10 Kompi itu berisi 2 kompi Parako Kopassus, 3 Kompi Marinir, dan 5 kompi Batalion Infanteri TNI AD.
Pelatihan kemudian dilaksanakan di Pusat Pendidikan Pasukan Khusus (Pusdik Passu) Batujajar, Jawa Barat selama 3 bulan.
Calon-calon prajurit pemburu ini dilatih dengan kualifikasi penjejakan, patroli jarak jauh, pertempuran hutan gunung, close quarter battle, silent kill, penyergapan/penghadangan, serangan bivak, hingga kemampuan serangan mobile udara (Air Assault).
Jika lulus dalam pelatihan maka setiap personel berhak menyandang brevet Rajawali dengan dua cakarnya memegang pedang dan dibawahnya terukir tulisan 'Pemburu.'
Pelatihan yang berat dan intens ini akhirnya menunjukkan hasil yang luar biasa ketika dilapangan.
Satgas Rajawali Kompi Pemburu langsung diterjunkan di medan peperangan Timor-Timur.
Pola pergerakan Kompi Pemburu TNI ini amat dinamis dan terus bergerak, menjejak, serta memburu hingga tuntas, setidaknya membuat GPK – Gerombolan Pengacau Keamanan, Fretilin ciut nyali.
Dengan taktik jaring laba-labanya, yakni unit bergerak dalam 4 poros saling melindungi, tiap poros ada satu grenadier sebagai senjata penghancur, seakan membentuk pola jaring laba-laba, dijamin musuh yang masuk 'killing ground' taktik tersebut akan tewas dihabisi oleh satgas Rajawali kompi pemburu.
Meski akhirnya hanya bertugas beberapa tahun di Timor-Timur, kehadiran satgas Rajawali membuat moral bertempur milisi Fretilin ambruk.
Bahkan ada kesaksian dari mantan milisi Fretilin setelah Timor-Timur merdeka dari Indonesia, ia menyatakan jika dulu kelompoknya bertemu dengan Kompi pemburu Rajawali maka sebisa mungkin untuk menghindar, jangan kontak senjata karena dipastikan akan kalah.
Satgas Rajawali Kompi Pemburu kemudian dibubarkan setelah selesainya konflik Timor-Timur.
Tapi saat DOM Aceh melawan GAM, Satgas Rajawali kembali diaktifkan dan kompi pemburu inilah cikal bakal dibentuknya pasukan Raider TNI.(Seto Aji/Gridhot.ID)