Gridhot.ID -17 April 2019 Indonesia melaksanakan pesta demokrasi untuk kesekian kalinya.
Warga Negara Indonesia (WNI) hari ini memilih calon anggota legislatif dan calon presiden untuk lima tahun kedepan.
Semakin bertambahnya usia negeri ini tentu pelaksanaan pemilihan umum (Pemilu) semakin baik.
Namun siapa sangka pemilu yang dinilai paling demokratis Indonesia terjadi pada puluhan tahun lalu.
Baca Juga : Suasana Horor Selimuti TPS Lebak Bulus, Warga Nyoblos Bareng Pocong
Mengutip Kompas.com, Rabu (17/4/2019) pemilu Indonesia tahun 1955 adalah pemilihan umum pertama negei ini.
Pemilu tahun 1955 dinilai sebagai pemilu yang paling demokratis.
Padahal pemilu 1955 diadakan dalam keadaan negara sedang krisis gegara pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo.
Saking kurang kondusifnya, warga bakal dikawal oleh aparat keamanan secara bergilir dari titik berkumpul menuju Tempat Pemungutan Suara (TPS) dan sebaliknya.
Baca Juga : Satgas Rajawali, Kompi Pemburu Mematikan Milik TNI yang Hobi Habisi Gerombolan Pengacau Keamanan
Meski sedang dirundung pemberontakan, pemilu 1955 dapat berjalan lancar dan warga tetap menggunakan hak suaranya.
Dalam pemilu 1955, warga menyoblos anggota DPR dan Konstituante.
Jumlah kursi yang diperebutkan di DPR sebanyak 160.
Sedangkan Konstituante 520 kursi plus 14 wakil golongan minoritas yang diangkat pemerintah nantinya.
Uniknya dalam pemilu 1955, tentara dan polisi negara Indonesia berhak memberikan suaranya alias tidak netral.
Baca Juga : Warga Bongkar Makam Usai Mendengar Suara Raungan Wanita, Begini Kondisi Jenazah di dalam Peti Mati
Nah, dalam pemilu 1955 dilakukan dua tahap.
Tahap pertama pada 29 September 1955 masyarakat memilih anggota DPR.
Sedangkan pada tahap kedua pada 15 Desember 1955 warga memilih anggota Konstituante.
Hasil dari pemilu 1955 sendiri dikuasai oleh lima besar, yakni Partai Nasional Indonesia mendapatkan 57 kursi DPR dan 119 kursi Konstituante (22,3 persen), Masyumi 57 kursi DPR dan 112 kursi Konstituante (20,9 persen), Nahdlatul Ulama 45 kursi DPR dan 91 kursi Konstituante (18,4 persen), Partai Komunis Indonesia 39 kursi DPR dan 80 kursi Konstituante (16,4 persen), dan Partai Syarikat Islam Indonesia (2,89 persen).
Partai lainnya mendapat kursi dibawah 10 macam PSII (8), Parkindo (8), Partai Katolik (6), Partai Sosialis Indonesia (5). Dua partai mendapat 4 kursi (IPKI dan Perti). Enam partai mendapat 2 kursi (PRN, Partai Buruh, GPPS, PRI, PPPRI, dan Murba). Sisanya, 12 partai, mendapat 1 kursi (Baperki, PIR Wongsonegoro, PIR Hazairin, Gerina, Persatuan Rakyat Marhaen Indonesia, Partai Persatuan Dayak, PPTI, AKUI, Partai Rakyat Indonesia Merdeka, Persatuan Rakyat Desa (bukan PRD modern), ACOMA dan R. Soedjono Prawirosoedarso).
Namun segala bentuk pelaksanaan pemilu 1955 tidak dilanjutkan pada tahun 1960.
Hal ini lantaran pada 5 Juli 1959 Soekarno mengeluarkan Dekret Presiden yang membubarkan Konstituante dan kembali ke UUD 1945. (*)