Laporan Wartawan Gridhot.ID - Akhsan Erido Elezhar
Gridhot.ID - Panglima TNI Laksamana Yudo Margono menganggap KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya tak ada apa-apanya.
Panglima TNI menyebut KKB Papua cuma kelompok kecil dan bahkan seperti preman.
Dilansir Gridhot.ID dari artikel terbitan Surya.co.id, 27 Februari 2023, hal ini diungkapkan Yudo saat ditanya terkait aksi KKB Papua menyandera pilot Susi Air.
Yudo Margono menegaskan pembebasan pilot maskapai Susi Air, Philips Mark Methrtens (37), dari KKB Papua mengutamakan persuasif.
"TNI masih berupaya bersama dengan Polri. Ini adalah penegakan hukum, tidak langsung operasi militer.
Hal ini tentunya tetap mengedepankan penegakan hukum. Karena ini orang asing yang disandera KKB, tetap diupayakan dengan cara-cara persuasif," kata Laksamana TNI Yudo Margono usai melaksanakan olahraga bersama di GOR Praja Raksaka, Denpasar, Bali, Rabu, melansir dari ANTARA.
Mantan Kepala Staf Angkatan Laut (Kasal) tersebut mengatakan bahwa upaya penyelamatan tanpa kekerasan tersebut mengedepankan peran pemerintah daerah setempat, tokoh adat, dan tokoh masyarakat.
Sejauh ini, menurut dia, negosiasi tersebut terus berjalan degan perantaraan bupati, tokoh adat, dan tokoh masyarakat sambil memberikan pengamanan kepada masyarakat di daerah tempat penyanderaan tersebut.
"Kita harus melaksanakan dengan negosiasi. TNI utamakan tokoh-tokoh daerah dan tokoh masyarakat.
TNI tidak bisa selesaikan masalah ini dengan cara militer karena ini dalam situasi damai, dan di Papua ini ada masyarakatnya juga. Jangan sampai masyarakat ini terdampak," kata Panglima TNI.
Panglima mengatakan bahwa pihaknya tidak menambah pasukan untuk melakukan penindakan terhadap KKB Papua pimpinan Egianus Kogoya yang menyandera Kapten Philip Mark Merthens.
"TNI tidak mengerahkan pasukan. Itu kemarin pergantian pasukan yang sudah ada di sana yang memang ditugaskan di sana," katanya menjelaskan.
Selain mengamankan warga sekitar, TNI/Polri juga melakukan penjagaan ketat di sejumlah fasilitas publik agar tidak ada lagi perusakan yang diakibatkan oleh kelompok kriminal bersenjata tersebut.
Yudo Margono pun meminta agar KKB tidak dibesar-besarkan sebagai sebuah gerakan mayoritas masyarakat yang ingin supaya Papua merdeka.
Ia meyakini masyarakat Papua menginginkan situasi yang kondusif untuk mendukung kehidupan mereka sendiri.
"Yang ini jangan dibesar-besarkan, nanti dia (KKB) makin senang. Masyarakat Papua saya yakin mayoritas menginginkan kedamaian, ingin hidup yang layak, ingin membesarkan putra/putrinya pada masa depan mereka," kata dia.
Bahkan, Yugo Margono menyebutkan bahwa KKB adalah kelompok kecil yang bertindak seperti preman yang melakukan tindakan memeras masyarakat dengan teror.
Pola yang dibangun oleh kelompok tersebut, kata dia, terus berulang ketika kehabisan dana.
"Ini kelompok kecil, jangan terlalu dibesar-besarkan kadang-kadang. Jadi, kalau di Jawa atau di luar daerah itu kayak preman," kata Panglima yang didampingi oleh Kepala Kepolisian Daerah Bali Inspektur Jenderal Polisi Putu Jayan Danu Putra dan Pangdam IX/Udayana Mayjen TNI Sonny Aprianto.
Panglima melanjutkan, "Mereka menekan masyarakat, meminta uang. Nanti kalau sudah kehabisan duit, naik lagi, bakar-bakar, menekan masyarakat lagi. Begitu terus. Menurut saya jangan dibesar-besarkan."
Dikutip Gridhot.ID dari artikel terbitan Kompas.com, 25 Februari 2023, disisi lain, kasus penculikan pilot pesawat Susi Air, Kapten Philips Max Mehrtens, masih belum terselesaikan hingga saat ini.
Kabid Humas Polda Papua Kombes Ignatius Benny Ady membenarkan bahwa kelompok kriminal bersenjata (KKB) pimpinan Egianus Kogoya sempat mengajukan pertukaran.
Ignatius mengatakan, KKB sempat meminta uang dan senjata untuk ditukar dengan sandera mereka, Kapten Philips.
"Sempat ada penyampaian demikian (barter pilot Susi Air dengan uang dan senjata)," kata Ignatius, dikutip dari Tribunnews.com, Jumat (24/2/2023).
Akan tetapi, pihak TNI-Polri menolak permintaan tersebut karena dianggap tidak masuk akal.
"Namun, TNI-Polri tidak tanggapi, hal itu tidak masuk akal," ujar Ignatius.
Sementara itu, Pangdam XVII Cenderawasih Mayjen TNI Muhammad Saleh Mustafa menyampaikan, upaya penyelamatan Kapten Philips masih mengutamakan pendekatan dialog yang dilakukan oleh tokoh agama, tokoh masyarakat, dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Nduga.
Meski begitu, aparat TNI dan Polri memiliki standar yang harus dijalankan agar persoalan itu tidak berlarut, salah satunya adalah batas waktu.
"Saya tidak bisa sampaikan dan ungkapkan waktunya karena ini suatu hal yang dirahasiakan, tetapi apabila tiba waktunya, maka TNI-Polri akan melakukan penegakan hukum secara terukur, terpilih, dan terarah," ucap Saleh.
Dia pun memastikan bahwa jajarannya telah siap melakukan tindakan apa pun yang nantinya diambil.
"Kita sudah dibekali dan diberikan arahan tentang hal-hal yang harus dilakukan dan hal-hal yang tidak boleh dilakukan," tutur Saleh. "Antara lain penegakan HAM, jadi jangan diragukan bila nanti tindakan ini dilakukan, kita tidak keluar dari rambu-rambu HAM," sambungnya.
Saleh mengaku, dia pun telah menunjuk Danrem 172/PWY Brigjen TNI JO Sembiring sebagai Dankolaksops TNI untuk memimpin pelaksanaan operasi tersebut, yang bakal bersinergi dengan Satgas Damai Cartenz pimpinan Kombes Pol Faisal.
(*)