Find Us On Social Media :

Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Dulu Dinominasikan untuk Piala Citra di FFI, Aktor Senior Pemain Film Laskar Pelangi Ini Meninggal Dunia

Aktor Ikranagara (79) yang pernah membintangi film Laskar Pelangi pada 2008 lalu meninggal dunia.

Tamat SR, ia melanjutkan pendidikannya ke SMP lalu ke SMA-B di Singaraja.

Masa remajanya di Bali dihabiskan untuk berteater.

Berbagai pementasan drama dilakukannya bersama Putu Wijaya, teman satu sekolahnya.

Setelah tamat SMA, ia melanjutkan pendidikannya ke Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada (UGM), menyusul Putu Wijaya yang telah lebih dahulu menjadi mahasiswa Fakultas Hukum di sana.

Baru setahun mengikuti kuliah di fakultas itu, ia pindah ke Fakultas Kedokteran.

Tahun 1966, setelah terjadinya peristiwa G-30-S/PKI yang berkaitan dengan terjadinya pergolakan mahasiswa, suasana berkesenian benar-benar lumpuh.

Dia ikut berdemonstrasi, bahkan ia dipercaya sebagai penghubung Yogyakarta-Jakarta. Ketika suasana bertambah gawat, ia kembali ke Bali.

Karena kesepian dan kuliahnya berantakan, ia pindah ke Jakarta.

Di Jakarta ia masuk Fakultas Psikologi, Universitas Indonesia, dengan maksud agar memperoleh pengetahuan untuk kesenian.

Namun, di fakultas tersebut ia juga merasa jenuh dan kuliahnya tidak pernah selesai.

Setelah beberapa tahun bergabung bersama Teater Kecil, pimpinan Arifin C. Noer, tahun 1974 ia mendirikan sebuah grup teater yang bernama Teater (Siapa) Saja.

Baca Juga: Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Didiagnosis Kanker Usus Sebelum Meninggal, Aktor Senior Ini Sempat Bikin Dokter Marah Saat Tahu Keputusannya Soal Ini

Pada 1979, ia bertugas sebagai dosen tamu di Universitas California di Davis, Universitas Ohio, dan Universitas Michigan.

Pada saat yang sama, ia juga menjadi seniman tamu di Theatre Compesino (Los Angeles), Snake Theatre (San Fransisco), dan di Gafres Tire (Minneacles).

Ikranagara sempat bermain film "Pagar Kawat Berduri" (1961), "Bernafas dalam Lumpur" (1970), "Cinta Biru"(1977), "Si Doel Anak Modern" (1976), "Dr. Siti Pertiwi" (1979), "Untukmu Indonesiaku"(1980), "Djakarta 66"(1982), "Keluarga Markum" (1986), "Kejarlah Daku Kau Kutangkap"(1985), dan "Bintang Kejora"(1986).

Selain itu, ia juga pernah menjadi wartawan dan redaktur harian Indonesia Raja (1967—1968) dan Berita Buana.(*)