Tindakan yang mengintimidasi jurnalis saat meliput peristiwa kerusuhan itu bisa dikategorikan sebagai sensor terhadap produk jurnalistik.
Perbuatan itu termasuk pelanggaran pidana yang diatur dalam Pasal 18 UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers.
Baca Juga: Kejar Pelaku Pencurian Motor yang Nyamar Jadi Tukang Cuci Kendaraan, Polisi Alami Patah Tulang
Dalam undang undang tersebut berbunyi, setiap orang yang menghalangi kebebasan pers diancam penjara maksimal dua tahun, dan denda maksimal Rp500 juta.
Selain itu, pihak AJI Jakarta dan LBH Pers telah mengeluarkan tiga pernyataan menanggapi aksi kekerasan terhadap jurnalis yang sedang bertugas meliput aksi kerusuhan 22 Mei.
Baca Juga: Lama Diam, BJ Habibie Beri Pesan Menyentuh Jelang Pengumuman Hasil Pemilu 22 Mei
Pernyataan tersebut antara lain:
1. Mendesak aparat kepolisian untuk mengusut tuntas kekerasan dan intimidasi terhadap jurnalis, baik oleh polisi maupun kelompok warga.
2. Mengimbau kepada para pemimpin media untuk bertanggung jawab atas keselamatan jurnalis saat bertugas di lapangan. Memberikan pembekalan pengetahuan Safety Journalist dan beri penanganan trauma yang terjadi selama peliputan.
3. Mengimbau para jurnalis yang meliput aksi massa untuk mengutamakan keselamatan dengan menjaga jarak saat terjadi kerusuhan.(*)