Gridhot.ID - Lahirnya Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) tahun 1966 menjadi salah satu babakan sejarah Indonesia paling kontroversi menjelang runtuhnya kekuasaan Soekarno.
Supersemar berisi tentang perintah Soekarno kepada Soeharto untuk mengambil 'tindakan yang dianggap perlu' demi memulihkan keamanan pasca G30S/PKI.
Namun presiden Soekarno merasa dibohongi lantaran Soeharto ia nilai memelintir maksud Supersemar untuk ambisi pribadinya.
Mengutip Kompas.com, Selasa (12/3) itulah hal yang disampaikan Sidarto Danusubroto, ajudan terakhir Bung Karno, pasca-terbitnya Surat Perintah 11 Maret (Supersemar) tahun 1966.
Setidaknya masih ada kontroversi dari sisi teks dalam Supersemar, proses mendapatkan surat itu, dan mengenai interpretasi perintah tersebut.
Menurut Sidarto, Soekarno menunjukkan sikap berbeda dengan serangkaian langkah yang dilakukan Soeharto setelah menerima Supersemar.
Sidarto tidak menyebut detail perubahan sikap Soekarno, tetapi ia menjelaskan bahwa Supersemar malah dimanfaatkan Soeharto membatasi ruang gerak Sang Proklamator dan keluarganya.
"Dalam Supersemar, mana ada soal penahanan? Penahanan fisik, (dibatasi bertemu) keluarganya, penahanan rumah. Supersemar itu seharusnya melindungi keluarganya, melindungi ajarannya (Bung Karno)," kata Sidarto.
"Bung Karno merasa dikibuli," tambah Sidarto saat dijumpai Kompas.com di kediamannya di Jakarta Selatan, Minggu (6/3/2016) silam.
Saat itu Sidarto ingat betul pada 11 Maret 1966 pagi, Soekarno akan menggelar rapat kabinet di Istana Merdeka, Jakarta.