Gridhot.ID - Kasus taruna tingkat STIP Jakarta tewas usai dianiaya seniornya kini berbuntut panjang.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, Direktur atau Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Jakarta, Ahmad Wahid, dibebastugaskan imbas tewasnya Putu Satria Ananta Rastika (19) akibat dianiaya seniornya.
Seperti diketahui, taruna tingkat I STIP Jakarta asal Kabupaten Klungkung, Bali, ini tewas dalam kondisi mengenaskan di tangan seniornya, Tegar Rafi Sanjaya (21), di toilet kampus pada Jumat (3/5/2024).
"Kami sudah membebastugaskan direktur dan beberapa pejabat di STIP Marunda. Ini sebagai rasa bahwa tanggung jawab dan tindakan tegas itu harus dilakukan," kata Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi di rumah duka, Desa Gunaksa, Kecamatan Dawan, Kabupaten Klungkung, Bali, pada Kamis (9/5/2024).
Budi mengatakan, pihaknya telah melakukan evaluasi dan akan mengubah kurikulum agar tradisi kekerasan oleh senior terhadap junior hilang dari sekolah kedinasan tersebut.
"Kami akan mengubah kurikulum dengan yang lebih humanis, dan berteknologi. Kita ketahui bahwa persaingan pada dunia pekerjaan itu tidak lagi mengandalkan fisik tapi juga kompetensi dan pengetahuan, yang saat ini kita tahu itu menjadi tumpuan yang harus diketahui," kata dia.
Dalam kesempatan itu, Budi juga menyampaikan permintaan maaf dan belasungkawa sedalam-dalamnya kepada keluarga korban.
"Ini menjadi suatu yang sangat mendalam bagi kami dan ini menjadi titik bahwa kami harus melakukan suatu perubahan. Penting disampaikan inisiatif ini kita lakukan dari saya dan kementerian perhubungan," katanya.
Dikutip Gridhot dari Warta Kota, tersangka pemukulan taruna STIP (Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran) hingga tewas bertambah lagi menjadi 4 orang.
Keempatnya merupakan taruna STIP tingkat 2 senior dari korban Putu Satria Ananta Rustika (19).
Mereka yang seluruhnya merupakan taruna tingkat 2 STIP Jakarta terancam hukuman 15 tahun penjara.
Adapun keempat tersangka masing-masing ialah Tegar Rafi Sanjaya (21), KAK alias K, WJP alias W, dan FA alias A.
Tegar dijerat pasal 338 KUHP tentang pembunuhan juncto pasal 351 KUHP tentang penganiayaan berat, sementara ketiga rekan seangkatannya dijerat pasal 55 juncto 56 KUHP karena keikutsertaan melakukan tindak pidana.
"Ancaman hukumannya sama konstruksi pasal kemarin ya. Hanya mungkin perbedaan di pembelaan atau mungkin ada pemberatan atau pengurangan tambahan karena pasal 55," kata Kapolres Metro Jakarta Utara Kombes Pol Gidion Arif Setyawan di Mapolres Metro Jakarta Utara, Rabu (8/5/2024) malam.
"(Ancaman hukuman terhadap tiga tersangka baru) masih 15 tahun," sambung Gidion.
Tegar menjadi tersangka utama dalam kasus ini, yang melakukan pemukulan dan memasukkan tangannya ke mulut Putu hingga korban meregang nyawa.
Kemudian, tersangka FA alias A adalah taruna tingkat 2 yang memanggil korban Putu bersama rekan-rekannya dari lantai 3 untuk turun ke lantai 2.
FA memanggil korban dan empat rekannya dari lantai 3 ke lantai 2, karena menganggap kelima juniornya itu melakukan kesalahan yakni memakai baju olahraga ke ruang kelas.
"Ini yang diidentifikasi menurut persepsi senior tadi salah atau menggunakan pakaian olahraga memasuki ruang kelas dengan mengatakan "Woi, tingkat satu yang pakai PDO (pakaian dinas olahraga), sini!"," kata Gidion.
"Jadi turun dari lantai 3 ke lantai 2. Lalu FA juga berperan menjadi pengawas ketika kekerasan eksesif terjadi di depan pintu toilet dan ini dibuktikan dari CCTV kemudian keterangan para saksi," sambung Kapolres.
Selanjutnya, tersangka WJP berperan memprovokasi tersangka Tegar untuk melakukan pemukulan terhadap korban Putu.
WJP juga meminta Putu untuk tidak mempermalukan dirinya dan harus kuat menerima pukulan.
"Saudara W mengatakan "Jangan malu-maluin CBDM, kasih paham". Ini bahasa mereka, maka itu kami menggunakan atau melakukan pemeriksaan terhadap ahli bahasa, karena memang ada bahasa-bahasa pakemnya mereka yang kemudian mempunyai makna tersendiri," papar Gidion.
Yang terakhir, tersangka KAK merupakan taruna tingkat 2 yang menunjuk Putu untuk dijadikan korban pemukulan pertama, sebelum berlanjut ke empat taruna tingkat 1 lainnya.
"Peran KAK adalah menunjuk korban sebelum dilakukan kekerasan eksesif oleh tersangka TRS, dengan mengatakan "adikku aja nih, mayoret terpercaya"," kata Gidion.
"Ini juga kalimat-kalimat yang hanya hidup di lingkungan mereka, mempunyai makna tersendiri di antara mereka," jelas Kapolres.
Adapun penetapan tersangka terhadap ketiga senior korban itu dilakukan setelah polisi mengumpulkan barang bukti antara lain rekaman CCTV hingga hasil visum korban.
Polisi juga telah memeriksa sebanyak 43 orang saksi dalam proses penetapan ketiga tersangka baru tersebut.
"Jadi total saksi yang sudah kita lakukan pemeriksaan ada 43, taruna tingkat 1 dan tingkat II serta tingkat 4 sebanyak 36 orang, pengasuh STIP, kemudian dokter klinik STIP, dokter rumah sakit Tarumajaya, ahli pidana, dan ahli bahasa," jelas Gidion.
(*)