Laporan wartawan GridHot.ID, Dewi Lusmawati
GridHot.ID -Presiden Jokowi menunjuk Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai Menteri Pertahanan di periode 2019-2024.
Hal ini membuat beberapa pendukung dari kedua belah pihak kecewa dan ada pula penolakan dari mereka.
Dikutip GridHot.ID dari Kompas TV, Jokowi mengungkap alasan kenapa memilih Prabowo Subianto jadi Menteri Pertahanan.
Jokowi mengaku ingin membangun demokrasi gotong-royong.
Kata Jokowi, di Indonesia tidak ada oposisi kayak negara lain.
Menurut Jokowi, demokrasi Indonesia adalah demokrasi gotong-royong.
Oleh karena itu, Jokowi tidak masalah rivalnya masuk kabinet.
Selain Prabowo, ada Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Edhy Prabowo yang menjadi menteri kelautan dan perikanan.
Jokowi pun menyebut posisi Menteri Pertahanan diberikan kepada Prabowo karena rekam jejaknya selama berkarir di TNI.
"Ya memang pengalaman beliau besar, beliau ada di situ," kata Jokowi kepada para wartawan di Istana, Kamis (24/10/19).
Prabowo Subianto merupakan mantan jenderal yang malang melintang menapaki karier di TNI AD.
Saat berkarier di militer, ia bahkan bergabung dalam pasukan elite TNI AD, yakni Kopassus.
Jejaknya bahkan pernah menjadi Komandan Jenderal atau Danjen Kopassus.
Mulai dari tahun 1995 hingga tahun 1998.
Meski kini jadi Menteri Pertahanan Indonesia, nyatanya Prabowo Subianto pernah masuk dalam daftar hitam Amerika Serikat.
Daftar hitam ini membuat orang-orang yang namanya tertera, dicekal masuk ke negeri paman Sam.
Sebagai mantan Perwira Tinggi TNI, wajar Prabowo masuk ke daftar tersebut.
Tak hanya Prabowo, sejumlah nama mantan anggota TNI lain juga tak bisa masuk ke Amerika Serikat.
Dikutip dari Intisari, pencekalan terhadap para anggota TNI ini bermula dari pertempuran di Timor-Timur.
Kala itu, TNI dianggap telah melakukan pelanggaran, karena waktu terjadi kontrak pembeliaan senjata dan pesawat tempur, sudah ada perjanjian bahwa senjata dan pesawat tempur yang dibeli dari Amerika Serikat tidak boleh digunakan untuk menyerang rakyat sendiri.
Pelanggaran penggunaan senjata yang dibeli TNI dari AS itu, oleh AS dianggap serius karena 'telah melanggar HAM' mengingat banyak warga sipil yang menjadi korban.
Maka selain sanksi berupa embargo senjata, AS juga menerapkan sanksi kepada petinggi militer yang bertanggung dalam operasi militer sebagai 'penjahat perang'.
Setelah Timor-Timur melepaskan diri dari Indonesia, memang harus diakui ada sejumlah pejabat tinggi TNI yang telah dilaporkan ke Mahkamah Internasional (Court of Justice) PBB di Den Hagg, Belanda untuk diadili.
Pejabat tinggi TNI yang sudah dilaporkan ke Den Hagg biasanya juga akan masuk daftar hitam (black list) AS dan jika memaksa terbang ke AS, ia akan langsung ditangkap.
Nampaknya hal inilah yang terjadi pada Prabowo Subianto 5 tahun silam.
Dikutip GridHot.ID dari BBC, Prabowo Subianto yang berstatus bekas Panglima Kostrad (Maret-Mei 1998) pernah ditolak masuk Amerika pada Maret 2014.
Kala itu, Prabowo hendak menghadiri wisuda putera semata wayangnya, Didit Hediprasetyo.
Amerika memasukkannya dalam daftar hitam karena menilai Prabowo punya latar belakang pelanggaran HAM.
Di Timor Timur, Prabowo tercatat pernah menjadi komandan salah satu grup yang bertugas pada 1978-1979.
Sementara sebagai Komandan Jenderal Kopassus, Prabowo menjabatnya ketika di ujung kekuasasan Soeharto yang banyak dituding terlibat penculikan aktivis.
Sayangnya, AS juga memberlakukan black list bagi para pejabat TNI penerus, karena pejabat TNI terdahulu tidak segera menyerahkan pejabat TNI yang sudah dilaporkan ke Den Hagg.
Sehingga pada 2017 lalu, Mantan Panglima TNI Gatot Nurmantyo ketiban sial dicekal Amerika Serikat tak bisa masuk meski wakili negara.(*)