Find Us On Social Media :

Haji Faisal Terancam Rugi Besar Pasar Tanah Abang Sepi, Gantungkan Nasib ke Pedagang Eceran: Syukur Dia Bisa Bertahan

Haji Faisal saat dijumpai di Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Sabtu (16/9/2023).

Gridhot.ID - Haji Faisal atau Ayah dari Fuji An diketahui ikut kena imbasnya usai Pasar Tanah Abang sepi pembeli.

Dikutip Gridhot dari Tribun Bisnis, diketahui beberapa waktu lalu geger Pasar Tanah Abang kini sangat sepi pembeli imbas ramainya toko online seperti TikTok Shop.

Sejumlah pedagang Pasar Tanah Abang mengeluh akhir-akhir ini mulai sepi pembeli karena para pelanggannya sudah lebih dekat membeli barang secara online.

Pedagang pun meminta Pemerintah untuk segera menindak TikTok Shop yang menjadi salah satu sepinya pembeli di pasar offline.

Bahkan, menurunnya omset penjualan berdampak kepada gaji para penjaga toko di Pasar Tanah Abang.

"Kita kan produksi sendiri, bayar sewa sendiri. Saya sudah ngomong ke pengelola," ungkap seorang pedagang seperti dikutip akun TikTok Pasar Tanah Abang.

"Untuk Saat ini kita butuh orang datang ke tempat kini. Kadang karyawan seminggu nggak digaji (ditunda) karena Bos enggak dapet uang," sambungnya.

Meski bukan sebagai pedagang eceran, Haji Faisal mengaku kalau dirinya juga kena imbas dari fenomena ini.

Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Ayah Fuji An, Haji Faisal, kini merasakan langsung risiko imbas dari sepinya pembeli di pasar Tanah Abang yang terjadi belakangan ini.

Haji Faisal menyebut, tren penurunan pembeli yang dirasakan para pedagang pasar Tanah Abang membuat banyak risiko terjadi.

Salah satunya, kata Haji Faisal, adalah kredit macet atau pembayaran yang tersendat dari para pelanggan atau pembeli.

Baca Juga: Sahabat Benarkan Fuji dan Asnawi Pacaran, Haji Faisal Auto Bicara Soal Kriteria Calon Menantu Idaman

“Ya otomatis orang dagang grosir bahan seperti saya dan teman-teman saya itu kena imbasnya karena sistem kami di Tanah Abang ini menjual kepada pedagang yang jual baju jadi di kios bagian dalam, yang menjual baju jadi dengan sistem kredit, sebagian,” ucap Haji Faisal seperti dikutip dari kanal YouTube Grid ID, Rabu (20/9/2023).

Tak bisa dipungkiri, Haji Faisal mengaku, kini banyak pedagang yang kredit bahan grosir kepadanya menjadi sulit membayar tepat waktu.

Kata Haji Faisal, kebetulan pelanggannya adalah sesama pedagang di pasar Tanah Abang yang menjual lagi barang grosir darinya untuk dijual dalam bentuk barang jadi.

“Jadi jual kami dengan waktu seumpama satu setengah bulan, satu bulan, baru pembayaran dari orang-orang yang sudah jadi langganan kami. Terus dengan kondisi seperti sekarang kadang laris kadang enggak itu risikonya macet pembayaran, jadi yang berasa risikonya kita yang dagang grosir ini, terhambat pembayarannya,” tutur Haji Faisal.

Haji Faisal berharap para pedagang di pasar Tanah Abang bisa bertahan menghadapi kondisi sulit seperti sekarang.

Bukannya apa, kata Haji Faisal, karena para pedagang di pasar Tanah Abang sudah memiliki rantai penjualannya sendiri, sehingga jika satu merasakan sepi pembeli, maka semuanya akan merasakan imbasnya.

“Syukur-syukur dia bisa bertahan, kalau tidak bisa bertahan ya kita yang rugi,” ucap Haji Faisal.

Ada pun, Haji Faisal yang merupakan ayah Fuji An, Fadly Faisal, dan mendiang Bibi Ardiansyah ini sudah berdagang di pasar Tanah Abang sejak tahun 1992.

Haji Faisal menjadi pengusaha tekstil grosiran, sebagian besar barang dagangannya adalah kain tekstil.

Diketahui, kondisi pasar Tanah Abang belakangan menjadi perhatian karena kondisinya yang terus sepi dalam beberapa waktu terakhir.

Kondisi sepi ini pun membuat banyak pedagang berteriak karena khawatir usahanya tak bisa bertahan.

Baca Juga: Fuji Beri Peringatan Tegas, Anak Haji Faisal Ngaku Risih Masih Dikaitkan dengan Thariq Halilintar: Gak Usah Dibawa ke Lapak Lain!

Kondisi sepinya pasar Tanah Abang juga sampai menarik perhatian Menteri Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) Teten Masduki.

Teten Masduki sudah melihat dan mendengar sendiri kondisi Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, yang lengang.

Teten menyebut, salah satu penyebabnya adalah produk dalam negeri tak bisa bersaing dengan produk impor yang dijual jauh lebih murah di platform e-commerce dan social commerce.

(*)