Find Us On Social Media :

Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Tokoh Penting Ini Meninggal Dunia, Sosok Prajurit TNI Wanita Pertama yang Minta Sendiri untuk Jalani Misi Berbahaya

Herlina Kasim sang penjuang anggot TNI Wanita pertama yang berani mengambil misi berbahaya

Salah-salah bisa diganyang oleh kawan sendiri.

Akhirnya mereka toh bisa bertemu dengan rekan-rekannya. Pos mereka di Teluk Arago.

Kapal tak dapat dinaikkan ke darat, karena sudah telanjur air surut. Padahal kapal sama dengan urat nadi.

Tanpa kapal mereka tidak mungkin dapat berkutik. Lagi pula kapal tersebut dapat memberi petunjuk kepada musuh.

Tetapi sekarang tak ada jalan lain, daripada menunggu sampai sore hari.

Selama itu awak Angin Mamiri menggunakan kesempatan untuk terjun ke laut. Badan rasanya sudah ketat.

Beberapa hari tidak pernah menyentuh air. Baru enak-enaknya mandi, tiba-tiba ada seorang berteriak, “Kapal musuh!”

Kapalnya memang terlihat memakai bendera merah putih. Tetapi tidak mungkin kapal Republik Indonesia berlayar dengan seenaknya di perairan tersebut.

Herlina merangkak keluar di bawah hujan peluru. Bagaimanapun juga mereka yakin, Belanda tidak akan berani mendarat.

Hujan peluru

Baca Juga: Innalillahi Wa Innailaihi Rojiun, Pedangdut Jebolan Ajang Pencari Bakat Ini Meninggal Dunia

Letak Teluk Arago terlalu masuk ke darat dan pohon-pohon tumbang bergeletakan di mana-mana. Posisi mereka sekarang sangat berbahaya, oleh karena sudah diketahui musuh.

Satu-satunya jalan untuk mempertahankan diri ialah main kucing-kucingan di pulau-pulau kosong sekitarnya.

Apa yang harus mereka lakukan dalam keadaan segawat itu?

Suara peluru terakhir baru saja lenyap, sewaktu Komandan J. Komontoy membuat rencana untuk meluncurkan sebagian pasukannya, agar musuh tidak terus-menerus menghadang mereka.

Sungguh suatu putusan yang sangat berani.

Dua puluh tiga orang yang akan ikut. Sisanya harus mengembara di hutan, termasuk Herlina.

“Sebulan lamanya kami mengembara di hutan belantara,” kata Herlina.

“Juli 1962, kami mendarat di Irian Barat. Makanan yang dibawa sudah habis, binatang-binatang tak ada, kecuali kerang di tepi pantai."

"Itu pun harus dimakan mentah. Karena kami tidak boleh menyalakan api. Takut ketahuan musuh.”

(*)