Saat mereka mendengar tragedi tersebut, banyak orang berbondong-bondong menuju ke masjid lokasi penembakan.
"Saya tidak bisa menghadiri shalat Jumat karena harus bekerja. Namun, saya menerima telepon dari beberapa teman dan langsung pergi ke lokasi," kata Mohammad Kamaruzzaman, pria keturunan Bangladesh.
"Lima kawan kami dari Bangladesh masih hilang. Hanya Allah yang tahu keberadaan mereka," ujar Kamaruzzaman.
"Kami sudah kehilangan wanita pelindung komunitas yang mengajar Al Quran untuk anak-anak. Kami seperti kehilangan orangtua," tambahnya.
Sementara itu, pria kelahiran Fiji, Azan Ali (43), yang berada di masjid Linwood bersama ayahnya saat serangan terjadi, masih gemetar saat mengenang tragedi itu.
"Apakah saya bisa melihat orangtua saya, anak-anak saya, orang-orang yang saya cintai?" kata Azan dengan suara bergetar.
Ayahnya, Sheik Aeshad, yang melihat seorang korban tertembak di lehernya, mengatakan dia tak mengerti mengapa kekerasan semacam itu terjadi di Selandia Baru.
Source | : | BBC,Kompas.com |
Penulis | : | Nicolaus |
Editor | : | Dewi Lusmawati |
Komentar