Begitu kami menunjukkan wajah-wajah yang semakin tidak menakutkan, kami menemukan bahwa sukarelawan melebarkan definisi mereka tentang apa itu wajah yang “menakutkan”.
Artinya, ketika para relawan sudah tidak menemukan wajah menakutkan, makan mereka akan mulai menyebut wajah yang tidak menakutkan sebagai wajah menakutkan.
Mereka bergantung pada seberapa banyak ancaman yang mereka lihat belakangan ini.
Kejadian tidak konsisten ini akhirnya membuat para peneliti ingin mencoba objek lainnya.
Mereka kemudian mendapatkan objek lain yaitu diminta untuk membaca tentang beberapa stud ilmiah dengan isi yang berbeda.
Mereka harus memutuskan mana studi ilmiah yang dianggap etis ataupun tidak.
Ternyata hasilnya sama, ketika para relawan ditunjukkan studi ilmiah yang etis mereka kemudian mendefinisikan ulang tentang 'etis' itu sendiri.
Dengan kata lain, hanya karena mereka membaca studi yang lebih etis, mereka menjadi semakin keras dalam menentukan mana saja studi yang termasuk etis.
Berdasarkan penelitian tersebut, riset psikologi kognitif dan ilmu saraf menyatakan kalau ini merupakan cara dasar otak manusia untuk memperoleh informasi.
Source | : | national geographic,The Conversation |
Penulis | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Editor | : | Angriawan Cahyo Pawenang |
Komentar