Gridhot.ID - Geger terkait peraturan pajak baru yang baru saja diungkapkan Sri Mulyani tentang pajak penghasilan.
Dikutip Gridhot dari Tribun Jabar, Sri Mulyani menjelaskan bahkan mereka yang bergaji Rp5 juta akan dikenakan pajak 5%.
Jika semula penghasilan sampai dengan 50 juta rupiah setahun dikenai tarif 5 persen, maka sekarang tarif 5 persen dikenakan untuk rentang penghasilan sampai dengan 60 juta rupiah setahun.
“Dengan ini kami tegaskan, untuk gaji 5 juta per bulan (60 juta rupiah setahun) tidak ada skema pemberlakuan pajak baru atau tarif pajak baru. Orang yang masuk kelompok penghasilan ini dari dulu sudah kena pajak dengan tarif 5%,” kata Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Neilmaldrin Noor.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati pun menegaskan bahwa tak ada perubahan terkait pungutan pajak untuk orang berpenghasilan Rp 5 juta per bulan.
Pada tahun lalu, terjadi perubahan pungutan Pajak Penghasilan (PPh) 21 seiring terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan atau UU HPP. Aturan ini mengganti UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.
Meski demikian, perubahan lapisan penghasilan kena pajak (PKP) per tahun dalam UU HPP tidak mengubah besaran pungutan pajak bagi orang pribadi dengan gaji hingga Rp 5 juta per bulan.
"Untuk gaji 5 juta tidak ada perubahan aturan pajak," ungkap Sri Mulyani dalam akun Instagramnya @smindrawati, Selasa (3/1/2023).
Dalam UU HPP ditetapkan ada 5 lapisan penghasilan kena pajak (PKP) per tahun. Terdiri dari PKP sampai dengan Rp 60 juta dikenai tarif PPh 5 persen, PKP Rp 60 juta-Rp 250 juta dikenai tarif PPh 15 persen, PKP Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenai tarif PPh 25 persen, PKP Rp 500 juta-Rp 5 miliar dikenai tarif PPh 25 persen, dan PKP di atas Rp 5 miliar dikenai tarif PPh 35 persen.
Aturan baru berbeda dengan aturan sebelumnya dalam UU 36 Tahun 2008 yang hanya mencakup 4 lapisan PKP per tahun. Terdiri dari PKP Rp 50 juta dikenai tarif PPh 5 persen, PKP Rp 50 juta-Rp 250 juta dikenai tarif PPh 15 persen, PKP Rp 250 juta-Rp 500 juta dikenai tarif PPh 25 persen, dan PKP di atas Rp 500 juta dikenai tarif PPh 30 persen.
Maka, dengan perubahan lapisan itu, kini PPh mulai dipungut dari pekerja dengan penghasilan Rp 60 juta setahun atau Rp 5 juta per bulan, berbeda dari sebelumnya yang mulai dipungut dari pekerja dengan penghasilan Rp 50 juta per tahun atau sekitar Rp 4,1 juta per bulan.
Perubahan itu dinilai menguntungkan bagi karyawan karena batas penghasilan terbawah yang dikenakan pajak semakin tinggi, sekaligus menunjukkan tidak terjadinya kenaikan tarif PPh bagi karyawan.
Dengan demikian, jika karyawan berpenghasilan Rp 5 juta per bulan dengan kondisi lajang atau belum berkeluarga, besaran pajak yang dibayarkan akan tetap sama baik menurut aturan baru UU HPP maupun aturan lama UU 36/2008.
Hitungannya, gaji setahun dikurangi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) yakni sebesar Rp 54 juta. Hasil pengurangan itu kemudian dikenakan PPh berdasarkan tarif pada lapisan PKP yang ditetapkan pemerintah.
Rp 5 juta (penghasilan sebulan) x 12 bulan = Rp 60 juta (penghasilan setahun)Rp 60 juta - Rp 54 juta (PTKP) = Rp 6 juta (penghasilan yang dikenai PPh)Rp 6 juta x 5 persen (PKP lapisan pertama) = Rp 300.000 (PPh yang dibayar per tahun)"Jadi (PPh yang dibayar per tahun) sebesar Rp 300.000 per tahun atau Rp 25.000 per bulan. Artinya pajaknya 0,5 persen, bukan 5 persen," jelas Sri Mulyani.
Dengan hitungan tersebut, maka pajak yang harus dibayarkan perbulan tak sampai setara tiga liter Pertalite.
"Kalau anda sudah punya istri dan tanggungan 1 anak. Gaji Rp 5 juta per bulan, tidak kena pajak," imbuh bendahara negara itu.
Malahan, lanjut dia, perubahan lapisan tarif PPh itu justru membuat kenaikan tarif PPh bagi orang kaya atau yang memiliki penghasilan lebih dari Rp 5 miliar per tahun.
"Untuk yang punya gaji di atas Rp 5 miliar per tahun, bayar pajaknya 35 persen (naik dari sebelumnya 30 persen). Itu kita-kira pajaknya bisa mencapai Rp 1,75 miliar setahun! Besar ya..," tulis dia.
Sri Mulyani pun menyebutkan bahwa untuk usaha kecil yang omzet penjualan di bawah Rp 500 juta per tahun maka bebas pajak. Sedangkan untuk perusahaan besar yang mendapat keuntungan membayar pajak 22 persen.
Ia bilang, skema pajak tersebut sebagai upaya pemerintah mewujudkan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, uang yang didapat dari pungutan pajak juga dikembalikan ke masyarakat melalui berbagai program pemerintah.
Mulai dari pembangunan jalan raya, kereta api, internet, pesawat tempur, kapal selam, gaji prajurit dan polisi, hingga guru dan dokter.
"Mereka yang kemampuannya kecil dan lemah dibebaskan pajak, bahkan dibantu berbagai bantuan sosial, subsidi, tunjangan kesehatan, beasiswa pendidikan, dan lain-lain. Mereka yang kuat dan mampu, bayar pajak," tutup Sri Mulyani.
(*)