Laporan Wartawan Gridhot.ID, Angriawan Cahyo Pawenang
Gridhot.ID - Sedang heboh saat ini tentang tanaman Bajakah yang kini banyak dicari.
Pasalnya, tanaman Bajakah menjadi populer berkat karya ilmiah siswa SMA 2 Palangkaraya, Kalimantan Tengah yang sudah mendunia.
Penelitian tersebut menemukan kalau tanaman Bajakah disebut mampu menyembuhkan kanker bahkan yang sudah parah sekalipun.
Penelitian itu kemudian mendapat penghargaan ketika diikutsertakan dalam sebuah ajang sains di Korea.
Pemberitaan media yang luar biasa akhirnya membuat orang-orang berlomba-lomba mencari tanaman Bajakah.
Entah itu untuk dikonsumsi sendiri maupun dijual lagi.
Dikutip Gridhot dari Tribunnews, tanaman tersebut kini banyak dijumpai di aplikasi belanja online dengan harga ratusan ribu rupiah.
Hal ini membuat para konsumen lebih mudah untuk mengakses tanaman yang disebut sebagai obat tersebut.
Namun obat alami atau herbal itu ternyata tidak bisa digunakan sembarangan.
Obat herbal harus melalui proses tertentu untuk dapat menyesuaikan kadar yang ada di tubuh penderitanya.
Seorang mantan wartawan yang kini menjadi politisi menceritakan pengalamannya menggunakan obat herbal untuk penyakit kanker yang dideritanya.
Melalui unggahan Facebook akun Emmy Hafild, akun tersebut mengungkapkan cerita dari Dyah Wahyu Winarti yang diakuinya atas seizin yang bersangkutan.
Dyah saat itu mengidap kanker stadium awal pada 2012 dan dinyatakan sembuh setelah melakukan satu tahun pengobatan medis.
Namun Dyah beralih ke pengobatan dengan obat herbal pada tahun 2016 dan menghentikan terapi medis.
Dyah mengaku menyesal atas keputusan tersebut karena pada 2018, dokter memvonis kanker paydaranya kembali dan malah menyebar.
Dikutip Gridhot dari Kompas.com, seorang dokter onkologi, Dr Walta Gautama, Sp.B(K) Onk menyatakan obat herbal hanya akan menunda penangan kanker yang seharusnya.
“Orang sakit kanker beda dengan orang sakit jantung ataupun penyakit lain. Orang sakit kanker kalau stadium tambah, angka harapan sembuh makin kecil, pengobatan makin komplek,” tutur Walta.
Dirinya kemudian menghimba masyarakat agar berhati-hati dan tak mudah percaya dengan obat-obatan herbal.
Menurutnya, obat herbal itu masuk ke dalam complimentary medicine, atau pengobatan penunjang, sehingga mereka belum bisa digolongkan sebagai obat kanker.
Dr Walta mengatakan obat kanker harus mengalami beberapa fase untuk bisa disetujui pemakaiannya secara medis.
Pasalnya tiap tubuh memiliki kondisi yang berbeda untuk penangan suatu zat tertentu.
"Misal Suatu zat dimasak, betulkah aman dia buat ginjal. Misal orang berat 50, 30 dan 100 kg tentu kadarnya tak sama," kata Walta.
Menurutnya obat kanker harus terus disesuaikan apakah aman untuk hati atau ginjal pasien nantinya.
Dr Walta menyatakan harus ada penelitian ke manusia untuk benar-benar mengetahui manfaat dari obat herbal tersebut .
Baca Juga: Lekagak Telenggen Tuding Militer Indonesia Pakai Bom dari Luar Negeri untuk Menumpas KKB Papua
"Aman nggak untuk manusia. Dilihat lagi itu (pengamatan organ) semua! Nggak bisa main sembarangan!” tuturnya.
(*)