Tetapi kekerasan itu terjadi karena adanya pelanggaran hukum, karena adanya gerombolan separatis yang mempersenjatai diri secara illegal, melakukan pembantaian secara keji terhadap rakyat sipil yang tidak berdosa.
"Ingat, mempersenjatai diri sendiri cara illegal itu sudah merupakan pelanggaran hukum berat yang tidak pernah dibenarkan dari sudut pandang hukum mana pun di seluruh dunia, bukan hanya di Indonesia. Tapi kalau aparat keamanan yang diminta untuk meletakkan senjata, itu adalah kesalahan terbesar," katanya.
"Jadi menurut saya, gubernur dan Ketua DPRP serta pihak mana pun tidak sepantasnya meminta aparat keamanan TNI dan Polri ditarik dari Nduga dan di daerah tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat yang harus mendapatkan penindakan hukum," katanya.
Baca Juga : Polisi Pastikan Senjata KKB Berasal dari Papua Nugini dan Filipina
Justru apabila, TNI dan Polri tidak hadir, padahal nyata-nyata di tempat tersebut telah terjadi pelanggaran hukum berat maka patut di sebut TNI dan Polri atau negara telah melakukan tindakan pembiaran.
Sehingga, sudah seharusnya bila gubernur dan Ketua DPRP sebagai seorang pemimpin dan wakil rakyat yang bijak, tidak harus meminta aparat keamanan TNI dan Polri yang ditarik.
"Tetapi para pelaku pembantaian itulah yang harus didesak untuk menyerahkan diri beserta senjatanya kepada pihak yang berwajib guna menjalani proses hukum untuk mempertanggung jawabkan perbuatannya. Bukankah gerombolan separatis pimpinan Egianus Kogoya telah menyatakan bahwa merekalah yang bertanggung jawab, telah melakukan pembantaian terhadap puluhan karyawan PT Isataka Karya," katanya.
Source | : | antaranews.com,Wartakota |
Penulis | : | Dewi Lusmawati |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar