Gridhot.ID - Bea Cukai menjadi viral usai kasus mainan yang rusak saat ditahan dan alat bantuan untuk Sekolah Luar Biasa (SLB) hibah dari Korea Selatan malah ditagih pajak.
Akibat kejadian ini, pihak Bea Cuka mendapatkan sorotan tajam dari masyarakat.
Beberapa menilai tentang kebijakan Bea Cukai yang tidak melihat situasi dan kondisi dari barang impor yang merupakan bantuan namun malah dimintai pajak.
Hal ini ternyata sempat dialami dua mahasiswa yang sedang melakukan penelitian dan malah harus berurusan dengan Bea Cukai.
Gara-gara datang ke Indonesia dengan membawa alat penelitian, dua mahasiswa malah kena pajak Rp 286 juta.
Dikutip Gridhot dari Surya, kejadian ini terjadi sekitar 7 tahun lalu. Ketika dua orang mahasiswa dari Jerman hendak melakukan penelitian di Indonesia.
Sebab, kampus mereka sudah bekerja sama dengan dua kampus ternama di Indonesia, di antaranya Institut Pertanian Bogor dan juga Universitas Jambi.
Setibanya di Indonesia, dua mahasiswa tersebut dicegat oleh petugas Bea Cukai.
Barang bawaan keduanya lantas diperiksa.
Ternyata, mereka membawa barang-barang untuk digunakan sebagai alat penelitian di bidang kehutanan di Indonesia.
"Mereka membawa peralatan yang akan digunakan untuk penelitian di Indonesia," ujar petugas Bea Cukai dalam tayangan 86 & Custom Protection NET.
Mereka juga menjelaskan, kedatangan mereka untuk penelitian selama lima bulan di Hutan Harapan di Jambi.
Sementara barang-barang bawaan mereka sudah mendapatkan izin dari Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek).
"Saya ada dokumen dari Menristek tapi ada di email, saya tidak bisa print out-nya, tapi saya bisa menunjukkannya ke anda," kata pelajar.
Meski sudah mendapat izin dari Kemenristek, rupanya petugas Bea Cukai tetap memberikan pajak dan bea masuk
Sebelum itu, petugas juga sempat menghubungi pihak Indonesia sebagai koordinator penelitian dari pelajar Jerman itu.
"Kalau dilihat dari invoice-nya ini, dia harus kena pajak, tapi kan ini barangnya untuk keperluan riset, tujuannya dibawa kembali pulang," ucap petugas bea cukai saat melakukan panggilan telfon dengan koordinator riset Indonesia.
Setelah dihitung, pajak yang harus dibayarkan jaminan dan bea masuk yang harus dibayarkan sebesar Rp286.600.000 atau 19.897,97 Euro.
Alat penelitian itu pun harus ditahan sementara.
"Jadi barang ini bisa dititipkan di sini, kemudian minta mereka untuk menjemputnya ke sini," kata petugas bea cukai kepada dua pelajar itu.
Terkait barangnya yang disita oleh bea cukai, pelajar tersebut mengaku bahwa mereka tidak tahu menahu perihal aturan membayar jaminan dan juga bea masuk.
"Karena ini bukan barang pribadi kami, jadi tidak tahu," kata salah seorang pelajar.
Baca Juga: Bayar Pajak Bea Cukai Rp 360 Juta, Viral TKW Asal Madura Bawa oleh-oleh Emas 3 Kg dari Arab
Kata petugas, barang tersebut bisa dititipkan ke kantor bea cukai maksimal 30 hari.
Barang tersebut bisa diambil setalah menunjukkan surat pengantar dengan keputusan pembebasan bea masuk ataupun membayar jaminan.
Setelah beberapa kali viral terkait kebijakan pajak masuk dari Bea Cukai, akhirnya Kementerian Perdagangan merevisi aturan tentang barang bawaan dari luar negeri.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, sebelumnya pemerintah melalui Kementerian Perdagangan membatasi barang bawaan dari luar negeri tersebut dengan menerapkan Permendag 36 Tahun 2023 tentang Pengaturan barang impor.
Namun dalam implementasinya, beleid itu menimbulkan protes berbagai pihak sehingga Kemendag melalui Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas) tingkat kementerian sepakat merevisi aturan barang bawaan dari luar negeri dan kembali menerapkan kebijakan semula yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203 tahun 2017.
"Sehingga setelah dikembalikan kepada aturan sebelumnya yakni Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 203 tahun 2017 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Barang yang Dibawa oleh Penumpang dan Awak Sarana Pengangkut ditetapkan bahwa tidak ada pembatasan pada jenis barang dan jumlah barang serta kondisi barang baik baru ataupun tidak baru," ujar Direktur Impor Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Arif Sulistiyo dalam Sosialisasi Permendag Nomor 7 secara virtual, Kamis (2/5/2024).
Sementara itu, Direktur Teknis Kepabeanan, Ditjen Bea dan Cukai R. Fadjar Donny Tjahjadi mengatakan, bawang bawaan penumpang pada PMK 203/2017 tidak dibatasi jenis dan jumlahnya. Namun ketentuannya dibagi menjadi dua kategori, yakni barang bawaan pribadi dan bukan barang bawaan pribadi.
"Sesuai dengan Permendag 07 pasal 34 intinya dikembalikan ke PMK dalam hal ini sudah diatur dalam PMK 203 tahun 2017. Jadi di PMK 203 dibagi dua barang pribaid, personal use dan bukan barang pribadi. Jadi personal dipergunakan dipaka keperluan pribadi, termasuk di sini oleh-oleh," jelasnya.
Untuk barang bawaan pribadi tidak lagi dibatasi jumlah dan jenisnya, tetapi maksimal dibebaskan pajak hingga 500 dollar AS. Jika terjadi kelebihan nilai maka, kelebihan itu akan dikenakan pajak.
"Selisih lebihnya dipungut bea masuk flat 10 persen, PPN dan PPh pasal 22," ungkapnya.
Sementara untuk kategori bukan barang bawaan pribadi tidak ada pembebasan pajak. Jadi seluruh barang yang dibawa dalam kategori ini dikenakan pajak. Aturan ini berlaku untuk jasa titip (jastip).
"Tetapi kategorikan bukan barang pribadi, bawang impor dibawa penumpang selain barang bukan pesonal use termasuk jastip tidak mendapatkan pembebasan 500 dollar AS atas seluruh nilai barangnya dipungut bea masuk, PPN dan PPh pasal 22 impor," terangnya.
(*)