Ia melanjutkan, selain upah yang kecil, minimnya fasilitas sekolah jadi tantangan bagi para guru dan siswa SMPN 3 Waigete.
"Kalau dilihat dari segi upah, memang guru-guru di sini sangat tidak layak. Tetapi, mereka semua luar biasa. Bagi mereka upah bukan sebuah perkara. Masa depan anak bangsa yang mereka utamakan," kata Hendrikus.
"Begitu pula dengan siswa. Mereka tetap rajin datang di sekolah meski harus belajar di gedung yang sempit dan nyaris ambruk," tambahnya.
Kepada para guru dan siswa-siswi, ia selalu meminta agar tidak putus asa.
Baca Juga : Karena Berkeliaran di Kandang Babi Tanpa Sandal, Kaki Seorang Bocah Kemasukan Tungau Busuk
"Jangan menyerah. Semuanya belum usai. Kondisi kita begini, jangan buat putus asa. Belajar dan terus belajar. Kita semua berharap, ke depan pemerintah bisa memerhatikan nasib guru honor di sekolah ini. Begitu juga dengan kondisi sekolah yang masih bangunan darurat," ungkap Hendrikus dengan penuh harap.
Artikel ini telah tayang di Kompas dengan judul : "Kisah Guru Honorer Bergaji Rp 85.000 Sebulan di Pedalaman Flores NTT"
(*)