Gridhot.ID - Saksi berinisial AG yang merupakan pacar dari Mario Dandy Satriyo kini muncul memberikan keterangan kronologi berbeda.
Dikutip Gridhot dari Kompas TV, AG menjadi saksi kasus penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satriyo terhadap David, anak petinggi GP Ansor.
Sebelumnya beredar kabar bahwa AG menjadi sosok yang berusaha mengatur rencana agar David dan Mario Dandy bertemu.
Bahkan sempat beredar kabar kalau dirinya menjadi sosok yang memrovokasi Mario Dandy hingga tega menganiaya David sampai koma di rumah sakit.
Namun, AG (15) mengaku dirinya sudah berusaha memperingatkan Mario Dandy untuk tidak melakukan penganiayaan ke David.
Pengakuan AG itu diungkapkan oleh kuasa hukumnya, Mangatta Toding Allo, yang menyebut tak ada niatan kliennya untuk menganiaya David.
Tapi, kata Mangatta, meskipun sudah diingatkan oleh sang pacar, Mario yang merupakan anak pejabat pajak DJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo yang dicopot pada Jumat (24/2/2023) itu, tetap menganiaya David.
Bahkan, peringatan agar tidak menganiaya David itu sempat diucapkan kepada Mario saat mereka turun dari mobil Rubicon.
Waktu itu kejadian terjadi ketika AG dan Mario tiba di lokasi penganiayaan di Pesanggrahan, Jakarta Selatan.
"Klien kami sudah mengingatkan tersangka dua sampai tiga kali," Kata Manggatta, Jumat (24/2) malam dilansir dari pemberitaan Kompas TV.
"Bahkan sesaat setelah turun dari mobil, AG ingatkan Mario sekali lagi untuk tak melakukan hal-hal yang tidak diinginkan," tambah Mangatta.
Meskipun sudah diingatkan oleh AG, Mario tetap menganiaya David.
Kekasih Mario Dandy Satriyo itu bahkan disebut Manggata hanya bisa terdiam mematung melihat pacarnya menganiaya David.
"Malah dia (AG) sempat nge-freeze," jelasnya.
"itu juga sudah dikonfirmasi ke psikolog bahwa tindakan (mematung) yang dilakukan oleh saksi anak ini memang bentuk psikologis yang nge-freeze, yang diam, ketika melihat tindakan (penganiayaan) tersebut," tutur Mangatta.
Dikutip Gridhot dari Hukumonline, definisi saksi dapat ditemukan pada Pasal 1 angka 26 KUHAP jo. Putusan MK No. 65/PUU-VIII/2010 (hal. 92):
Saksi adalah orang yang dapat memberikan keterangan dalam rangka penyidikan, penuntutan, dan peradilan suatu tindak pidana yang tidak selalu ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri.
Sementara itu, bunyi Pasal 108 ayat (1) KUHAP mengatur tentang setiap orang yang mengalami, melihat, menyaksikan dan/atau menjadi korban tindak pidana berhak untuk mengajukan laporan atau pengaduan kepada penyelidik dan/atau penyidik baik lisan maupun tertulis.
Berdasarkan klausul pasal di atas, maka melaporkan tindak pidana hanya merupakan hak. Namun, pada ayat selanjutnya disebutkan setiap orang yang mengetahui permufakatan jahat untuk melakukan tindak pidana terhadap ketenteraman dan keamanan umum atau terhadap jiwa atau terhadap hak milik wajib seketika itu juga melaporkan hal tersebut kepada penyelidik atau penyidik.
Walaupun melapor merupakan suatu hak dan kewajiban, namun KUHAP tidak mengatur sanksi jika seseorang tidak melapor telah terjadinya tindak pidana. Peraturan yang tidak diikuti sanksi atau akibat hukum dalam teori disebut sebagai lex imperfecta atau peraturan tidak sempurna. Dalam lex imperfecta, peraturan melarang atau sebaliknya memerintahkan dilakukannya suatu perbuatan tetapi pelanggaran terhadap peraturan itu tidak diancam dengan sanksi atau akibat hukum.
Dugaan Obstruction of Justice
Selanjutnya membahas kemungkinan orang mengetahui tapi tidak melaporkan tersebut ikut terlibat dalam tindak pidana pembunuhan. Setidaknya ada dua ketentuan pidana yang bisa menjerat pelaku, yaitu Pasal 221 KUHP mengenai kejahatan menyembunyikan orang yang melakukan tindak pidana sekaligus dianggap menghalang-halangi proses peradilan dan Pasal 55 ayat (1) KUHP mengenai orang yang turut serta melakukan (mede plegen) tindak pidana.
Pasal 221 KUHP menyebutkan tindakan sebagai berikut diancam dengan pidana penjara paling lama 9 bulan atau pidana denda paling banyak Rp4,5 juta.
- Barangsiapa dengan sengaja menyembunyikan orang yang melakukan kejahatan atau yang dituntut karena kejahatan, atau barangsiapa memberi pertolongan kepadanya untuk menghindari penyidikan atau penahanan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian, atau oleh orang lain menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
- Barangsiapa setelah dilakukan suatu kejahatan dan dengan maksud untuk menutupinya, atau untuk menghalang-halangi atau mempersukar penyidikan atau penuntutannya, menghancurkan, menghilangkan, menyembunyikan benda-benda terhadap mana atau dengan mana kejahatan dilakukan atau bekas-bekas kejahatan lainnya, atau menariknya dari pemeriksaan yang dilakukan oleh pejabat kehakiman atau kepolisian maupun oleh orang lain, yang menurut ketentuan undang-undang terus-menerus atau untuk sementara waktu diserahi menjalankan jabatan kepolisian.
Selain dianggap menghalang-halangi proses peradilan, orang yang tidak melapor tindak pidana pembunuhan bisa juga diduga terlibat penyertaan dalam pembunuhan sebagaimana diatur Pasal 55 ayat (1) KUHP.
Hoge raad dalam arrest-nya meletakkan dua kriteria tentang adanya bentuk turut serta, yaitu:
- antara para peserta ada kerja sama yang diinsyafi;
- para peserta telah sama-sama melaksanakan tindak pidana yang dimaksudkan.
Dengan demikian, tinggal nantinya dibuktikan dalam penyidikan apakah orang yang mengetahui tapi tidak melaporkan pembunuhan dan membiarkannya terjadi tersebut hanya sebagai saksi yang tidak ada sanksinya jika tidak melapor atau sebagai pelaku turut serta yang terlibat tindak pidana pembunuhan, sehingga dapat diberikan sanksi pidana Pasal 221 KUHP jo. Pasal 55 ayat (1) KUHP.
(*)