Gridhot.ID - Langit Madura yang cerah pada siang itu mendadak kelam diselimuti asap pekat dan jeritan kesakitan.
Di Desa Bujur Tengah, Kecamatan Batu Marmar, Pamekasan, tragedi berdarah tengah berlangsung.
Dua kelompok warga terlibat dalam pertempuran sengit, saling serang dengan senjata tajam, meninggalkan jejak luka mendalam di tanah garam Madura.
Peristiwa ini dikenal sebagai Carok Massal Pamekasan 2006, salah satu tragedi carok paling mengerikan dalam sejarah Madura. Pada 12 Juni 2006, sengketa lahan tembakau seluas 5,8 hektar memicu letusan api permusuhan.
H. Mursyidin, sang Kepala Desa, dan H. Beidewi, mantan Kepala Desa, beradu argumen sengit memperebutkan hak milik tanah tersebut.
Ketegangan memuncak, dan dendam masa lalu pun tersulut.
Sekitar pukul 15.00 WIB, H. Mursyidin dan beberapa pendukungnya tengah berada di ladang tembakau yang disengketakan.
Tiba-tiba, mereka diserang oleh kelompok H. Beidewi yang membawa celurit, parang, dan bambu runcing.
Suara teriakan dan dentingan senjata menggema di udara. Pertempuran sengit tak terelakkan.
Dalam sekejap, ladang tembakau berubah menjadi medan perang berdarah.
H. Mursyidin dan 6 orang lainnya tewas di tempat, bersimbah darah akibat luka sayatan senjata tajam.
Puluhan lainnya luka parah, merintih kesakitan. Tragedi ini meninggalkan duka mendalam bagi keluarga korban dan masyarakat Desa Bujur Tengah.
Kejadian ini menjadi luka lama di tanah Madura.
Carok, tradisi adu pisau yang berakar dari budaya balas dendam, kembali memakan korban jiwa.
Tragedi ini tak hanya merenggut nyawa, tetapi juga meninggalkan trauma dan ketakutan bagi masyarakat.
Citra Madura sebagai daerah yang rawan kekerasan pun semakin tercoreng.
Berita duka Carok Massal Pamekasan 2006 bergema hingga ke seluruh penjuru negeri.
Peristiwa ini menjadi sorotan nasional dan internasional, mengundang keprihatinan dan kecaman dari berbagai pihak.
Upaya penegakan hukum pun segera dilakukan. Kepolisian menangkap 18 orang pelaku carok massal, dan beberapa di antaranya dijatuhi hukuman penjara seumur hidup.
Namun, penangkapan pelaku tak cukup untuk menyembuhkan luka di hati keluarga korban dan masyarakat.
Upaya pencegahan yang berkelanjutan dan komprehensif menjadi kunci untuk memutus rantai kekerasan dan membangun budaya damai di Madura.
Sosialisasi tentang bahaya carok, pembinaan mental dan spiritual masyarakat, serta peningkatan penegakan hukum menjadi langkah penting untuk mencegah tragedi serupa terulang di masa depan.
Carok Massal Pamekasan 2006 menjadi pengingat kelam tentang bahaya budaya kekerasan yang masih membayangi tanah Madura.
Tragedi ini adalah luka lama yang harus diobati dengan upaya bersama untuk membangun masa depan yang lebih damai dan harmonis.
(*)