Tiga tahun kepemimpinan May didominasi oleh isu Brexit yang membelah Partai Konservatif.
May kesulitan mencari titik temu untuk mencapai kompromi antara kubu Remainner dan kubu Leave yang tidak kunjung sepakat mengenai Kesepakatan Brexit.
May lolos dari mosi tidak percaya internal yang diajukan partainya pada Januari lalu.
Namun, posisinya terus dirongrong oleh ancaman mosi tidak percaya putaran kedua untuk menggulingkannya.
Posisi May juga semakin goyah setelah satu per satu menteri kabinetnya mengundurkan diri karena perbedaan pandangan.
Tercatat 36 menteri kabinet May memilih mundur, rekor tertinggi dalam sejarah pemerintahan Inggris.
Partai Konservatif akan menggelar pemilihan internal untuk mencari pengganti May.
Pemimpin Partai Konservatif otomatis menjadi Perdana Menteri karena kursi terbanyak parlemen saat ini dikuasai oleh partai yang sering disebut Tory itu.
Nama terkuat untuk menggantikan May adalah mantan Menteri Luar Negeri dan Wali Kota London Boris Johnson. Survei terbaru oleh Survation menunjukan 36 persen anggota partai menghendaki Johnson sebagai pemimpin baru.
Nama-nama lainnya tertinggal jauh, seperti Menteri Dalam Negeri Sajid Javid yang berada di posisi kedua hanya meraih 9 persen dukungan, disusul oleh Menteri Lingkungan, Pangan, dan Urusan Rural Michael Gove yang didukung 7 persen pemilih.
Mantan Menteri Urusan Brexit Dominic Raab, mantan Pemimpin Majelis Rendah Inggris Andrea Leadsom, Menteri Pertahanan Penny Mordaunt, Menteri Luar Negeri Jeremy Hunt, Menteri Tenaga Kerja dan Pensiun Amber Rudd, Menteri Urusan Pembangunan Internasional Rory Stewart, dan Menteri Kesehatan Matt Hancock adalah nama-nama lain yang juga disebut akan maju mencalonkan diri untuk menggantikan May. (*)