Hingga saat ini, kasus tersebut masih diselidiki oleh Polda Banten.
Pihaknya telah meminta izin kepada pemerintah provinsi untuk melanjutkan pembangunannya.
"Saya juga sudah sampaikan ke Kapolres (Pandeglang) apakah boleh diambil alih, karena saat ini tengah tahap penyelidikan Polda Banten, saya tidak tahun sudah sampai mana prosesnya," kata Irna saat dikonfirmasi Kompas.com, di Labuan, Jumat (28/12/2018).
Harapan Irna, jika diambil alih oleh Pemkab Pandeglang, maka shelter tersebut bisa digunakan sebagaimana mestinya, yakni jadi tempat evakuasi warga seperti saat tsunami datang seperti Sabtu (22/12/2018) lalu.
Namun tentunya, kata dia, bakal dikaji terlebih dahulu, apakah strukturnya kokoh atau tidak jika menopang banyak pengungsi.
Baca Juga : BNPB: Potensi Tsunami Selat Sunda Tidak Terdeteksi karena Ketiadaan Peralatan Sistem Peringatan Dini
"Besok tim kami akan kaji memastikan apakah kuat menampung ratusan orang," kata dia.
Tsunami Selat Sunda yang melanda Banten, Pandeglang dan Lampung pada 23 Desember 2018 lalu menelan banyak korban.
Korban tsunami di Selat Sunda terus bertambah. Tim SAR gabungan terus beroperasi. Data sementara hingga 24/12/2018 pukul 17.00 WIB, tercatat 373 orang meninggal dunia, 1.459 orang luka-luka, 128 orang hilang, dan 5.665 orang mengungsi. Diperkirakan korban masih bertambah. pic.twitter.com/ktQLtDyOMV
— Sutopo Purwo Nugroho (@Sutopo_PN) December 24, 2018
Ratusan orang dinyatakan meninggal dunia dan ribuan luka-luka.
Ketiadaan sistem peralatan peringatan dini menyebabkan masyarakat tak punya waktu untuk evakuasi.
Hal itu dijelaskan oleh Humas BNPB, Sutopo Purwo Nugroho melalui akun Twitternya.
Ribuan orang mengungsi ke tempat yang lebih tinggi.
Seandainya dana pembangunan shelter Labuan tidak dikorupsi, bangunan itu tentu akan menjadi salah satu titik lokasi pengungsian korban tsunami Selat Sunda.
(*)
Source | : | Kompas.com,Twitter @Sutopo_PN |
Penulis | : | Chandra Wulan |
Editor | : | Chandra Wulan |
Komentar