Kondisi tersebut membuat BPJS Kesehatan semakin terbebani karena defisit tahun lalu belum tertutupi.
Usai santer kabar defisit yang dialami BPJS Kesehatan, kini pemerintah membuka rencana untuk menaikkan iuran program jaminan kesehatan nasional (JKN) yang dikelola oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Dikutip GridHot.ID dari Kontan, dengan pertimbangan untuk meningkatkan kualitas dan kesinambungan Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), pemerintah mengerek iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
Keputusan kenaikan iuran BPJS Kesehatan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Jaminan Kesehatan. Beleid yang Presiden Joko Widodo teken ini terbit dan berlaku pada 24 Oktober 2019 lalu.
Pasal 29 Perpres No. 75/2019 menyebutkan, iuran bagi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan dan penduduk yang pemerintah daerah daftar naik menjadi Rp 42.000 per orang per bulan. Premi baru ini berlaku mulai 1 Agustus 2019.
Kemudian, iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang terdiri atas pejabat negara, pimpinan dan anggota DPRD, PNS, anggota TNI dan Polri, kepala desa dan perangkat desa, serta pekerja atau pegawai menjadi sebesar 5% dari gaji per bulan.
“Iuran sebagaimana dimaksud dibayar dengan ketentuan sebagai berikut: 4% (empat persen) dibayar oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dibayar oleh peserta,” bunyi Pasal 30 ayat (2) Perpres No. 75/2019 seperti dikutip situr resmi Sekretariat Kabinet, Rabu (30/10).
Kewajiban pemberi kerja dalam membayar iuran, menurut Perpres Jaminan Kesehatan, dilaksanakan oleh: pertama, pemerintah pusat untuk iuran bagi pejabat negara, PNS pusat, anggota TNI dan Polri, serta pekerja atau pegawai instansi pusat.
Kedua, pemerintah daerah untuk iuran bagi kepala daerah dan wakil kepala daerah, pimpinan dan anggota DPRD, PNS daerah, kepala desa dan perangkat desa ,dan pekerja atau pegawai instansi daerah.