Gridhot.ID - Seorang petugas medis pahlawan kemanusian, Mantri Patra meninggal ketika sedang bertugas di daerah pedalaman Kabupaten Teluk Wondama, Papua Barat.
Meninggalnya Mantri Patra karena sakit Malaria membuat Papua berduka khususnya warga pedalaman Teluk Wondama.
Pasalnya sang Mantri dianggap sebagai pahlawan karena mengobati warga pedalaman di sana tanpa mengenal pamrih.
Mengutip Gridhot.ID dan Antara, Senin (24/6/2019) Mantri Patra setidaknya sudah empat 4 bulan lebih mengabdi di Kampung Oya Distrik Naikere, Teluk Wondama.
Mantri Patra memilih setia bertugas disana bahkan saat rekan kerjanya pulang dan tak kembali lagi.
Mantri Patra sendiri dalah satu dari sekian tenaga kesehatan yang ditunjuk untuk memberikan pelayanan di daerah pedalaman.
Tempatnya bertugas merupakan salah satu kampung terisolir di Distrik Naikere.
Tidak ada akses jalan darat apalagi sarana telekomunikasi.
Wilayah di perbatasan antara Teluk Wondama dengan Kabupaten Kaimana ini hanya bisa dijangkau dengan berjalan kaki atau menggunakan helikopter.
Untuk mencapai pusat distrik di Naikere, warga setempat biasanya berjalan kaki selama tiga sampai empat hari.
Mantri Patra sendiri ditugaskan di sana selama tiga bulan yakni dari Februari-Mei 2019.
Namun sampai akhir Mei helikopter tak datang menjemput.
Logistik yang dibawa Mantri Patra pun habis berikut pula obat-obatan bagi masyarakat di sana.
Baca Juga: Getaran Gempa di Laut Banda Indonesia Terasa Hingga Australia, Penduduk Darwin Dievakuasi
Ketika sedang sakit keras gara-gara Malaria, sebelum ajal menjemput Mantri Patra sempat menulis pesan terakhir di secarik kertas.
"Baju Putih Kering Berkeringat
Inilah kalian, baju putih berkeringat yang dihiasi debu.
Meski tampak menjijikkan dengan pekerjaanmu saat kalian mendekiati mereka
hanya doa yangs elalu kalian haturkan pada tuhan di setiap gersang tanah hujan. keringat kalian ada bagi mereka, untuk mereka.
Sambil sesekali merayu kepada tuhan, kapan semua berakhir, namun tugas dan tanggung jawab berpihak pada kalian.
Dengan tingkah laku dan jiwa yang mencintai mereka, jiwa yang tidak berdosa, di tinggal sakit.
Kalian datang dengan harapan semua sehat.
Bandir pohon menjadi bantal bagi kalian.
Tanpa menghaturkan sepatah katapun.
Kalian berjalan menembus rimba.
Tidak ada kata sungut di bibir.
Kalian tetap berharap baju putih adalah teman setia di mana keringat itu ada.
Biar semua orang menatap kalian, biar semua orang betah dengan kalian.
Kalian tahu asal kalian tinggi menjangkau langit tak pasti.
Tetapi di sela-sela doa terdengar...
Tuhan.. kami mau mereka rasa tangan kami.
Tuhan kami mau mereka rasa damai kerja kami, kami tak tuntut banyak.
Berikan kami kesehatan dan umur panjang biar bisa berkarya."
Usai itu tak lama berselang Mantri Patra meninggal dunia.
Sementara itu Tomas Waropen, Kepala Puskesmas Naikere menyatakan nyawa Patra mungkin bisa tertolong jika pihak dinas kesehatan maupun instansi terkait lainnya cepat merespon laporannya terkait kondisi Patra dan meminta segera dikirim helikopter.
"Kami sudah rapat sampai tiga kali dengan Dinas Kesehatan, Kesra dan Pak Sekda tapi tetap tidak ada jalan. Sampai akhirya dia sudah meninggal baru helikopter bisa naik," ujar Waropen
Bagi Waropen, Patra adalah pahlawan kemanusiaan.
Dia rela mendedikasikan hidupnya untuk kebaikan masyarakat di pedalaman Naikere tanpa banyak mengeluh dan menuntut.
Tindakan mulia yang justru selalu dihindari banyak petugas medis lainnya.
"Patra adalah pahlawan bagi masyarakat di pedalaman Mairasi (nama suku di pedalaman Naikere). Sementara kita anak-anak negeri ini banyak yang jadi Judas (murid yang mengkhianati Yesus)," kata Tomas Waropen. (*)