaksa, Bharada E disebut taat dalam beribadah, namun nyatanya tetap menembak Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J hingga meninggal dunia.

Demikian hal itu disampaikan jaksa kepada Guru Besar Filsafat Moral, Romo Magnis Suseno, selaku saksi ahli yang meringankan Bharada E dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J tersebut.

"Terdakwa ini orang yang sangat rajin dalam melaksanakan kegiatan spritualnya. Dalam fakta persidangan dari awal hingga sekarang ini tidak ada dendam pribadi antara terdakwa dengan korban (Brigadir J), tetapi terdakwa ini melakukan penembakan hingga korban meninggal dunia," kata jaksa.

Setelah itu, jaksa membacakan potongan ayat dalam Surat Matius yang ada di kitab Injil. Dalam Ayat itu, disebutkan bahwa seorang umat dilarang membunuh umat lainnya.

"Dalam Matius 5 Ayat 21 A 'kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek moyang kita. Jangan membunuh, siapa membunuh harus dihukum'," kata jaksa.

"Harusnya, kalau menurut pendapat tadi bahwa dia orangnya yang rajin atau yang taat dalam spritual, harusnya dia tahu Ayat ini. Tolong dijelaskan Prof."

Menanggapi penjelasan Jaksa, Romo Magnis menjelaskan, dalam agama memang tidak pernah diajarkan dan diperbolehkan seorang umat membunuh umat yang lain.

Baca Juga: Romo Magnis Sebut Bharada E Tidak Sepenuhnya Salah Meski Eksekusi Brigadir J: Dia Tidak Tahu Mana yang Ditaati

Namun, Romo Magnis menilai, dalam peristiwa penembakan Brigadir J, perbuatan yang dilakukan Bharada E semata-mata hanya menuruti perintah atasannya, Ferdy Sambo.

"Cukup jelas motivasi perbuatan itu bukan suatu motivasi pribadi sama sekali, tetapi pelaksanaan perintah dari yang berhak memberi perintah, di mana seharusnya dia (pemberi perintah) tahu perintah itu tidak (untuk) dilaksanakan," ujar Romo Magnis.

Menurut Romo Magnis, tindakan Bharada E yang menembak Brigadir J hingga tewas lantaran tengah berada dalam posisi tertekan.

Selain itu, ia berpandangan bahwa Bharada E juga dalam posisi kebingungan. Sebab, ia diperintah oleh Ferdy Sambo yang mempunyai kewenangan untuk memberikan perintah.

"Di dalam situasi di bawah pressure-nya dia (Bharada E) juga tidak akan memikirkan sikap Yesus yang dikatakan Yesus tadi,” ujar Romo Magnis.

“Dia hanya 'Aku harus melakukan apa?' Saya (Bharada E diperintah) oleh orang yang di atas kuasa, (Ferdy Sambo) suruh itu (menembak), lalu dia tembak.”

Dalam kasus ini, Richard Eliezer didakwa melakukan pembunuhan berencana terhadap Brigadir J bersama Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, dan Kuat Ma'ruf.

Berdasarkan dakwaan jaksa, Richard Eliezer menembak Brigadir J atas perintah Ferdy Sambo yang kala itu masih menjabat Kadiv Propam Polri.

Peristiwa pembunuhan Yosua disebut terjadi lantaran adanya cerita sepihak dari istri Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, yang mengaku dilecehkan Yosua di Magelang pada 7 Juli 2022.

Karena informasi itu, Ferdy Sambo kemudian marah dan merencanakan pembunuhan terhadap Yosua yang melibatkan Richard, Ricky, dan Kuat di rumah dinasnya di Kompleks Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan pada 8 Juli 2022.

Akibat Brigadir J tewas, Ferdy Sambo, Putri, Richard, Ricky dan Kuat didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider Pasal 338 KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo Pasal 56 ke-1 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).

Baca Juga: Tohok Kubu Ferdy Sambo, LPSK Beri Jawaban Ini Setelah Status Justice Collaborator Bharada E Diragukan, Singgung Bukti Foto di Persidangan

Kelima terdakwa tersebut terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.

Sementara itu, dilansir dari tribunnewsbogor.com, pakar hukum pidana, Asep Iwan Iriawan mengungkapkan terdakwa kasus pembunuhan berencana Brigadir J, Bharada Richard Eliezer alias Bharada E tidak bisa dipidana.

Asep menjelaskan dalam sudut pandang hukum pidana, ada dua alasan terkait status vonis dari seorang terdakwa yaitu status peringan dan penghapus.

Namun, dalam konteks status vonis terhadap Bharada E, Asep menegaskan mantan ajudan Ferdy Sambo itu tidak bisa dipidana karena menjalankan perintah jabatan.

Asep pun memperkuat pendapatnya dengan mengutip Undang-Undang (UU) KUHP Pasal 51 ayat 1 yang berbunyi “barang siapa melakukan untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberikan penguasa, tidak dipidana”.

“Di KUHP itu jelas, orang yang memerintahkan ( Ferdy Sambo) itu yang bertanggung jawab, yang diperintahkan ( Bharada E) hanyalah alat,” jelas Asep dalam tayangan Primetime News di YouTube metrotvnews, Senin (26/12/2022).

Menurutnya, dengan adanya Pasal 51 ayat 1 dalam KUHP inilah yang membuat hakim harus memiliki keberanian untuk memutuskan Bharada E dibebaskan dari segala dakwaan.

“Hakim dan Jaksa harus berani mengambil kesimpulan yaitu tuntutannya bebaskan Eliezer,” tegasnya.

Keterangan Saksi Ahli Meringankan soal Relasi Kuasa Bharada E dan Ferdy Sambo

Sebelumnya, pada persidangan yang digelar pada Senin (26/12/2022), Bharada E kembali menjalani sidang lanjutan dengan menghadirkan tiga saksi ahli yang meringankan yaitu pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel; ahli filsafat sekaligus Direktur Sekolah Tinggi Ilmu Filsafat (STF) Driyakara, Romo Magnis Suseno; dan ahli psikolgi klinis dewasa, Liza Marielly Djaprie.

Dalam menyampaikan keterangannya, Romo Magnis menjelaskan bahwa ada dua unsur meringankan Bharada E dalam kasus yang menjeratnya yaitu pertama, kedudukan Richard sebagai anggota Polri berpangkat rendah yakni Bharada.

Baca Juga: Bharada E Disebut Doyan Tawuran, Karakter Masa Lalu Richard Eliezer Dibongkar Sosok Ini: Dari Kecil Patuh

Menurutnya, relasi kuasa berupa perbedaan pangkat yang begitu jauh antara Bharada E dan Ferdy Sambo membuat adanya keterpaksaan untuk melaksanakan perintah eks Kadiv Propam Polri tersebut.

“Budaya laksanakan (perintah) itu adalah unsur yang paling kuat,” jelas Romo.

Perbedaan pangkat inilah yang juga membuat adanya dilema moral terhadap Bharada E untuk melaksanakan perintah Ferdy Sambo menembak Brigadir J.

Unsur meringankan yang kedua adalah adanya kerterbatasan waktu berpikir saat Bharada E memperoleh perintah dari Ferdy Sambo yang saat itu merupakan jenderal bintang dua.

Keterbatasan berpikir ini, kata Romo, membuat Bharada E mengalami kebingungan antara ingin melaksanakan atau menolak perintah dari Ferdy Sambo untuk menembak Brigadir J.

“Dia ( Bharada E) harus langsung bereaksi. Itu dua faktor yang secara etis yang meringankan,” katanya.

“Kebebabasan hati untuk mempertimbangkan dalam waktu berapa detik mungkin tidak ada,” lanjut Guru Besar Ilmu Filsafat tersebut.

Sementara menurut Reza, Bharada E bisa bebas separuh dari hukuman yang dijatuhkan karena adanya tekanan dalam melakukan penembakan.

Menurutnya, Bharada E saat melakukan penembakan berada dalam kondisi memahami apa yang diperbuatnya (cognitive competence).

Namun, Reza juga menganggap Bharada E berada dalam momen berada dalam tekanan berulang kali dari Ferdy Sambo untuk menembak tetapi enggan untuk melakukannya atau policial competence.

“Ketika cognitive competence-nya ada sementara kehendaknya (policial competence) katakanlah tidak ada, maka boleh jadi yang bersangkutan ( Bharada E) masuk dalam kategori partialy responsible atau bertanggungjawab separuh atas perbuatannya,” ujar Reza.

Baca Juga: Bharada E Rayakan Natal di Balik Jeruji Besi, Pengacara Sampai Lakukan Ini untuk Menghibur Richar Eliezer

Pada kesempatan yang sama, Liza menyebut Bharada E memiliki level kepatuhan yang tinggi terhadap Ferdy Sambo.

Pernyataannya ini berdasarkan tes psikologi klinis yang dilakukannya terhadap Bharada E.

“Dari hasil tes tersebut, terlihat bahwa Richard Eliezer mempunyai level kepatuhan yang sangat tinggi sehingga dia punya kerentanan khusus, kecenderungan tertentu untuk patuh terhadap lingkungan,” jelasnya.

Sebagai informasi, Bharada E merupakan salah satu dari empat terdakwa kasus pembunuhan Brigadir J yaitu Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, dan Kuat Maruf.

Mereka didakwa pasal 340 subsidair pasal 338 juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 dengan ancaman hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara paling lama 20 tahun.(*)

Tag

Editor : Desy Kurniasari

Sumber TribunnewsBogor.com, Kompas TV