Gridhot.ID - Mantan Gubernur Papua, Lukas Enembe meninggal dunia ketika menjalani masa pembantaran di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Selasa (26/12/2023).
Kuasa hukum Lukas Enembe, Petrus Bala Pattyona mengatakan, kliennya meninggal sekitar pukul 11.00 WIB.
"Beliau sudah meninggal tadi jam 11," ujar Petrus saat dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon, Selasa.
Menurut Petrus, ketika Lukas meninggal, pihak keluarga menemaninya di ruangan perawatan di RSPAD.
Mereka antara lain istri Lukas, yakni Yulce Wenda, adik Lukas, dan keponakannya.
"Ada kumpul di dalam ruangan. (Menemani Lukas meninggal) dalam keadaan tenang," kata Petrus.
Sementara kuasa hukum Lukas lainnya, Antonius Eko Nugroho mengungkap detik-detik kliennya tutup usia.
Menurut keterangan dari keluarga, Pianus Enembe, Lukas sempat meminta untuk berdiri sebelum meninggal dunia.
"Menurut keterangan keluarga mendiang, yang setia mendampingi dan merawat beliau, Bapak Pianus Enembe, sebelum meninggal, Bapak Lukas minta berdiri," kata Antonius kepada Kompas.TV, Selasa.
"Kemudian Bapak Pianus membantu Pak Lukas untuk berdiri, dengan memegang pinggang Bapak Lukas, tidak lama berdiri, Bapak Lukas menghembuskan nafas terakhirnya," sambungnya.
Pianus mengklaim, sikap Lukas yang minta berdiri menunjukkan bahwa ia kuat dan tidak bersalah.
Setelah mengetahui Lukas tidak bernapas lagi, pihak keluarga langsung memanggil dokter.
"Sudah diberikan tindakan, namun Bapak sudah meninggal," kata Antonius menirukan keterangan Bapak Pianus.
Rencananya, jenazah Lukas akan dibawa ke Jayapura pada Rabu (27/12/2023) malam.
Sebagai informasi, Lukas merupakan terpidana kasus suap dan gratifikasi di lingkungan Pemprov Papua. Ia dirawat di rumah sakit karena sedang sakit.
Selama menjalani proses hukum, Lukas Enembe beberapa kali mengeluh sakit.
Beberapa penyakit yang diklaim diderita Lukas, yakni stroke, penyakit jantung, paru-paru dan ginjal.
Dalam kasus ini, Lukas divonis 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar oleh Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta.
Majelis Hakim Tinggi menerima upaya banding dari Lukas dan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Majelis Hakim menyatakan Gubernur Papua nonaktif itu terbukti bersalah melakukan tindakan pidana korupsi secara bersama-sama dan gratifikasi sebagaimana dalam dakwaan jaksa penuntut umum.
Pada tingkat sebelumnya, Lukas dijatuhi hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp 500 juta oleh Pengadilan Tipikor Jakarta.
Majelis Hakim juga memutuskan menjatuhkan hukuman berupa pencabutan hak politik terhadap Lukas selama 5 tahun.
Sebetulnya Lukas masih memiliki upaya hukum lainnya yakni kasasi.
Namun, pada Senin (23/10/2023), ia harus dilarikan ke RSPAD Gatot Soebroto karena mengalami pembengkakan di kedua kaki dan tangannya.
"Status penahanan LE (Lukas Enembe) di KPK telah dibantarkan sejak 23 Oktober 2023 agar dapat melakukan perawatan kesehatan secara intensif," kata Juru Bicara KPK, Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (26/12/2023).
Menurut Ali, selama Lukas sakit, pihak KPK telah berkoordinasi dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dan Tim Dokter RSPAD untuk perawatan.
Bahkan pelayanan kesehatan juga diberikan dengan mengizinkan pihak keluarga mendatangkan dokter dari Singapura.
"KPK telah bekerja sama dengan Ikatan Dokter Indonesia, Tim Dokter RSPAD, serta pihak keluarga juga mendatangkan Dokter dari Singapura untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada LE secara optimal," katanya.
Terpisah, penasihat hukum Lukas, Petrus Bala Pattyona mengungkapkan bahwa kliennya sudah melakukan 15 kali cuci darah sejak awal Oktober 2023.
"Sejak 1 Oktober sampai hari ini, beliau sudah cuci darah kurang lebih sebanyak 15 kali," ujar Petrus di Rumah Duka RSPAD Gatot Subroto, Selasa (26/12/2023).
Cuci darah itu selalu ditangani dokter yang didatangkan langsung dari Singapura.
Menurut Petrus, hal itu merupakan permintaan langsung dari Lukas.
Bahkan pada awalnya, Lukas sempat menolak untuk cuci darah di Indonesia.
Namun akhirnya dia luluh, cuci darah dilakukan di Indonesia, namun mendatangkan dokter dari Singapura.
"Beliau bisa menerima tindakan medis cuci darah itu setelah dokter dari Singapura datang. Beliau menolak sama sekali cuci darah di Indonesia. Dia maunya di Singapura," kata Petrus.
Sikap Lukas yang melunak itu lantaran omongan dokter dari Singapura kepadanya.
Saat itu, 3 dokter dan 2 perawat dari Singapura menangani cuci darah Lukas.
"Terakhir pernyataan dokter Singapura kira-kira begini: Maaf bapak kalau tidak cuci darah tidak akan panjang umur," ujarnya.
(*)