Jarak sekolahnya dengan panti sangat jauh dan tidak mungkin ditempuh dengan jalan kaki. Akhirnya, ia dititipkan untuk tinggal di panti asuhan di Weleri, yang jarakanya dekat dengan sekolah SMA-nya.
"Selepas SMA, saya mulai kerja di BPR di wilayah Kecamatan Gemuh. Saat itu, saya menjadi petugas desa yang bekerja dari kantor balai desa satu ke balai desa lainnya," kata Mundholin.
Lantaran ketekunan dan kejujurannya tersebut, karirnya sebagai karyawan BPR terus meningkat. Sebagian uang pendapatannya ia sisihkan untuk membantu ibu dan membiayai kuliahnya di Universitas Tujuh Belas Agustus (Untag) 1945 Semarang.
Setelah lulus kuliah dan meraih gelar sarjana, ia dipercaya menjadi Wakil Direktur BPR BKK Kendal.
"Alhamdulillah, sekarang saya sudah dua periode ini menjabat sebagai Direktur BPR BKK Kendal dan saya juga sudah lulus S2 atau Megister Menejemen," kata Mundholin.
Mundholin mengaku, dirinya tidak pernah malu akan latar belakang kehidupannya sebagai anak panti asuhan ataupun anak yatim. Bahkan, kepada siapapun ia sampaikan bahwa dirinya adalah anak panti.
Sukses menjabat sebagai Direktur BPR BKK Kendal, Mundholin tidak lantas lupa akan asal usulnya.
Ia mengaku, jika hidup sebagai anak yatim memanglah berat, apalagi harus hidup di panti asuhan tanpa keluarga dan harus dituntut mandiri.
Oleh sebab itu, ia sebisa mungkin membantu anak-anak yatim piatu dan panti asuhan.