Oleh karena itu, dibutuhkan ketanggapan petugas medis untuk menangani kasus sengatan V affinis berat. Pasien yang mengalami edema paru akut, misalnya, harus diberikan tatalaksana edema paru, seperti cairan parunya dikeluarkan. Sementara itu, pasien yang mengalami gagal ginjal harus diberikan tatalaksana gagal ginjal, seperti hemodialisis.
Baca Juga : Benda Ini yang Buat Istri Pergoki Suaminya Si Oknum Dosen Ngamar Bareng Mahasiswinya
Bila penanganan gawat darurat yang tepat diberikan, pasien sengatan V affinis pun bisa tetap hidup.
Ilmu toksinologi yang langka di Indonesia
Sayangnya, efek-efek di atas baru terlihat setelah dua hingga tiga hari disengat sehingga para petugas medis yang belum terlatih untuk menangani kasus sengatan tawon akan melewatkannya.
Pasien V affinis pun sering kali hanya diberi obat rawat jalan dan kemudian disuruh pulang tanpa penanganan lebih lanjut.
Tri berkata bahwa ilmu toksinologi memang masih terabaikan di Indonesia. Pada saat ini, ahli toksinologi di Indonesia hanya dirinya saja.
Baca Juga : Soal Prostitusi Artis Online, Luna Maya Merasa Terganggu Ada Inisial yg Mirip di List Nama-nama Artis
Hal tersebut semakin terbukti ketika Tri yang juga penasihat kasus gigitan ular untuk Badan Kesehatan Dunia (WHO) melaporkan kasus serangan V affinis ke tingkat Asia.
“Vespa affinis ini kalau di luar negeri, gigitannya jarang yang sampai begitu banyak. Paling satu tahun itu hanya menggigit dua atau tiga orang dan yang meninggal hanya satu. Jarang ada yang seperti kita ini, dalam beberapa bulan meninggal tujuh orang,” ujar Tri.
Oleh karena itu, Tri pun berpendapat bahwa seharusnya serangan tawon V affinis ini sudah termasuk Kejadian Luar Biasa (KLB).
Source | : | Kompas.com |
Penulis | : | None |
Editor | : | Rich |
Komentar