GridHot.ID - Seorang anggota Provost bernama Bripka Madih tiba-tiba mendadak ramai dibicarakan.
Polisi yang sehari-hari bekerja di wilayah hukum Polres Jakarta Timur itu mengaku menjadi korban pemerasan.
Ironisnya, Bripka Madih diperas oleh rekan seprofesinya, ketika dirinya mau melapor terkait permasalahan penyerobotan tanah orangtuanya di Polda Metro Jaya 2011.
Melansir Kompas.com, Polda Metro Jaya buka suara soal kasus polisi peras polisi dalam dugaan sengketa lahan yang diungkapkan Bripka Madih beberapa hari lalu.
Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (3/2/2023) memberikan penjelasan soal kasus tanah Bripka Madih.
Sebelumnya, Bripka Madih, anggota Provos Polsek Jatinegara viral lantaran mengaku diperas polisi saat melaporkan dugaan penyerobotan lahan milik orangtuanya di Bekasi oleh sebuah perusahaan.
Namun saat melapor, Bripka Madih mengaku diperas Rp 100 juta dan dimintai lahan 1.000 meter oleh salah satu anggota Polda Metro Jaya berinisial TG untuk biaya penyidikan.
Berikut duduk perkara Bripka Madih yang mengaku lahan milik orangtuanya dikuasai pihak lain.
Proses jual beli lahan
Madih sempat melontarkan pernyataan bahwa lahan milik orangtuanya dikuasai sebuah perusahaan dan ia menduga ada perbuatan melawan hukum di balik kejadian ini.
Namun Truno mengatakan lahan yang dipermasalahkan Madih ternyata sudah berpindah tangan melalui proses jual beli beberapa tahun silam.
Ia menyampaikan bahwa telah terjadi jual beli dengan sembilan akta jual beli (AJB) dan ada sisa lahan atau tanah dari girik 191 seluas 4.411 meter.
"Jadi yang telah dikaitkan dengan AJB seluas 3.649,5 meter. Artinya, sisanya hanya sekitar 516,5 meter. Dalam hal ini (pemeriksaan jual beli) dilakukan oleh Infafis Seksi Identifikasi," ujar Truno.
Penelusuran Polda Metro Jaya juga mendapati fakta lain bahwa cap jempol pada AJB identik melalui metode dark teloscopic cap.
Padahal, sebelumnya Madih mengaku AJB yang dipermasalahkan statusnya tidak sah karena tidak ada cap jempol.
"Ini fakta hukum yang didapat oleh penyidik," tandas Truno.
Disebutkan juga bahwa Tonge selaku ayah Wadi telah menjual lahan miliknya pada tahum 1979-1992.
Berkaca dari tahun penjualan lahan, didapati fakta bahwa Madih masih berusia kecil karena ia lahir pada tahun 1978.
Truno menambahkan, penyidik Polda Metro Jaya sudah melakukan penelusuran dan tidak ditemukan perbuatan melawan hukum dalam jual beli lahan.
Dilansir dari Wartakotalive.com, setelah mengaku dimintai uang Rp100 juta oleh penyidik Polda Metro Jaya (PMJ) saat melaporkan penyerobotan lahan keluarganya, anggota Provos Polsek Jatinegara Bripka Madih kini mendapat serangan balik dari internal kepolisian.
Sejumlah serangan balik itu mulai dari tudingan pelanggaran kode etik dan ujaran kebencian, hingga mengekspose kembali kasus dugaan KDRT oleh Bripka Madih ke istrinya yang terjadi sudah lama.
Belakangan juga, Polda Metro Jaya menyatakan bahwa tanah yang digugat Bripka Madih sudah habis terjual sejak tahun 2011.
Pakar Psikologi Forensik Reza Indragiri Amriel menyatakan ada tiga persoalan yang harus diurai dan disikapi proporsional dalam kasus Bripka Madih ini.
Yakni keberadaan tanah, pernyataan bahwa pelapor dimintai uang dan tanah oleh oknum penyidik, serta kasus KDRT.
"Untuk itu, pertama cek saja dokumen tanah dimaksud dan keabsahannya. Kedua, dalami kabar tentang dugaan pungli tersebut. Jika benar demikian, maka Madih melakukan whistleblowing," kata Reza kepada Wartakotalive.com, Minggu (5/2/2023).
"Ketiga, kenapa PMJ tiba-tiba mengekspos kasus KDRT tersebut ke publik?," ujar Reza.
"Saya teringat pada kejadian Oktober tahun lalu. Aipda HR menulis "sarang pungli" di tembok gedung Polres Luwu," kata Reza.
Namun menurut Reza, Aipda HR tiba-tiba disebut punya gangguan jiwa.
"Lha, kalau memang punya gangguan jiwa, mengapa dibiarkan bekerja?" tanya Reza aneh.
Dua situasi di atas yakni Aipda HR dan Bripka Madih, menurut Reza, mirip dengan studi yang menemukan bahwa whistleblower kerap mendapat serangan balik.
"Serangan balik, dari sesama sejawat yang 'dirugikan', bahkan dari kantor tempatnya bekerja," kata Reza.
Video pernyataan Bripka Madih yang tegas menyatakan bahwa dirinya akan mengungkap, membongkar, dan membuka soal uang pelicin di Polda Metro Jaya ini bahkan viral di media sosial.
"Ane ungkap, ane bongkar, ane buka. Kalimatnya mengingatkan saya pada istilah whistleblowing. Whistleblowing itulah yang perlu disuburkan di internal kepolisian," kata Reza Indragiri Amriel kepada Wartakotalive.com, Minggu (5/2/2023).
"Karena, siapa yang paling mungkin mengetahui adanya penyimpangan oleh personel polisi, kalau bukan sesama personel polisi sendiri," ujar Reza.
Tapi, kata Reza, memang berat menjadi whistleblower.
"Gambarannya, delapan puluhan persen orang menolak buka-bukaan tentang skandal internal karena takut akan adanya pembalasan. Baik serangan balik dari orang yang bikin skandal maupun pembalasan dari lembaga tempatnya bekerja," ujar Reza.
Untuk menemukan perbandingannya, kata Reza, coba cek data Propam Polri.
"Dari seluruh personel yang dijatuhi sanksi karena melakukan penyimpangan, berapa banyak yang kasusnya bermula dari laporan sesama personel Polri? Perkiraan saya, amat-sangat sedikit. Bahkan mungkin tidak ada," katanya.
Whistleblower, menurut Reza juga acap dinarasikan sebagai pekerja yang buruk.
"Lantas dicari-carilah aibnya. Disimpulkan, whistleblower ungkap penyimpangan sebagai cara untuk menutup-nutupi kesalahannya," kata Reza.
Padahal, menurut Reza studi menemukan, kebanyakan whistleblower justru punya potensi kerja yang baik dan komitmen yang tinggi pada organisasi.
"Kelemahan mereka cuma satu: menolak ikut arus, menentang kode senyap, yang kadung marak di dalam organisasi," katanya.
Kasus yang dilaporkan Bripka Madih, kata Reza, karena sudah meledak di medsos, boleh jadi besok akan tuntas tertangani.
"Tapi bagaimana dengan nasib Madih sendiri? Seberapa jauh dia sanggup terus bekerja sebagai personel polisi? Dan selama apa pula satuan wilayah masih betah mempertahankan 'duri dalam daging'?" ujar Reza.
"Richard Eliezer banting setir menjadi justice collaborator. Madih nekad menjadi whistleblower. Bagaimana SDM Polri sepatutnya menyikapi mereka?," kata Reza.
Pertama, menurut Reza, tanpa tes segala macam, Eliezer dan Mahdi sudah menunjukkan secara nyata tentang adanya personel polisi yang, kendati berpangkat rendah, namun lebih mengedepankan ketaatan pada sumpah jabatan ketimbang kesetiakawanan pada subkultur menyimpang.
"Kedua, apa yang sesungguhnya tengah berlangsung pada organisasi kepolisian sampai-sampai ada personel yang buka suara sedemikian 'memalukan'?," katanya.
Reza menjelaskan studi menemukan, perilaku whistleblowing berhubungan dengan tiga pola kepemimpinan organisasi.
Pertama, kepemimpinan transformasional yang mendorong anggota dan sistem untuk berubah.
Kedua, kepemimpinan lassez-faire alias pasif, membiarkan, dan cenderung menghindari tanggung jawab.
Ketiga, kepemimpinan otentik: pimpinan menjadikan dirinya sebagai role model atas segala nilai kebaikan yang ingin dia suburkan.
"Silakan Polri evaluasi sendiri, saat ini pola kepemimpinan apa yang sedang berlangsung di internalnya. Di situlah akan diperoleh jawaban mengapa Eliezer dan Madih tiba-tiba muncul meniup peluit mereka dengan senyaring-nyaringnya," kata Reza.
Laporkan Kabid Humas dan Kabid Propam
Korban pemerasan oknum penyidik Polda Metro Jaya, Bripka Madih mengaku akan melaporkan Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Trunoyudo Wisnu Andiko soal kasus tanah orang tuanya.
Tak hanya itu, Madih juga akan melaporkan Kabid Propam Polda Metro Kombes Pol Bhirawa Braja Paksa.
"Nanti saya laporin balik Kabid Humas sama Kabid Propam. Masa masalah tanah dikaitkan dengan masalah yang sudah puluhan tahun malah, lucu gitu lho," ujar Madih kepada awak media, Minggu (5/2/2023).
Akan tetapi dia tidak memberikan informasi detil, soal akan melaporkan Kabid Humas dan Kabid Propam ke mana.
Meski begitu ia mengaku punya bukti-bukti dalam kasus tanah ini.
Dia sampai dikeroyok karena mengungkap apa yang menimpanya.
"Bukan mencemarkan nama baik institusi kepolsian, ini kan ada oknum, ya harus ditindak," ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Bripka Madih menceritakan pengalaman yang mencengangkan bagi dirinya kepada publik
Meski seorang polisi, Bripka Madih juga menjadi korban pemerasan penyidik Polda Metro Jaya.
Hal itu terjadi saat Madih melaporkan kasus penyerobotan tanah milik orang tuanya.
Tak hanya itu, Bripka Madih juga mengaku penyidik Polda Metro Jaya meminta hadiah berupa sebidang tanah kepadanya agar memperlancar proses hukum kasusnya.
Bahkan Madih mengaku bahwa keluarganya juga sempat dihina oleh oknum penyidik tersebut.
“Dia minta hadiah tanah 1.000 meter. Tidak cukup sampai di situ oknum penyidik itu juga menghina keluarga saya tidak berpendidikan,” ucap Madih.
Berniat mundur dari Polisi
Di sisi lain, Bripka Madih juga berpikir untuk mengundurkan diri lantaran lelah menghadapi percaloan di institusinya.
Dikutip dari Kompas Petang Kompas Tv, Bripka Madih mengaku hendak mengundurkan diri dari Polri usai membongkar kasus percaloan yang dilakukan oleh Polisi juga inisial AKP TG.
Diketahui sebelumnya video Bripka Mahdi mengamuk viral. Anggota Provost Polsek Jatinegara itu mengaku pernah diperas Rp100 juta oleh penyidik Polisi saat mengurus kasus sengketa tanah orang tuanya.
Atas hal ini, Polda Metro Jaya pun hanya menanggapi bahwa oknum pemeras Bripka Madih AKP TG sudah berstatus pensiun.
Kecewa melihat penanganan dugaan percaloan kasus sengketa tanah itu, Bripka Madih berencana mengundurkan diri. Menurutnya, tidak ada tindakan berarti yang dilakukan oleh Propam.
"Tidak ada, tidak ada tindakan, ini yang kita kecewa, kenapa seperti ini?" kata Bripka Madih dalam Kompas Petang Kompas TV, Jumat (3/2/2023).
Bripka Madih pun berencana mengundurkan diri dari kepolisian karena merasa calo-calo di institusi tersebut semakin merajalela.
"Sebetulnya, pengunduran diri ini setelah calo-calo ini merajalela mengganggu hak orang tua tapi belum penguasaan fisik ya," ucapnya.
Selain itu, Bripka Madih juga merasa dihina oleh AKP TG karena disebut kurang berpendidikan dibandingkan pihak terlapor.
”'Lu berani ngelawan pihak terlapor, semua orang berpendidikan dan pinter, sedangkan lu latar belakang enggak berpendidikan,'" katanya menirukan ucapan AKP TG.
Kode Etik
Setelah videonya yang mengaku dimintai uang pelicin Rp100 juta oleh penyidik Polda Metro Jaya saat melapor soal sengketa lahan viral di media sosial, anggota provos Polsek Jatinegara Bripka Madih justru dituding telah melakukan pelanggaran kode etik dan ujaran kebencian.
Hal itu dikatakan Kabid Propam Polda Metro Jaya Kombes Bhirawa Braja Paksa di tayangan Kompas TV yang dikutip, Wartakotalive.com, Sabtu (4/2/2023).
"Bripka Madih ini diduga melanggar disiplin dan kode etik. Yang bersangkutan sesuai dengan laporan dari seseorang dan dari video viral yang sudah ada," ujar Bhirawa Braja Paksa.
Dalam video yang viral tersebut, kata Bhirawa, Bripka Madih diduga tidak mencerminkan sikap sebagai anggota Polri.
Apalagi, pernyataannya yang menuding itu dilakukan di ruang publik lewat media sosial. Atas hal tersebut, kata Bhirawa, Bripka Madih diduga melanggar Pasal 13 huruf g ayat 1 paragraf 4 Peraturan Kepolisian Nomor 7 Tahun 2022 tentang Kode Etik Profesi dan Komisi Kode Etik Polri.
"Yang berbunyi setiap pejabat Polri dalam etika kepribadian dilarang mengunakan sarana medsos dan media lainnya untuk aktivitas kegiatan mengunggah memposting dan menyebarluaskan berita yang tidak benar dan atau ujaran kebencian," jelas Bhirawa.
Tak hanya itu, Bripka Madih juga diduga melanggar kode etik terkait perbuatannya yang membawa sejumlah orang dan memasang plang di lahan yang diklaim adalah miliknya. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 5 huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 2003 tentang Aturan Disiplin Anggota Polri.
"Yang berbunyi dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat anggota Polri dilarang melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah atau kepolisian Republik Indonesia," tutur Bhirawa.
Lebih jauh, saat ini dugaan pelanggaran etik yang dilakukan Bripka Madih tersebut tengah didalami oleh Bid Propam Polda Metro Jaya. "Selanjutnya kami terus melakukan pemeriksaan pendalaman karena yang bersangkutan masih anggota Polri aktif, tentu ada aturan-aturan yang harus dipatuhi dalam setiap melakukan kegiatan," tutupnya.
Video pengakuan Madih itu sebelumnya viral di sosial media. Dalam video itu, Madih menyampaikan bahwa dirinya dimintai uang senilai Rp 100 juta dan 'hadiah' tanah 1.000 meter oleh seorang penyidik Polda Metro Jaya saat melaporkan kasus penyerobotan lahan milik orang tuanya.
Polda Metro Jaya kini tengah mengusut beberapa hal terkait hal tersebut. Mulai dari pelaporan terkait tanah yang melibatkan keluarga Madih hingga dugaan pemerasan seperti yang diklaim Madih. Secara terpisah, Madih pun dilaporkan atas tindakannya yang membawa sejumlah orang dan memasang plang di lahan yang diklaim adalah miliknya.
Pernah Dilaporkan KDRT
Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko menjelaskan anggota Provos Polsek Jatinegara, Bripka Madih juga pernah dilaporkan atas dugaan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap dua istrinya.
Hal itu disampaikan Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam keterangannya pada Sabtu (4/2/2023).
Trunoyudo menuturkan, Bripka Madih dilaporkan ke Propam lantaran melakukan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap dua istrinya.
"Setelah kita melakukan penelusuran, didapat bahwasanya yang bersangkutan ini pernah berurusan dengan Propam," ujarnya.
Pada 2014, istri Bripka Madih berinisial SK yang saat ini sudah bercerai melapor ke Propam lantaran mendapat KDRT.
"Dan putusannya melalui hukuman putusan pelanggaran disiplin," kata eks Kabid Humas Polda Jawa Barat tersebut.
Usai bercerai, Bripka Madih menikah lagi dengan wanita inisial SS.
Pernikahannya tersebut bahkan tak dilaporkan ke Korps Bhayangkara.
Tak kapok, Bripka Madih kembali melakukan KDRT yang kali ini didapat SS.
Istri keduanya itu lantas melapor ke Propam di Polsek Pondok Gede atas pelanggaran kode etik.
Laporan itu teregistrasi dengan nomor laporan LP B/661/VIII/2022 pada tanggal 22 Agustus 2022.
"Dilaporkan lagi oleh istrinya yang kedua, yang tidak dimasukkan atau dilaporkan secara kedinasan. Artinya tidak mendapat tunjangan secara kedinasan," kata Trunoyudo.
Kendati demikian, sidang kode etik terhadap Bripka Madih belum dilakukan lantaran SS tidak datang sebanyak tiga kali atas panggilan menjadi saksi pelapor.
"Prosesnya saat ini tentu akan di-takeover oleh Bidang Propam Polda Metro Jaya terkait pelanggaran kode etik dengan adanya KDRT," ucap Trunoyudo.
Uang Pelicin
Sebelumnya Bripka Madih, mengungkapkan hal yang cukup mencengangkan terkait praktik pungutan uang pelicin di Polda Metro Jaya.
Sebagai anggota Polri, dia ternyata turut menjadi dugaan korban pemerasan oknum penyidik di Polda Metro Jaya, saat melaporkan kasus penyerobotan lahan milik orang tuanya.
Bripka Madih mengaku dimintai uang pelicin Rp100 Juta dan juga diminta hadiah tanah 1.000 meter persegi oleh penyidik Polda Metro Jaya.
"Ane ini sebagai pihak yang dizolimi, pelapor, bukan orang yang melakukan pidana, kecewa. Karena orangtua ane itu hampir 1 abad, melaporkan penyerobotan tanahnya ke Polda Metro Jaya. Kenapa dimintai biaya penyidikan coba? Oknum penyidik Polda mintanya sama Madih nih Saya, bukan ke orangtua ane. Dan minta hadiah," ucap Madih dalam video yang diunggah akun Instagram @undercover.id pada Kamis (2/2/2023)
Madih merasa kecewa karena dirinya juga seorang polisi, tetapi tetap dimintai uang pelicin oleh penyidik polisi.
"Dan kekecewaan ini kenapa, karena ane sendiri polisi dimintai biaya penyidikan," kata Madih.
Saat ditanya berapa nominal yang diminta, Madih mengatakan bahwa penyidik meminta uang Rp 100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter.
"Dia berucap itu minta Rp100 juta dan hadiah tanah 1.000 meter,"ucap Madih.
"Oknum penyidik itu minta langsung ke saya, sesama anggota polisi, dia berucap minta uang Rp100 juta. Saya kecewa,” tegasnya lagi.
“Dia juga minta hadiah tanah 1.000 meter. Tidak cukup sampai di situ oknum penyidik itu juga menghina keluarga saya, katanya tidak berpendidikan,” tegas dia sambil menangis.
Madih menuturkan peristiwa yang membuatnya kecewa itu terjadi pada 2011. Madih adalah anggota polisi, namun diperlakukan demikian oleh sesama kors baju cokelat itu.
Namun, hingga saat ini pihaknya merasa terus dipermainkan oleh sesama anggota kepolisian untuk proses penyidikan sebidang tanah.
“Memang saya tidak pegang barang bukti (percakapan) karena saat saya melapor tidak boleh membawa alat komunikasi. Waktu itu saya diminta datang ke Polda Metro untuk membicarakan kelanjutan laporan penyerebotan lahan,” ucap dia.
Madih diketahui ingin mengembalikan hak tanah orang tuanya di girik nomor C 815 dan C 191 dengan total seluas kurang lebih 6.000 meter persegi yang terletak di Jalan Bulak Tinggi Raya, Kelurahan Jatiwarna, Kecamatan Pondok Melati.
Menurutnya, Girik di nomor C 815 seluas 2954 meter telah diserobot oleh sebuah perusahaan pengembang perumahan Premiere Estate 2. Sementara Girik C 191 seluas 3600 meter diduga telah diserobot oleh oknum makelar tanah.
“Penyerobotan tanah ini terjadi saat saya belum jadi anggota polisi. Tapi ternyata makin menjadi setelah saya masuk kesatuan bhayangkara dan ditugaskan di Kalimantan Barat,” terang dia.
Meski sadar akan konsekuensi yang akan diterimanya setelah aksi buka mulut ini, Madih mengaku tak gentar mencari keadilan bagi orang tuanya yang sudah ia perjuangkan selama 10 tahun belakangan.
Video pengakuan Madih ini pun mendapat banyak komentar dari para netizen.
"Rekan satu profesi aja digituin juga, kebayang 'kan gimana jadinya masyarakat biasa bisa berkali-kali lebih parah," kata akun @mmfc1203.
"Bentar lagi juga minta maaf karna dapat tekanan dari atas sudah biasa," tambah akun @miftahulc3.
"Yakin ?? Seyakin yakinnya pasti kelanjutan ini bapak ini pasti disuruh bikin video klarifikasi minta maaf," ujar @windymidiawati
"Sesama anggota saja dia minta 100jt" pahami kalimat ini,, bagaimana bukan sanak saudara," ujar @ozzy_juwendi.
Polda Metro Jaya angkat bicara terkait pengakuan dari Madih itu.
"Benar, ada pernyataan yang disampaikan oleh yang bersangkutan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Trunoyudo Wisnu Andiko, dalam keterangannya, Kamis (2/2/2023).
Trunoyudo berujar bahwa saat ini Polda Metro Jaya sedang mendalami lebih lanjut soal pengakuan Mahdi itu.
"Polda Metro Jaya akan mendalami hal tersebut," ucap Trunoyudo.(*)
(*)