Pada 2014, stok ikan turun menjadi 7,1 juta ton. Padahal, di tahun-tahun sebelumnya, bisa mencapai puluhan juta ton.
Hal ini mengakibatkan mata pencarian nelayan berkurang hampir separuhnya dan 115 eksportir gulung tikar karena kekurangan bahan baku.
Di sisi lain, lebih dari 10.000 kapal asing dengan bebas beroperasi di Indonesia sehingga dianggap suatu hal yang biasa.
Begitu dibentuk Satgas 115 yang menjadi garda terdepan perbatasan laut serta tindakan tegas berupa penenggelaman kapal, stok ikan di laut Indonesia kembali melimpah.
Di akhir 2018, stoknya menjadi 13 ton. Ekspor ikan tak lagi lesu, bahkan Indonesia menjadi eksportir ikan tuna terbesar di dunia. Nelayan bisa setiap hari melaut dengan hasil melimpah sepanjang tahun.
"Dalam 4 tahun, revenue dari perikanan dari Rp 2 triliun jadi Rp 15 triliun. Ekspor naik 800 persen. Itu dirasakan masyarakat dan pemerintah," kata Susi.
Namun, setelah dua tahun pertama penerapan kebijakan penenggelaman kapal, sebagian kapal-kapal yang ditangkap itu dilelang. Susi mengatakan, harga kapal yang dilelang tak sebanding dengan apa yang telah mereka curi dari laut Indonesia.
Baca Juga : Ketika Resimen Pelopor Indonesia Tembaki dan Ledakan Kapal AL Malaysia dalam Pertempuran Laut Sengit
Susi mengatakan, harga kapal yang senilai Rp 10 miliar akan turun nilainya jika dilelang menjadi Rp 1 miliar. Sementara itu, ikan yang dicuri nilainya bisa mencapai Rp 2-3 miliar.
"Sekarang masih ada 90 kapal yang banding dan belum inkracht. Saya harap 90 ini tidak berkurang karena ada yang lolos dam dilelang. Saya mau ini disita buat negara untuk dimusnahkan," kata Susi.(*)
Artikel ini pernah tayang di Kompas.com dengan judul"Susi: Penenggelaman Kapal Asing Ilegal akan Dongkrak Perekonomian"