"Aku memang mbangun bordil. Tetapi aku tidak mengelola sendiri. Habis mbangun tak sewakan," kisahnya.
"Aku tinggal mengambil uang sewa, wis, enak," tutur Dolly dalam percakapan yang hampir seluruhnya berlangsung dalam dialek Jawa Timuran.
Dolly sendiri awalnya memang tak suka menjadi germo.
Baca Juga: Kisah Joe Arridy, Napi yang Malah Kegirangan Ketika Tahu Ia Dijatuhi Hukuman Mati
"Aku iki nggak mentholo jadi germo. Keluargaku tidak ada yang turunan germo. Anake wong. Kasihan. Kalau jual 'daging' aku pengalaman. Tapi kalau disuruh jadi germo, aku tidak bisa," ujarnya.
Sepanjang tuturannya Dolly bilang ia tidak ingin jadi germo karena tahu bahwa menjadi pelacur itu sungguh tidak enak.
"Pelacur itu sakaken. Jadi pelacur itu kasihan. Pelacur itu sengsara di dunia. Aku nggak bisa cerita panjang tentang pelacur," tutur Dolly.
Dolly sendiri menilai profesi menjadi pelacur bukanlah dosa.
"Aku melihat pelacur itu macam-macam. Ada yang putus cinta, ada yang karena kesulitan ekonomi. Tetapi semua itu tidak dosa. Dia cari makan. Orang lakinya yang datang sendiri."
"Ya memang aku yang pertama kali membuka di sana. Tapi waktu mbangun aku bukan germo. Tak bangun lalu tak sewakan. Jadi aku bukan germo. Dan aku heran di Gang Dolly itu yang kaya malah jadi kaya dan enak-enak. Tapi yang jadi sasaran kok aku? Kok namanya jadi Gang Dolly?" katanya.
Sampai pada titik usahanya menjadi besar dan namanya malah diabadikan di gang Dolly yang sempat jadi lokalisasi terbesar di Asia Tenggara (*)